Selain menimbulkan akibat-akibat buruk lainnya seperti konflik dengan lingkungan, masalah mental, gangguan kesehatan, kematian, dan bahkan bunuh diri.
Surabayastory.com – Tak seharusnya kita khawatir mengalami patah hati. Sebab semua orang secara alami akan mengalaminya. Seorang anak yang tumbuh menjadi remaja biasanya mulai tertarik lawan jenisnya. Mungkin ia sempat berpacaran tapi ditinggal oleh kekasihnya atau ada juga yang cintanya tak kesampaian karena ditolak oleh sang pujaan hati. Kedua hal itu bisa menyebabkan terjadinya patah hati.
Karena patah hati setiap saat bisa datang tanpa diundang, kita harus menyiapkan mental kita agar kalau kita mengalaminya tidak sampai berlarut-larut. Sebab bila kita membiarkan diri terseret terlalu jauh oleh emosi-emosi yang timbul akibat patah hati, maka itu bisa menimbulkan trauma dan bisa mengganggu hubungan asmara selanjutnya.
Mengutip artikel di Huffington Post, patah hati bisa menyebabkan banyak masalah mental dan kesehatan. Di antaranya adalah”
- Insomnia
Saat mengalami patah hati, Anda hanya bisa membolak-balikkan badan ketika ingin tidur dan mata tetap terjaga? Anda tidak sendirian. Tubuh mungkin merasa resah sehingga menyebabkan stres fisik yang membuat Anda kena gangguan insomnia atau kesulitan tindur. Perasaan patah hati membuat tubuh mengeluarkan kortisol yang tinggi sehingga menyebabkan kesulitan memejamkan mata.
- Trauma
Mengalami patah hati adalah salah satu pengalaman yang paling menyakitkan dalam hidup dan ketika itu terjadi seringkali kita merasa tak bisa mengatasinya. Pengalaman hati patah bisa mengendap lama dan muncul lagi. Sesak di dada, pikiran sakit yang seolah tanpa akhir, air mata dan kesedihan secara harfiah dapat menghabiskan energimu dan meninggalkan luka dalam perjalanan hidupmu.
Itu bisa membutuhkan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan dan kadang-kadang manghabiskan seluruh hidup kita untuk mengatasinya. Bahkan ketika Anda memutuskan untuk bangkit, Anda tidak sepenuhnya pulih dari patah hati, karena ada sebuah luka yang menutup sebagian hatimu atau bahwa lebih buruk lagi seluruhnya.
Sangat umum bagi setiap orang yang mengalami patah hati memiliki pemikiran seperti ini: “Saya tidak pernah bisa mencintai sepenuh hati lagi”, “Saya tidak akan pernah mempercayai seseorang yang lain lagi dengan hatiku”, “Saya tidak layak mendapatkan cinta” atau “cinta itu menyakitkan, cinta itu sakit.” Kemudian pemikiran-pemikiran ini mengendap dalam pikiran bawah sadarmu dan mewarnai realitasmu. Kalau ini terjadi patah hati tidak akan bisa sepenuhnya disembuhkan.
Bila Anda terus memupuk emosi-emosi patah hati seperti itu, Anda akan menjadi trauma yang membuat Anda takut menjalin kembali hubungan cinta. Tidak itu saja, Anda mungkin akan mengalami kesulitan menjalin kembali hubungan dengan orang lain. Rasa takut akan kembali mengalami patah hati beserta rasa sakitnya akan diproyeksikan pada hubungan barumu. Kalau ini terjadi, Anda tidak akan sepenuhnya membuka hati, memberi dan menerima cinta dan yang paling pasti Anda tidak bisa sepenuhnya mempercayai orang lain. Akhirnya partner barumu menjadi frustasi oleh ketidakmampuanmu untuk sepenuhnya menerima cintanya dan mempercayainya. Lalu yang lebih buruk lagi bila dia memutuskan hubungan, membuatmu benar-benar mengalami patah hati, ditinggalkan, dan ditolak lagi.
Untuk mencegah hal ini terjadi, satu-satunya cara adalah tutuplah secara absolut emosi-emosi buruknya dan jangan memproyeksikan sakit masa lampau pada hubungan masa kini dan masa yang akan datang. Ini akan membersihkan semua pengalaman analog masa lampau yang berhubungan dengan patah hati (termasuk kehidupan masa lampau), dan membersihkan semua kepingan-kepingan jiwa dan identitas masa lampau dan mengaktifkan suasana hatimu pada gelombang cinta. Dengan demikian Anda bisa mengalami penyembuhan pernamen dan meningkatkan kemampuanmu untuk mewujudkan hubungan dengan hati yang sudah bersih dari perasaan sakit hati.
