Memandangi album-album foto mengingatkanku kembali pada banyak kenangan. Aku melihat sekumpulan keluarga dan teman-temanku yang bahagia.
SEMUA foto itu menunjukkan aku adalah sosok yang sehat dan bahagia. Ketika membalik halaman, begitu banyak pikiran menyelinap dalam benakku: peristiwa, tempat, dan apa yang membuatku menulis keterangan yang mengiringi foto.
Berbagai foto tentangku sebagai seorang anak berusia sepuluh tahun tertulis: “Sosok gadis yang lebih besar dari usianya, kupikir dia harus menjalani diet.’’ Gambar-gambar menunjukkan seorang gadis yang amat cantik, tidak begitu gemuk, tapi dua kali lebih besar dari teman sekelasnya.
Kemudian ada sebuah foto menarik seorang gadis berusia dua puluh tahun dalam sebuah kostum renang dengan tulisan: ’’Mencapai tujuanku, hanya kehilangan dua batu.’’ Foto-foto bagus mengikuti, setiap foto menunjukkan seorang wanita bahagia yang bertarung melawan kegemukan.
Halaman beralih, aku melihat komentar lain yang memberitahu sebuah kisah: ’’Usia tiga puluh tahun. Aku terlihat sensasional setelah enam bulan hidup di neraka. Itu adalah diet terparah, tapi sepadan hasilnya.’’
Di satu tempat pada foto sepuluh tahun berikutnya aku menemukan sebuah keterangan yang tertulis dengan rapi: ’’Ini diambil pada hari pertama setelah satu minggu berada di balai kesehatan. Kurasa aku adalah pelaku diet klasik. Bobot badanku bertambah lagi dan semua orang memberitahuku aku harus mengurangi berat badan. Aku benci pendapat fashion bahwa kita harus berukuran 12 dan seharusnya tidak memiliki lebih dari ukuran rasio tubuh. Kupikir aku harus makan daun selada seumur hidupku.’’
Mereka bilang hidup dimulai pada usia empat puluh tahun. Dan foto pada hari pesta ulang tahunku yang keempat puluh menunjukkan sebuah kepercayaan diri, berdandan dengan cantik, wanita yang tersenyum dengan kilau kebahagiaan.
Saat inilah, seingatku, muncul dalam diriku betapa bahagianya aku dalam menjalani hidup ini. Seorang wanita bahagia yang telah menikah dan dikaruniai seorang putri yang cantik. Aku masih memiliki waktu untuk menjalankan kesibukanku seperti berenang setiap hari, mengajak jalan-jalan anjing keluarga, menikmati hidup dengan keluarga dan teman-temanku, dan tetap terlibat dengan akrab dalam komunitas dan kerja amal.
Sekarang aku telah belajar untuk menikmati hidup. Aku tak lagi sepenuhnya membiarkan masyarakat mendikte pilihan busanaku. Aku sekarang mengerti pembentukan tubuh bukanlah persoalan fashion tetapi kesehatan. Setiap hari aku mengakui bahwa aku adalah pribadi yang unik yang memiliki banyak talenta dan berbagai keistimewan. Dan kepada dunia aku katakan, ’’Terimalah aku apa adanya!’’
—Phillipa Chalis