Jawa adalah sebuah peradaban yang memiliki tata cara serta tata adab yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Peradaban tinggi yang dipercaya dan tetap dijaga hingga saat ini.
.
.
Surabayastory.com – Jawa diyakini menjadi salah satu beradaban yang tinggi di dunia. Sejak kelahiran dan kematian, masyarakat Jawa telah mempunyai tata cara dan tata adab yang mengaturnya. Masyarakat Jawa sangat kaya akan budaya, termasuk dalam soal ritual lamaran hingga pernikahan. Terdapat banyak varian, namun secara garis besar terlihat benang merah yang kuat. Ritual pernikahan di Jawa Timur, antara Malang dengan Banyuwangi mungkin berbeda. Begitu pula bila disandingkan dengan gaya Mataraman. Sebuah peradaban yang tak lekang oleh waktu dan terus dijaga hingga berabad-abad.
Salah satu tata cara dan tata adab yang terus lestari hingga saat ini adalah prosesi pernikahan, sebuah gerbang baru dalam tahapan hidup manusia Jawa. Tata cara prosesi pernikahan adat Jawa yang sebenarnya berlangsung lebih dari satu hari. Bahkan, pada zaman dahulu pesta acara pernikahan bisa sampai tujuh hari karena adanya pertunjukan wayang semalam suntuk.
Tata cara dan tradisi pernikahan dalam kehidupan masyarakat Jawa secara inti adalah di bawah ini.
Pra Pernikahan
- Nontoni
Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya. Di masa lalu orang yang akan nikah belum tentu kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan terkadang belum pernah melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga mereka sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya.
Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata cara nontoni. Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah orang tua si perjaka yang akan diperjodohkan telah mengirimkan “penyelidikannya” tentang keadaan si gadis yang akan diambil menantu. Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping banyu atau penyelidikan secara rahasia.
Setelah hasil nontoni ini memuaskan, dan si perjaka sanggup menerima pilihan orang tuanya, maka diadakan musyawarah diantara orang tua/ pinisepuh si perjaka untuk menentukan tata cara lamaran.
- Lamaran
Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu di antara pria dan wanita yang akan menikah terkadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini orang tualah yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.
Upacara lamaran: pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang lazim disebut Jodang (tempat makanan dan lain sebagainya) yang dipikul oleh empat orang pria. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan antara lain : Jadah, wajik, rengginang dan sebagainya. Menurut naluri makanan tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari bahan baku ketan yang banyak gluten-nya sehingga lengket dan diharapkan kelak kedua pengantin dan antar besan tetap lengket (pliket).
Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah pihak merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara peningsetan. Banyak keluarga Jawa masih melestarikan sistem pemilihan hari pasaran pancawara dalam menentukan hari baik untuk upacara peningsetan dan hari ijab pernikahan.
- Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat, peningsetan jadi berarti pengikat. Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan sesuatu sebagai pengikat dari orang tua pihak pengantin pria kepada pihak calon pengantin putri. Menurut tradisi peningset terdiri dari: Kain batik, bahan kebaya, semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon (imbalan) disesuaikan kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending Nala Ganjur. Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak setelah upacara peningsetan.
- Upacara Tarub
Tarub adalah hiasan janur kuning (daun kelapa yang masih muda) yang dipasang tepi tratag yang terbuat dari bleketepe (anyaman daun kelapa yang hijau). Pemasangan tarub biasanya dilakukan saat bersamaan dengan memandikan calon pengantin (siraman, Jawa) yaitu satu hari sebelum pernikahan itu dilaksanakan.
Untuk perlengkapan tarub selain janur kuning masih ada lagi antara lain yang disebut dengan tuwuhan. Adapun macamnya: Dua batang pohon pisang raja yang buahnya tua/matang, Dua janjang kelapa gading (cengkir gading, Jawa), Dua untai padi yang sudah tua, Dua batang pohon tebu wulung (tebu hitam) yang lurus, Daun beringin secukupnya, Daun dadap srep.