Ketika kita juga dapat membersihkan emosi-emosi yang timbul dari pengkhianatan, penolakan, pengabaian, dendam, kebencian dan kecemburuan, ini akan membuatmu membuka hatimu lagi untuk memberi dan menerima cinta dan rasa percaya pada hubungan baru. Ini adalah elemen-elemen kunci untuk hubungan yang sehat, harmonis, penuh cinta dan menyenangkan.
Lisa Walker mengatakan, secara umum (tidak hanya sebatas persoalan asmara) trauma emosional dan psikologis merupakan akibat dari peristiwa yang menimbulkan stress luar biasa yang menghancurkan rasa aman Anda, membuat Anda merasa tak berdaya dan rentan dalam suatu dunia yang sekarang tampak asing. Apabila Anda merasa trauma atau shock Anda mungkin merasa sedih, melakukan penyangkalan dan merasa semua itu bukan hal yang nyata.
Ketahuilah bahwa suatu ketika Anda akan melewati kondisi semacam ini. Sekarang waktunya untuk memperlakukan dirimu sendiri dengan simpati dan perhatian yang lebih banyak. Ketika kita kehilangan seseorang yang memiliki hubungan intim dengan kita, dimana kita tergantung secara emosional dan finansial , itu dapat mengusik rasa nyaman, rasa aman, dan kepercayaan kita. Tonggak kehidupan kita seolah-olah menghilang dan kita mungkin seolah-olah terkatung-katung dalam kehidupan kita sendiri. Dalam beberapa kasus kita dipaksa menciptakan pondasi stabilitas yang baru dalam kehidupan kita.
Suatu situasi yang membuat Anda merasa tersisih dan sendirian bisa menjadi traumatik, bahkan ketika itu tidak melibatkan cedera fisik. Itu bukanlah fakta yang obyektif yang menentukan apakah suatu peristiwa menimbulkan trauma, melainkan pengalaman emosional subyektifmu terhadap suatu peristiwa. Semakin engkau merasa takut dan tak berdaya, semakin mungkin Anda menjadi trauma.
Kesedihan dan Traumatik
Apabila Anda mengalami pengalaman traumatik, Anda mungkin bergulat dengan perasaan-perasaan/kenangan-kenangan buruk atau rasa cemas terus-menerus yang tidak bisa Anda singkirkan. Atau mungkin Anda merasa mati rasa, tidak terhubung, dan tidak bisa mempercayai orang lain. Ketika peristiwa-peristiwa traumatik terjadi, membutuhkan waktu untuk mengatasi rasa sakit dan mendapatkan keseimbangan lagi. Tapi perlakuan dan dukungan keluarga dan teman-teman bisa mempercepat kesembuhanmu dari trauma emosional dan psikis. Ketahuilah Anda dapat sembuh dan bangkit.
Menurut Lisa, kebanyakan orang mendefinisikan stres sebagai sesuatu yang menyebabkan kesedihan. Akan tetapi, stres tidak selalu berbahaya karena meningkatnya stress bisa juga mengakibatkan meningkatnya produktivitas. Sejumlah definisi stres seharusnya juga meliputi stres yang sehat ini, yang biasanya diabaikan ketika Anda bertanya pada seseorang tentang definisi stres. Definisi stress untuk banyak orang cenderung berfokus pada perasaan-perasaan dan emosi-emosi negatif yang dihasilkan. Hampir setiap definisi stres juga mendiskusikan respon-respon fisik, psikologis, atau biokimikal yang dialami atau diamati. Suatu definisi yang sangat komprehensif dari stres yang luas adalah model biopsikologi sosial, yang sebagaimana namanya, memiliki tiga komponen. Definisi stres membedakan antara elemen eksternal, internal dan yang ketiga, yang menggambarkan interaksi antara kedua faktor.
Stres mulai dengan sebuah persepsi dan terciptanya respon psikologis. Stres merupakan respon normal yang esensial terhadap perasaan yang diserang atau terancam. Berjuang, melarikan diri dan diam saja adalah respon yang kita kembangkan untuk memproteksi diri kita dari bahaya. Pada saat stres, hormon-hormon dilepaskan dan, ketika detak jantung kita meningkat dan tekanan darah meningkat, kita bernafas lebih cepat, bergerak lebih cepat, memukul lebih keras, melihat lebih baik, mendengar lebih akurat, dan melompat lebih tinggi daripada yang dapat dilakukan sebelumnya. Dengan fokus dan menyalurkan energi kita untuk pertahanan fisik kita, maka perubahan-perubahan neorogikal dan psikologikal memungkinkan kita untuk melindungi diri kita lebih baik pada saat itu. Tapi sekali bahaya bisa dilewati, sistem syaraf kita menjadi tenang dan kita kembali ke keadaan keseimbangan atau keseimbangan neorologis. Stres positif dapat menghasilkan perasaan-perasaan penuh gairah dan peluang. Tidak semua orang mengalami stres dengan cara yang sama. Tantangan yang menyenangkan bagi seseorang mungkin menjadi pengalaman yang menakutkan bagi orang lainnya.
