Surabayastory.com – Setiap dongeng adalah sumber kebajikan. Dongeng memang bisa dinikmati sebagai sekadar cerita atau kisah yang terjadi di alam entah berantah. Namun, dongeng, sesungguhnya, juga ingin menyatakan sesuatu yang kita anggap berarti dan bernilai bila diteruskan kepada pembacanya. Mungkin karena itulah dongeng selalu bersifat abadi, dan tak lekang oleh waktu.
Begitu juga dengan kumpulan dongeng yang khusus bercerita tentang para putri ini. Cinderella dan Sepatu Kaca memang sudah sangat dikenal. Hampir setiap orang pernah membaca, atau paling tidak menyaksikan kisahnya di layar perak, atau layar kaca. Kisah Cinderella telah menginsprasi banyak cerita lain yang ditafsir ulang sesuai zamannya. Bahkan bidang studi psikologi pun mengenal istilah Cinderella Complex, yang merupakan dilema yang dihadapi seorang wanita dalam memilih dunianya—antara karir dan rumah tangga.
Cinderella, sang gadis cantik yang beribu tiri kejam itu, mungkin saja sudah tidak terjadi lagi di zaman kita sekarang. Namun, kisahnya sendiri, akan selalu dikenang karena di baliknya ada nilai-nilai dan ajaran-ajaran tertentu yang ingin ditanamkan sang pendongeng kepada kita. Seperti yang sudah kita sama-sama ketahui, setiap perbuatan jahat selalu akan berakhir dengan kekalahan, dan munculnya pihak baik sebagai pemenang.
Hanya saja, mengapa pola yang jahat kalah dan pihak yang baik menang ini selalu muncul dalam hampir setiap kisah-kisah? Bisa jadi itu menunjukkan bahwa ada nilai-nilai yang bersifat universal tentang kejahatan dan kebaikkan. Kita boleh berbeda bangsa, suku, golongan, atau agama, namun dalam apa yang disebut nilai-nilai kebaikkan, kita hampir sepakat.
Semuanya tentang putri yang cantik. Mereka punya masalah berbeda. Juga punya “lawan” yang berbeda pula. Setiap putri harus menghadapi cobaannya sendiri sebelum akhirnya bisa meraih kehidupan bahagia.
Dibaca secara sepintas, dongeng-dongeng ini memang punya alur yang sangat sederhana. Ada pihak baik, ada kehidupan bahagia, dan ada pihak jahat yang dengki dengan kebahagiaan itu. Selanjutnya si jahat akan berupa merebut kebahagiaan itu dengan berbagaicara. Nah, cara-cara yang dipakai si jahat inilah yang hampir selalu menimbulkan menimbulkan antipati kita. Kita selalu tidak suka pada orang ada tokoh yang mau menang dengan cara seenaknya sendiri dan tidak mau bersusah payah berupaya.
Kebanyakan tokoh-tokoh jahat dalam dongeng Putri Tidur, Putri dan Raja Peri, Cinta Sejati sang Putri Duyung, Kerudung Merah, Putri Salju, Rapunzel, dan Si Cantik di Sarang Perompak, ini termasuk tokoh yang kerjaannya adalah iri dan dengki. Mereka ini tidak mau berusaha keras untuk mencapai apa yang mereka inginkan, tetapi hanya ingin mengambil jalan pintas merebut kebahagian yang sudah ada pada orang lain.
Karena alam semesta ini selalu berpihak pada yang baik dan benar, maka usaha jalan pintas si tokoh-tokoh jahat ini selalu berakhir dengan kehancuran mereka. Inilah pelajaran yang ingin disampaikan dongeng-dongeng ini.
Belajar Nilai Hidup Sejak Dini
Dongeng merepresentasikan nilai-nilai sejarah kultural suatu masyarakat. Berakar dari tradisi oral, sejumlah dongeng kemudian dikemas dalam tulisan, gambar dan multi-media. Saat ini, kita tidak hanya bisa menjumpai pendongeng, tapi juga ada komik, film, video game, konten ponsel, dan lain-lain yang mengandung unsur dongeng.
Apapun bentuknya, dongeng bisa menghibur anak-anak, termasuk juga orang dewasa, sejak berabad-abad lalu. Saat bumi ini belum tersentuh sarana penerangan listrik, orang bisa tergelak-gelak sambil tetap mengelilingi seorang pendongeng ulung. Orang juga bisa menitikkan air mata ketika menonton drama tentang penderitaan putri tertentu. Orang juga bisa melampiaskan emosi lain lewat karakter dongeng di video game.
Lewat dongeng, orang bisa mengekspresikan emosi dalam sikap yang bisa diterima secara sosial. lewat dongeng, orang bisa terlibat dalam fantasi proyektif dengan menciptakan suasana atau adegan dengan tema realistik, menggunakan simbolisme, dan metafora. Lewat dongeng, orang juga bisa menciptakan ekspresi non-standar tapi bisa diterima masyarakat.
