Surabayastory.com – Kata “Nusantara” terus mengemuka. Apapun yang ada di lingkup wilayah negeri ini terus digali dan diungkap. Nusantara, nama yang lekat dengan negeri ini di masa lampau, kembali menjadi pijakan menuju masa depan. Kita pun sering terkesima (kalau menyadari – Red) bila apa yang telah diwariskan leluhur Nusantara luar biasa hebat. Dan itu telah terbukti dan terbukti berabad-abad. lalu kenapa harus kita lupakan dan mengimpor dari mancanegara? Dalam banyak sendi kehidupan, kita melupakan apa yang telah diwariskan leluhur Nusantara.
Salah satu yang sudah jelas-jelas memberi bukti adalah tentang jamu Nusantara. Jamu Jawa kuno sudah dikenal dan terbukti khasiatnya selama berabad-abad. Ketika ajakan kembali kea lam terus menyelimuti penjuru negeri, hal-hal yang bersifat alami kembali ditoleh. Begitu juga dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit. Dengan zaman yang semakin kompleks, warisan leluhur ini patut kita lestarikan.
Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan populer dengan sebutan herba atau herbal. Jamu juga sebutan orang Jawa terhadap obat hasil ramuan tumbuh-tumbuhan asli dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai zat tambahan. Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan dan kulit batang, buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya. Jamu biasanya terasa pahit sehingga perlu ditambah madu sebagai pemanis agar rasanya lebih dapat ditoleransi peminumnya.
Jamu telah dikenal sejak zaman nenek moyang sebelum farmakologi modern masuk ke Indonesia. Oleh karenanya, banyak resep racikan jamu sudah berumur ratusan tahun dan digunakan secara turun temurun sampai saat ini.
Jika ditilik dari segi bahasa Jawa Kuno, istilah “jamu” berasal dari bahasa Jawa Kuno “Jampi” atau “Usodo” yang berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan maupun doa-doa dan ajian-ajian. Pada abad pertengahan (15-16 M), istilah usodo jarang digunakan. Sebaliknya istilah jampi semakin popular diantara kalangan keraton. Kemudian sebutan “jamu” mulai diperkenalkan pada masyarakat umum oleh tabib atau penyembuh tradisional.
Khasiat jamu Jawa diyakini telah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun sejak periode kerajaan Hindu-Jawa. Relief candi Borobudur yang dibuat pada Kerajaan Hindu-Budha tahun 772 M menggambarkan kebiasaan meracik dan meminum jamu untuk memelihara kesehatan. Bukti sejarah lainnya yaitu penemuan prasasti Madhawapura dari peninggalan kerajaan Hindu-Majapahit yang menyebut adanya profesi “tukang meracik jamu” yang disebut Acaraki. Setelah mengenal budaya menulis, bukti sejarah mengenai penggunaan jamu semakin kuat yaitu dengan ditemukannya Usada lontar di Bali yang ditulis menggunakan bahasa Jawa kuno.
Jamu kemudian berkembang, dari hanya merupakan milik kalangan terbatas, dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kemudian, jamu yang dibuat oleh rumah tangga mulai berkembang menjadi industri-industri jamu pada awal tahun 1900. Demikianlah jamu menjadi sangat populer di Indonesia, seperti susu bagi masyarakat Barat.
Nenek moyang bangsa Indonesia menurunkan banyak warisan, ilmu pengobatan merupakan tradisi warisan. Selain diturunkan secara lisan, metode pengobatan tradisional tersebut mereka catat dalam naskah-naskah. Sayangnya, karena tidak banyak dimanfaatkan dalam ilmu pengobatan, bentuk kearifan lokal itu terancam punah bersama hancurnya alam yang sebenarnya anugerah.
Minum jamu berkhasiat untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, mengobati, dan mempercantik tubuh. Manfaat jamu untuk mengatasi masalah kesehatan dan kecantikan sudah mendapat banyak bukti ilmiah. Jamu dari kacang kedelai, misalnya, baik untuk mencegah masalah menopause, kardiovaskular, dan osteoporosis. Ini karena jamu tersebut kaya akan isoflavon. Sementara itu, pegagan dalam sediaan kosmetik dapat membantu regenerasi sel kulit karena kandungan triterpenoidnya.
Selain naskah lontar atau kitab, sumber tertulis lain, seperti prasasti, tidak menyebut spesifik tanaman obat dan kegunaannya. Secara arkeologis, prasasti adalah piagam resmi kerajaan yang dipahat di batu/lempengan logam.
Dalam prasasti disebut beberapa tanaman, terutama pada prasasti Jawa Kuno. Ismail Lutfi dari komunitas budaya Pandu Pusaka Malang, Jawa Timur, mengungkapkan, nama tanaman ini muncul dalam lima konteks, yaitu sebagai sima atau penetapan suatu daerah, daftar komoditas perdagangan, mencatat peristiwa hukum, jenis-jenis pajak, dan anugerah raja.
Tanaman sebagai komoditas perdagangan inilah yang diduga tanaman obat-obatan. Jadi komoditas karena dibutuhkan banyak orang. Salah satu tanaman yang tertulis dalam prasasti Jawa Kuno adalah wungkhudu (mengkudu), bawang, pisang, dan lada.
Data terkini menunjukkan, ada 40.000 lebih jenis tumbuhan di dunia, 30.000 di antaranya di Indonesia. Data baru Perpustakaan Nasional menunjukkan, ada 9.600 spesies tanaman berkhasiat obat. Sayangnya, baru 300 jenis yang dimanfaatkan dan diproduksi sebagai ramuan obat oleh industri obat.
Di dalam negeri, ketika ilmu pengobatan dunia Barat dianggap membawa efek samping, orang kembali melirik pengobatan tradisional dari tanaman obat atau jamu. Sayangnya, justru klinik pengobatan tradisional China yang laris.
Kita sebagai bangsa Indonesia sudah sepantasnya bersyukur, memiliki banyak bahan-bahan tradisional serta tumbuhan yang berkhasiat yang diolah menjadi obat. Nenek moyang bangsa Indonesia telah mewariskan kemampuan untuk menggunakan dan meramu tanaman-tanaman berkhasiat tersebut menjadi obat yang bermanfaat bagi kesehatan. Kekayaan budaya bangsa kita ini perlu kita catat dan mewariskannya.
Khasiat Jamu Jawa ini adalah salah satu catatan tentang ramuan obat-obatan yang sudah teruji dan terbukti khasiatnya selama berabad-abad. Kami mencoba menyajikannya dengan klasifikasi jenis-jenis penyakit yang sering terjadi di antara kita. –sa