Tuwuhan dan gegodongan ini dipasang di kiri pintu gerbang satu unit dan di kanan pintu gerbang satu unit (bila selesai pisang dan kelapa bisa diperebutkan pada anak-anak).
Ini merupakan petuah dan nasehat yang adi luhung, harapan serta doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang dilambangkan melalui: pisang raja dan pisang pulut yang berjumlah genap, jajan pasar, nasi liwet yang dileri lauk serundeng, kopi pahit, teh pahit, sebatang rokok, roti tawar, jadah bakar, tempe keripik, ketan, kolak, apem, tumpeng gundul, nasi golong sejodo yang diberi lauk, jeroan sapi, ento-ento, peyek gereh, gebing, golong lulut, nasi gebuli, nasi punar, ayam 1 ekor, pisang pulut 1 lirang, pisang raja 1 lirang, buah-buahan + jajan pasar ditaruh yang tengah-tengahnya diberi tumpeng kecil, daun sirih, kapur dan gambir, kembang telon (melati, kenanga dan kantil), jenang merah, jenang putih, jenang baro-baro, empon-empon, temulawak, temu giring, dlingo, bengle, kunir, kencur, tampah (niru) kecil yang berisi beras 1 takir yang diatasnya 1 butir telor ayam mentah, uang logam, gula merah 1 tangkep, 1 butir kelapa, empluk-empluk tanah liat berisi beras, kemiri gepak jendul, kluwak, pengilon, jungkat, suri, lenga sundul langit, ayam jantan hidup, tikar, kendi, damar jlupak (lampu dari tanah liat) dinyalakan, kepala/daging kerbau dan jeroan komplit, tempe mentah terbungkus daun dengan tali dari tangkai padi ( merang ), sayur pada mara, kolak kencana, nasi gebuli, pisang emas 1 lirang
Masih ada lagi petuah-petuah dan nasehat-nasehat yang dilambangkan melalui : tumpeng kecil-kecil merah, putih, kuning, hitam, hijau, yang dilengkapi dengan buah-buahan, bunga telon, gocok mentah dan uang logam yang diwadahi diatas ancak yang ditaruh di: area sumur, area memasak nasi, tempat membuat minum, tarub, untuk menebus kembarmayang (kaum), Tempat penyiapan makanan yanh akan dihidangkan, jembatan, prapatan, nyantri.
- Upacara Nyantri
Dalam ritual ini calon pengantin pria dititipkan kepada keluarga pengantin putri 1-2 hari sebelum pernikahan. Calon pengantin pria ini akan ditempatkan di rumah saudara atau tetangga dekat. Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk melancarkan jalannya upacara pernikahan, sehingga saat-saat upacara pernikahan dilangsungkan maka calon pengantin pria sudah siap di tempat sehingga tidak merepotkan pihak keluarga pengantin putri.
- Upacara Siraman
Siraman dari kata dasar siram (Jawa yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membershkan diri agar menjadi suci dan murni).
Bahan-bahan untuk upacara siraman : Kembang setaman secukupnya, lima macam konyoh panca warna (penggosok badan yang terbuat dari beras kencur yang dikasih pewarna), dua butir kelapa hijau yang tua yang masih ada sabutnya, kendi atau klenting, tikar ukuran ½ meter persegi, mori putih ½ meter persegi, daun-daun: kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alang-alang dlingo bengle, lima macam bangun tulak (kain putih yang ditepinya diwarnai biru), satu macam yuyu sekandang (kain lurik tenun berwarna coklat ada garis-garis benang kuning), satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam), 1 helai letrek (kain kuning), 1 helai jinggo (kain merah).
Sampo dari londo merang (air dari merang yang dibakar di dalam jambangan dari tanah liat kemudian saat merangnya habis terbakar segera apinya disiram air, air ini dinamakan air londo), asem, santan kanil, 2 meter persegi mori, 1 helai kain nogosari, 1 helai kain grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain sidomukti atau kain sidoasih, sabun dan handuk.