Ketika seseorang menjadi traumatis mereka ada dalam keadaan stres yang beku di tempat yang terkunci ke dalam pola kesedihan neorologis yang tidak mengarah pada ekuilibrium. Traumatisasi meningkatkan ketidakstabilan terus-menerus yang dapat membawa banyak bentuk-bentuk mental, sosial, emosional dan fisik. Seperti stres biasa, trauma juga dialami secara berbeda oleh individu-individu berbeda.
Trauma dan kehilangan adalah bagian dari hidup. Itu bukan apa yang terjadi pada kita tapi bagaimana kita bereaksi terhadapnya yang menentukan apakah suatu pengalaman atau serangkaian pengalaman yang kurang intens akan menjadi trauma atau tidak. Semakin rentan seseorang, semakin mereka beresiko mengalami kekacauan saraf yang dapat menyalurkan pengalaman-pengalaman traumatik.
Baik kekacauan yang menyertai suatu peristiwa yang intens sebagaimana digambarkan pada gejala-gejala PTSD (post traumatic stress disorder) ataupun peristiwa-peristiwa yang tampak jinak dengan gejala-gejala seperti depresi, kecemasan atau kekacauan hubungan, peristiwa-peristiwa yang menyebabkan trauma emosional mengandung tiga komponen umum:
- Terjadinya tidak diharapkan
- Orang tidak siap menghadapi kejadian itu
- Kejadian itu tak bisa dicegah.
Trauma dapat terjadi akibat pemutusan hubungan yang signifikan. Peristiwa-peristiwa traumatis bisa menimbulkan akibat emosional yang serius pada orang yang terlibat, bahkan walaupun tidak menyebabkan kerusakan fisik.
Apabila Anda mengalami gejala-gejala ini sebagai akibat patah hati sebenarnya itu adalah bagian dari proses dirimu dan respon normal terhadap pengalaman traumatis.
- Gangguan Bipolar
Miris, galau sudah menjadi tren bagi kalangan remaja di Indonesia. Padahal galau yang memiliki intensitas yang terlalu sering, bisa mengakibatkan gangguan kejiwaan pada remaja. Gangguan tersebut dinamakan dengan bipolar, yaitu sebuah bentuk gangguan jiwa yang bersifat episodik atau berulang dalam jangka waktu tertentu. Gangguan ini biasa dimulai dari gejala perubahan mood (suana hati) dan bisa terjadi seumur hidup.
Seseorang harus jeli melihat gejala bipolar sebagai bentuk penyesuaian diri atau sudah merupakan episode depresi.
Episode depresi biasa terjadi pada penderita bipolar, minimal setiap hari selama dua minggu. Hal ini dapat terlihat dari perilakunya, yang tidak mau bertemu dengan orang-orang, pesimistik, memikirkan sesuatu yang nihilistik, maka kemungkinan untuk dapat terpicu bipolar 30 persen. Perlu dibedakan antara depresi reaktif dan depresi pada gangguan bipolar. Tentu cara membedakannya dengan melakukan serangkaian tes tertentu.
Jenis depresi yang berbeda, karena setiap orang pasti dapat merasakan sedih dan pesimis. Namun bila itu terjadi terus menerus atau disebut sebagai episode depresi, maka perlu dikhawatirkan.
Beberapa masalah lain yang perlu diperhatikan adalah gangguan bipolar bisa mengakibatkan bunuh diri bagi penderitanya. Angka bunuh diri yang diakibatkan gangguan bipolar 20 kali lebih tinggi dibanding angka bunuh diri dalam populasi umum tanpa gangguan bipolar, yaitu 21,7 persen dibanding satu persen.
Ia mengatakan, bila dibandingkan dengan penderita skizofrenia, bipolar juga 2-3 kali berpotensi melakukan tindakan bunuh diri. Ada sekitar 10 hingga 20 persen penderita bipolar mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, dan 30 persen lainnya pernah mencoba bunuh diri.
Jelaslah bahwa gangguan mental yang diakibatkan oleh patah hati tidak bisa dianggap remeh. Orang yang mengalami depresi bisa lari ke minuman keras, narkoba, prestasi belajar menurun, tindakan kekerasan, dan percobaan bunuh diri. –drs