Ini adalah sebuah cerita dongeng rakyat dari Belanda. Ceritanya menarik untuk bahan dongeng anak-anak menjelang tidur nanti malam. Selamat membaca.
Surabayastory.com – Beribu tahun lalu, jutaan peri turun ke bumi. Mereka tinggal di akar, daun, dan pohon. Peri-peri itu ada juga yang tinggal di Pohon Ek. Ini adalah raja pohon di Belanda. Peri yang hidup di Pohon Ek adalah Peri Lumut dan Peri Katharine.
Pada masa itu, hiduplah seorang tukang kayu yang baik hati. la bernama Van Eyck. Ia dikenal sebagai pekerja keras dan orang yang baik hati. Meski dia miskin, tapi dia suka menolong sesama.
Sebelum mengambil kayu, Van Eyck selalu dengan sopan meminta izin lebih dulu kepada Pohon Eyck. Karena itulah Peri Lumut dan Peri Katharine yang tinggal di pohon itu suka padanya.
“Dia benar-benar pria yang sopan dan baik hati,” ujar Peri Lumut.
“Tapi sayangnya dia sangat miskin. Padahal ia seorang pekerja keras. Tampaknya kita harus menolongnya,” sahut Peri Katherine.
“Aku sependapat denganmu, tapi bagaimana caranya?” tanya Peri Lumut.
“Oh, aku punya ide,” kata Peri Katharine.
Begitulah akhirnya kedua peri baik hati itu sepakat menolong Van Eyck dengan cara mereka sendiri.
Suatu hari ketika Van Eyck menghampiri pohon Eyck untuk meminta izin mengambil kayu, Peri Lumut dan Peri Katharine muncul di hadapannya. Peri Khaterine berkata, “Bawalah dua potong batang pohon Ek. Jemurlah keduanya hingga kering dan taruh di atas meja makan sebelum kau tidur. Selanjutnya kau akan lihat sendiri apa yang akan terjadi.”
Van Ecyk pun menjalankan apa yang telah dikatakan kedua peri itu. Keesokan harinya, Van Eyck mendapati sepasang sandal kayu di atas meja makan. Sepatu kayu itu sangat sempurna. Bentuknya bagus dan penampilannya sangat indah. Sandal itu sangat kuat tapi enteng.
“Bukankah itu dua batang pohon Ek yang aku taruh kemarin? Bagaimana bisa berubah menjadi sandal kayu?”, tanyanya dalam hati.
Tetapi setelah berpikir sejenak, akhirnya ia sadar sandal itu adalah karya dari dua teman perinya, yaitu Peri Lumut dan Katherine. “Oh, terima kasih Peri Lumut dan Peri Katherine yang telah menghadiahiku sepasang sandal kayu yang indah,” katanya dalam hati.
Van Eyck langsung mencobanya. Sandal dari kayu itu ternyata enak sekali dipakai. Sandal itu ia coba gunakan berjalan di lumpur atau tanah yang lembek. Ternyata tetap enak dipakai.
Istri dan anak Van Eyck juga menginginkan sandal kayu seperti itu. Mereka ingin dibuatkan oleh Van Eyck.
“Suamiku, dari mana kau dapatkan sandal kayu yang begitu indah. Apakah aku dan anakmu bisa memilikinya juga?” tanya sang istri.
“Ini hadiah dari Peri Lumut dan Peri Katharine, istriku. Aku akan coba buatkan untuk kamu dan anak kita. Aku juga mau membuatnya untuk dijual,” ujar tukang kayu itu.
“Itu ide yang bagus suamiku. Apa nama sandal ini?” tanya sang istri.
“Klompen. Mulai sekarang aku akan mencari uang dengan membuat klompen,” kata Van Eyck riang.
Van Eyck mencoba membuat beberapa klompen dengan desain contoh yang diberikan oleh Peri Lumut dan Peri Katharine untuk istri dan anaknya, dan sisanya dijual. Ternyata keluarganya dan pembeli sangat menyukai dan memuji klompen buatannya.
Klompen buatan Van Eyck akhirnya tersebar ke mana-mana dari mulut ke mulut. Dengan mempekerjakan beberapa pekerja, Van Eyck mulai memproduksi klompen dalam jumlah besar.
Kerja keras Van Eyck tak sia-sia. Selain klompennya digemari masyarakat, keluarga istana ternyata berkenan jadi pelanggan tetapnya.
Ia mempekerjakan lebih banyak pekerja lagi, ketika klompennya ternyata diminati orang-orang di negeri seberang. Lama-lama, semua orang Belanda memakai klompen.
Alhasil, nasib Van Eyck dan keluarganya berubah menjadi orang kaya. Tapi yang membuat dia dihormati banyak orang adalah ia tidak menjadi sombong dan suka menolong sesama yang menghadapi kesulitan hidup. –vee