Dalam kemasyarakatan, dongeng bisa digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai moral, mengekspresikan keyakinan tertentu, m4embangkitkan kesadaran diri dalam masyarakat, memberikan kesadaran budaya komunitas, hingga menyelesaikan masalah praktis sehari-hari.
Boleh dikata, dongeng bisa digunakan di semua disiplin ilmu untuk menyampaikan pengetahuan dan mengkomunikasikan ide-ide. Sejarawan, misalnya, saat mempertanyakan akurasi historik dari suatu dongeng, bisa mendapatkan informasi dari rincian adegan di dalamnya. Itu karena sejumlah perilaku tertentu mencerminkan periode historis tertentu.
Antropolog bisa mempelajari budaya dan tradisi dari kelompok masyarakat tertentu yang menggunakan dongeng tertentu pula. Perilaku dan perbuatan baik dari tokoh-tokoh dalam dongeng bisa mengungkapkan keyakinan atau gaya hidup dari suatu budaya tertentu.
Perjalanan manusia menuju bulan dan angkasa luar, secara tak langsung, banyak diilhami dari dongeng. Dalam dongeng, bulan digambarkan sebagai suatu yang indah, menjadi penerang di malam hari, dan berbagai lambang ketenangan. saat manusia berhasil menginjakkan kaki di bulan, apa yang dibayangkan dalam dongeng itu bisa diungkapkan.
Profesor hukum Alexander Shytov, dalam artikel berjudul ‘Positif Law and Folktales in Far-Eastern Asian Law Context’, mencatat 40 prinsip hukum yang harus diketahui para ahli hukum. Prinsip itu adalah love, restitution, just reward, compassion, mercy, impartiality, virtue, thruth, equality, grace, equity, watchfulness, self-control, peaceful action, grateful response, voluntary sharing, and universal brotherhood.
Kita bisa merasakan universalisme dalam sejumlah dongeng. Coba simak kalimat pertama di kebanyakan dongeng. “Once upon a time”, “Dahulu kala”. “Pada suatu ketika”, “Ing sawijining dina”, dan sejenisnya menunjukkan ketidak-terbatasan waktu sehingga bisa terjadi pada masa lalu kapan saja, Selain waktu, kebanyakan dongeng juga tidak menyebut daerah tertentu. Ini membuat kita bisa mengkhayalkan sendiri tempat dan waktunya sesuai kebutuhan.
Universalisme dongeng juga bisa dilihat dari satu kisah yang punya kemiripan di berbagai penjuru dunia. Dongeng tentang Cinderella misalnya, bisa didapat dalam lebih dari 500 versi di Eropa saja. Kisah serupa atau mirip juga bisa ditemukan di Afrika, Asia, hingga Oseania. Meski ada sejumlah variasi, konsep-konsep intinya tetap sama. Beberapa versi ini diambil dan diterjemahkan dalam buku kumpulan dongeng ini. Maka, jika Anda menemukan beberapa kesamaan dalam beberapa dongeng, itu menunjukkan universalitas.
Dalam dongeng-dongeng ini, cantik saja tidak cukup untuk menjalani kehidupan ini. Banyak sekali cobaan yang harus dihadapi agar Si Gadis menjadi hidup bahagia. Jenis cobaan kadang tidak bisa terbayangkan di zaman modern sekarang ini, tapi konsep dasarnya tetap sama.
Meski kaya nilai moral, tidak semua yang digambarkan dalam dongeng-dongeng ini sesuai dengan kenyataan sekarang. Misalnya, sebagian dongeng di sini menunjukkan ibu tiri kejam, jahat, dan rela melakukan berbagai cara demi memenuhi keinginan sendiri. Kenyataannya, tidak semua ibu tiri sejahat dan sekejam itu. banyak ibu tiri yang terbukti baik, sayang, dan melindungi anak tirinya.
Maka, saat meramu nilai-nilai kebaikan dalam dongeng, jangan lupa, tidak semua dongeng cocok untuk tujuan pendidikan moral anak atau diri sendiri. beberapa dongeng sangat jelas menunjukkan ide-ide buruk, misalnya, bagaimana orang menyelkesaikan masalah dengan cara membunuh. Maka, untuk menjadikan dongeng sebagai alat untuk mengajarkan nilai-nilai, Anda harus sangat bijak. –sa
Thank you for the good writeup It in fact was a amusement account it Look advanced to far added agreeable from you However how could we communicate
Silivri su kaçağı tespiti Salon zeminindeki su kaçağını termal kamerayla buldular. Parkeleri koruyarak sorunu çözdüler. Hande H. https://nonprofitmissouri.org/author/kacak/
I love it when people come together and share opinions, great blog, keep it up.
Thank you so much for sharing this wonderful post with us.