Saat akan melaksanakan siraman ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam: tumpeng robyong, tumpeng gundul, nasi asrep-asrepan, jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam jenang
empluk kecil (wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur dan sedikit beras
1 butir telor ayam mentah, juplak diisi minyak kelapa, 1 butir kelapa hijau tanpa sabut,
gula jawa 1 tangkep, 1 ekor ayam jantan
Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak kedinginan maka ditetapkan tujuh orang yang memandikan. Tujuh sama dengan pitu (Jawa) yang berarti pitulung (Jawa) yang berarti pertolongan. Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias (pemaes) dengan memecah kendi dari tanah liat.
Pernikahan
- Midodareni
Midodareni berasal dari kata dasar widodari (Jawa) yang berarti bidadari yaitu putri dari sorga yang sangat cantik dan sangat harum baunya. Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam midodareni, calon penganten tidak boleh tidur.
Saat akan melaksanakan midodaren ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang disimbulkan dalam: sepasang kembarmayang (dipasang di kamar pengantin), sepasang klemuk (periuk) yang diisi dengan bumbu pawon, biji-bijian, empon-empon dan dua helai bangun tulak untuk menutup klemuk tadi, sepasang kendi yang diisi air suci yang cucuknya ditutup dengan daun dadap srep (tulang daun/tangkai daun), mayang jambe (buah pinang), daun sirih yang dihias dengan kapur.
Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos, jeruk purut, minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur supaya ruangan berbau wangi.
Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari: nasi gurih, sepasang ayam yang dimasak lembaran (ingkung, Jawa), sambel pecel, sambel pencok, lalapan, krecek,
roti tawar, gula jawa, kopi pahit dan teh pahit, rujak degan. Dengan lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan (zaman dulu).
- Upacara Langkahan
Langkahan berasal dari kata dasar langkah (Jawa) yang berarti lompat, upacara langkahan di sini dimaksudkan apabila pengantin menikah mendahului kakaknya yang belum nikah, maka sebelum akad nikah dimulai maka calon pengantin diwajibkan minta izin kepada kakak yang dilangkahi.
- Upacara Ijab
Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernikahan sesuai agama pasangan pengantin. Secara tradisi dalam upacara ini keluarga pengantin perempuan menyerahkan/ menikahkan anaknya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin pria menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas kawin bagi pengantin perempuan. Upacara ijab qobul biasanya dipimpin oleh petugas dari kantor urusan agama sehingga syarat dan rukunnya ijab qobul akan syah menurut syariat agama dan disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil yang akan mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.
- Upacara Panggih
Panggih (Jawa) berarti bertemu, setelah upacara akad nikah selesai baru upacara panggih bisa dilaksanaakan. Pengantin pria kembali ke tempat penantiannya, sedang pengantin putri kembali ke kamar pengantin. Setelah semuanya siap maka upacara panggih dapat segera dimulai.
Untuk melengkapi upacara panggih tersebut sesuai dengan busana gaya Yogyakarta dengan iringan gending Jawa: - Gending Bindri untuk mengiringi kedatangan penantin pria
2. Gending Ladrang Pengantin untuk mengiringi upacara panggih mulai dari balangan (saling melempar) sirih, wijik ( pengantin putri mencuci kaki pengantin pria ), pecah telor oleh pemaes.
3. Gending Boyong/Gending Puspowarno untuk mengiringi tampa kaya (kacar-kucur), lambang penyerahan nafkah dahar walimah. Setelah dahar walimah selesai, gending itu bunyinya dilemahkan untuk mengiringi datangnya sang besan dan dilanjutkan upacara sungkeman.
Begitulah, urutan dan tata cara mempersiapkan prosesi pernikahan dalam kehidupan masyarakat Jawa. Sebagian masyarakat Jawa masih meyakini bila budaya dan tradisi ini akan tetap hidup di masa-masa mendatang. –drs