Karya-karya Naguib Mahfouz banyak berlatar Mesir Kuno, sebuah peradaban awal yang menarik untuk ditelisik.

Surabayastory.com – Tulisan ini bertutur tentang masa-masa awal Naguib Mahfouz, penulis modern terbesar Mesir (dan dunia Arab) yang terinspirasi oleh zaman kuno negaranya. Salah satu karya yang penting yang tercatat adalah Voices from the Other World (Suara dari Dunia Lain). Karya-karya yang terangkum ini banyak ditulis pada tahun 1930 hingga 1940-an, yaitu di fase awal karir novelistik Mahfouz. Di fase awal itu dimulai dengan menerbitkan tiga buku fiksi dengan latar (setting) zaman Firaun. Dari sini kemudian berkembang bagi karya-karya selanjutnya yang lebih panjang.
Sebagian karya Mahfouz berbentuk semacam fable. Meski diadaptasi dari kesusastraan rakyat atau naskah-naskah kuno yang sebagian memang demikian. Namun ia mengkreasikan kembali dalam gayanya dan memuatnya di jurnal-jurnal sastra masa itu, termasuk tiga diantaranya yaitu Memuja Kejahatan, Bangkitnya Mumi dan Suara dari Dunia Lain dalam koleksi cerita pendek pertamanya Bisikan Kegilaan atau Hams al-junun yang tanggal kemunculannya masih diperdebatkan.
Cerita lainnya, Pengampunan Raja Userkaf dan Kembalinya Sinuhe, telah dimuat di halaman-halaman majalah-majalah lama yang mulai hancur di.
Para kritikus kadang membahas cerita-cerita itu (tampaknya dengan perkecualian Sinuhe), namun tetap tak diterjemahkan (namun untuk Bangkitnya Mumi diterbitkan dalam Bahasa Inggris di Pakistan pada 1986) – sehingga cerita-cerita itu tak dikenal oleh mereka yang tak membaca Bahasa Arab. Hingga kini sebagaimana Sinuhe sendiri dan pejuang yang dilahirkan kembali tak bahagia dengan perubahan-perubahan sejak zaman kuno dalam petualangan mumi dalam karya Mahfouz, cerita-cerita itu muncul kembali untuk mengingatkan kita akan pengabaian kita lebih dari setengah abad terhadap pesonanya yang tak bisa diingkari.
Dalam cerita-cerita Mahfouz tentang Firaun sebagaimana dalam karyanya lainnya, ia memadukan pengamatan sejarah dengan imajinasi yang tak lekang oleh waktu. Cerita di sini yang paling sedikit berkaitan langsung dengan kejadian atau legenda terkenal apapun adalah Memuja Setan. Mengambil setting Mesir Pradinasti yang sedikit dipahami, setelah beberapa kalimat pertama – yang menjelaskan bahwa negara itu pada suatu waktu pernah terbagi menjadi distrik-distrik otonomi – cerita itu memiliki sedikit kemiripan dengan realita atau sumber kuno manapun yang terkonfirmasi. Toh hampir tak mengurangi daya tariknya yang bersifat kiasan.
Begitu pula cerita kedua, Pengampunan Raja Userkaf yang mengisahkan pendiri sebenarnya Dinasti Kelima sebagai karakter judulnya dan secara bebas dihiasi sebutan tempat-tempat nyata dan orang-orang (termasuk putra Userkaf dan penggantinya Sahura), bukan berdasarkan kejadian terkenal apapun. Memang pemerintahan Userkaf yang sebenarnya (2.513 – 2.506 SM) yang hampir tak terdokumentasi, menawarkan ‘papan tulis’ yang hampir bersih bagi agenda fiksional Mahfouz.
Keranjingan Mesir Kuno
Sebagai pembaca yang keranjingan literatur kuno Mesir, Mahfouz mungkin telah mengambil kondisi pikiran terakhir Userkaf dari Ajaran Amenemhat, puisi terkenal dari Kerajaan Pertengahan Mesir. Dalam puisi ini, Amenemhat I, pendiri Dinasti Keduabelas (1991 – 1952 SM), muncul dalam suatu mimpi putranya, Senwosret I, yang menggantikannya naik tahta. Mimpin itu terjadi setelah pembunuhan Amenemhat dalam suatu intrik yang direncanakan perdana menterinya dan para wanita dari haremnya. Ia memperingatkan putranya dengan sedih (seperti diterjemahkan Richard B.Parkinson), “Jangan percaya saudara manapun! Jangan berteman satupun! Jangan dekat dengan siapapun – tak ada gunanya!”
