Surabayastory.com – Novel serial James Bond yang satu ini sangat fenomenal. Penggalan judulnya dipakai di mana-mana sebagai kutipan dari kata-kata ataupun karya artistik lainnya (tulis maupun visual). Novel The Spy Who Loved Me memang terus terajut sepanjang zaman. Novel ini termasuk tebal, untuk membacanya tak bisa sekali duduk. Kecuali bagi mereka yang mager (malas-gerak), keranjingan cerita-cerita detektif Bond, atau gabut gak punya kerjaan.
Bagaimana isi ceritanya? The Spy Who Loved Me, yang pertama kali diterbitkan pada 16 April 1962, juga karya Ian Fleming yang unik. Ini satu-satunya kisah James Bond yang dinarasikan lewat gaya ‘orang pertama.’ Biasanya, lewat ‘orang ketiga’. Dalam gaya penulisan ‘orang ketiga’, si penulis cerita (yakni Ian Fleming) memposisikan diri di luar tokoh-tokoh yang ditulis dalam ceritanya. Dia hanya menceritakan bagaimana tokoh utamanya (James Bond) lalu menceritakan tokoh lainnya. Dalam gaya ‘orang pertama’, si penulis (yakni Ian Fleming) bercerita lewat tokoh utama novel ini (yakni Vivienne Michel). Si tokoh utama menjadi sentra yang memandang semua ‘orang kedua’ (yakni tokoh-tokoh lain dalam cerita).
Untuk menguatkan gaya ‘orang pertama’ ini, Ian Fleming bahkan menulis prolog tentang karakter sentral Vivienne Michel sebagai co-author dari novel ini. Seolah-olah, Vivienne Michel menulis perjalanan hidupnya sendiri dan kemudian Ian Fleming menambahkan bagian terakhirnya. Padahal, hingga saat ini, tidak diketahui pasti apakah tokoh Vivienne Michel ini benar-benar ada atau hanya fiktif.
Novel Sensual
Sejumlah pengamat menilai, The Spy Who Loved Me adalah novel Ian Fleming seri James Bond yang paling eksplisit menggambarkan unsur sensualitas. Maka, dalam novel ini, kisah tentang Vivienne Michel (yang ia ceritakan sendiri) sangat mendominasi. Dua dari tiga bagian besar novel ini berkisah tentang dia. Bagian pertama, dengan judul besar SAYA, berkisah tentang kehidupan berat Viv. Bagian kedua, dengan judul besar MEREKA, berkisah tentang pertemuan Viv dengan para penjahat. Bagian terakhir, dengan judul besar DIA, baru berkisah tentang James Bond. Itu pun, dikisahkan, Bond tiba-tiba datang dan kemudian tiba-tiba menghilang.
Gaya penulisan ‘orang ketiga’ semacam ini sebenarnya bisa memberi rasa baru bagi serial novel dan cerpen James Bond. Eksperimen ini bisa mengangkat citra James Bond dari pemujanya. Namun, perobahan gaya ini tidak banyak mendapat reaksi. Justru, reaksi keras bermunculan terkait seksualitasnya yang terlalu transparan. Sampai-sampai, Ian Fleming tidak cukup percaya diri terhadap penerbitan novel itu. Sampai-sampai, ia memblokir penerbitan di negerinya sendiri –Inggris– meski tetap saja terbit di Amerika Serikat. Penerbitan di Inggris baru terjadi 1967 atau tiga tahun setelah Ian Fleming meninggal.
Reaksi tak terlalu positif ini juga berpengaruh dalam pembuatan filmnya –setelah copy right dipegang Harry Saltzman dan Albert R. Broccoli. Fleming hanya memberi izin judulnya untuk dijadikan film, bukan isi ceritanya. Maka, saat film dengan judul The Spy Who Loved Me dirilis pada 1977, isinya sama sekali lain dengan isi novelnya.
Film itu sendiri berkisah tentang seorang megalomania bernama Karl Stromberg (diperankan Curd Jürgens) yang ingin menghancurkan dunia dan menciptakan peradaban baru di bawah permukaan laut. Untuk mulai mewujudkan ide gilanya, ia membuat beberapa kapal selam Inggris dan Rusia lenyap di laut. Dari kasus ini, agen 007 (James Bond yang diperankan Roger Moore) dari Dinas Rahasia Inggris diturunkan. Di tempat lain, KGB juga menurunkan agen XXX (Mayor Anya Amasova yang diperankan Barbara Bach) dari Rusia. Dua agen rahasia ini lah yang dikisahkan saling jatuh cinta sesaat.
Bahkan, film itu juga dijadikan novel pada tahun yang sama oleh penulis skenario Christopher Wood. Judulnya adalah James Bond, The Spy Who Loved Me. Jadi, jika Anda mendapatkan novel yang isinya mirip di film, itu bukan karya orisinal Ian Fleming.
Meski demikian, masih ada sedikit aroma yang sama antara film James Bond itu dengan novel karya Ian Fleming. Dalam novel, ada figur penjahat bernama ‘Sluggsy’ dan ‘Horror’. Sluggsy digambarkan bertubuh pendek, kekar, punya penyakit khusus yang mencegah tumbuhnya rambut. Horror digambarkan sebagai pria kurus jangkung, dengan gigi baja. Dalam film ada tokoh jahat ‘Sandor’ dan ‘Jaws’. Sandor digambarkan bertubuh pendek dan berkepala botak. Jaws digambarkan bertubuh raksasa, super kuat, dengan gigi baja mengkilap.
Novel ini juga terkait dengan seri lain James Bond. Misalnya, seperti dalam kisah Dr No, Bond juga menggunakan batal/ guling untuk menyamarkan dirinya sedang tidur. Seperti dalam The Man with The Golden Gun, kisah ini juga melibatkan celah di lemari pakaian di tembok yang berhubungan dengan kamar lain. Dalam kisah ini, Bond juga bercerita ringkas tentang operasi Thunderball.
Novel The Spy Who Loved Me adalah novel utama yang tak boleh dilewatkan bagi para pembaca cerita detektif. Selain menarik ditonton filmnya, James Bond 007 juga dramatis dibaca ceritanya. –sa
In this great scheme of things you’ll receive an A+ just for effort and hard work. Where you confused everybody was first in your details. As it is said, the devil is in the details… And it couldn’t be much more true at this point. Having said that, allow me say to you what did work. Your article (parts of it) can be rather engaging which is probably the reason why I am taking the effort in order to comment. I do not make it a regular habit of doing that. Secondly, while I can easily see a leaps in reason you make, I am not really certain of exactly how you appear to unite the ideas which in turn produce the conclusion. For the moment I will, no doubt yield to your position however hope in the future you actually connect the facts better.