Cerita berikutnya, Bangkitnya Mumi, mungkin satu-satunya yang diterbitkan Mahfouz yang memaparkan semburan kata-kata politis yang marah dan lama –meski dilontarkan pada 1930-an oleh sesosok mumi dari Dinasti Kedelapanbelas. Sindiran terhadap adaptasi plot-plot standar film-film mumi Hollywood yang sedang digemari waktu itu sebagaimana sekarang ini, karakter mumi mungkin didasarkan secara bebas pada Horemheb, jendral yang mengabdi di bawah “raja bidaah” Akhenaten (1372–1355 SM), yang kemudian ia sendiri menjadi firaun selama 1343 – 1315 SM.
Lebih jauh mengakui pesona Mahfouz sepanjang masa terhadap warisan sastra tentang masa firaun, cerita keempat tercipta sebagian dari sebuah naskah klasik Mesir, Kisah Sinuhe. Dalam Kembalinya Sinuhe, Mahfouz memasukkan banyak unsur cerita kuno itu, namun menambahkan satu yang krusial hanya tersirat samar-samar di Kerajaan Pertengahan yang orisinal yaitu romans.
Parkinson, salah satu penerjemah Kisah Sinuhe paling terkenal dan pakar termahsyur tentang literatur kuno Mesir menyeluruh, menyebut puisi yang berumur hampir 4.000 tahun itu ‘karya fiksi seni tertinggi’. Ia juga terpikat versi Mahfouz yang dipuji Parkison sebagai ‘sangat bagus’.
Cerita kelima dan terakhir menawarkan pintu keluar spiritual yang wajar di alam semesta Mesir kuno karya Mahfouz. Suara dari Dunia Lain sangat mengherankan mampu mengantisipasi, setidaknya tiga dekade, gelombang populer literatur “pengalaman ke luar dari tubuh” yang melanda dunia penerbitan pada 1970-an dan 1980-an. Namun itu hampir pasti mengambil setting zaman Rameses II (1198 – 1166 SM), sebagai tokoh protagonis cerita itu yang muncul mengikuti jejak secara bebas Pentaweret (Pentu-wer) – yang pernah dianggap menggubah puisi epik yang dipahatkan di monumen-monumen raja itu dan menyuarakan kemenangan (yang diperdebatkan) atas pasukan Hitite di Qadesh.
Begitu pula, sebagian besar detil-detil periode lainnya adalah masuk akal. Ini mencakup deskripsi Mahfouz tentang makam dan isinya, referensinya tentang pesta Isis plus penggunaan berulang olehnya tentang identifikasi Mesir kuno tentang Barat (yang masih ada) – tanah matahari terbenam – sebagai tempat tinggal Kematian. Dengan satu atau dua perkecualian kecil, Mahfouz menyumbang metode mumifikasi yang dikerjakan di Kerajaan Baru dengan ketepatan yang mengerikan. Bahkan yang lebih penting, bagaimanapun, ia menciptakan pandangan sekilas yang sebenarnya secara gamblang ke dalam eksistensi lain itu setelah yang satu ini – dan visinya riang dan optimis.
Begitu pula kuintet cerita-cerita kuno ini diselamatkan dari ‘hampir terlupakan’ selama bertahun-tahun. Nasib yang sama dialami tiga novel awalnya seputar firaun yaitu Abath al-aqdar (Kebijakan Kufu, 1939), Radubis (Rhadopis, 1943) dan Kifah Tiba (Thebes dalam Perang, 1944). Ketiga novel itu ‘dibelakangi’ oleh Trilogi Kairo-nya yang bagus sekali yaitu Palace Walk, Palace of Desire dan Sugar Street serta karya-karya lain dengan setting Kairo modern dan Alexandria. Namun tak ada lagi.
Berkat American University in Cairo Press yang merilis novela brilian karya Mahfouz pada 1985, al-‘A’ish fi-l-haqiqa dengan setting Mesir kuno, di bawah judul Akhenaten: Penghuni yang Sebenarnya (diterjemahkan oleh Tagried Abu-Hassabo) pada 1988, permata bersejarah yang tersembunyi ini akan segera membuat debut dalam Bahasa Inggris. (Karya itu mulai muncul di Eropa, terutama dalam Bahasa Prancis, Italia dan Spanyol pada 1990-an).
Karya-karya Mahfouz itu memberikan pengenalan yang sangat pantas terhadap sebagian karya terbaik Mahfouz (namun paling tak biasa dan paling sedikit familiar) kepada para pembaca Bahasa Inggris. Seperti penulisnya yang berusia 90 tahun, semangat buku-buku itu dengan segala kebijaksanaan di dalamnya, tetap muda selamanya – meski bicara dengan suara-suara dari dunia yang jauh berbeda dari yang dikenalnya. –vee