Jalan Kenari sudah lama tersembunyi. Puluhan tahun jadi misteri, kini warga Surabaya bisa kembali menelusuri.
Surabayastory.com – Wahai warga Kota Surabaya, masihkah mengenal Jalan Kenari Surabaya? Kalau ada yang tak tahu, mungkin bisa dimaklumi. Lebih dari 20 tahun jalan tua di kota Surabaya ini tersembunyi, selalu tertutup. Lebih tepatnya ditutup sepihak sehingga tak bisa lagi dilalui oleh masyarakat umum.
Jalan Kenari sebenarnya ada di jantung kota Surabaya. Bila Anda berkendara di Jalan Tunjungan, 100 meter sebelum tikungan belok ke Jl Gubernur Suryo, ada jalan ke kiri. Jalan perlahan, tengoklah ke kiri. Itulah Jl Kenari. Jalan ini lebarnya sekitar 10 meter. Dari Tunjungan, bila belok ke kiri masuk Jl. Kenari, nantinya akan tembus ke Jl. Simpang Dukuh.
Bila menilik peta kewilayahan, Jl Kenari masuk wilayah Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng kota Surabaya. Dulu, di pojokan Jl Kenari dan Jl. Tunjungan, terdapat bangunan yang sangat ikonik di Surabaya. Namanya bangunan pertokoan dan restauran Hellendorn. Perancangnya adalah Ir. Th. Van Oyen, seorang arsitek Belanda. Kompleks pertokoan ini didirikan sekitar tahun 1930. Dengan desain tropik kolonial, bangunan ini menggunakan struktur beton yang masif dan kuat. Ini adalah gaya arsitektur yang sedang hits saat itu.
Sebagai tambahan catatan, Restoran Hellendorn adalah salah satu restoran Eropa yang memiliki nama dan pengaruh yang kuat di Surabaya. Tempat ini membawa suatu kebiasaan baru, yaitu makan dan
kebiasaan ala Eropa. Begitu juga dengan tempat hiburannya, semua bergaya Eropa. Gaya ini kemudian menjadi acuan tren wisata kuliner dan hiburan di Surabaya.
Ketika zaman berganti, bangunan dan ikon lanskap Tunjungan itu hilang. Perlahan, satu persatu bangunan di sana diruntuhkan, dan berganti dengan bangunan baru yang menghapus jejak masa lalunya. Berikutnya, Jl Kenari lebih dari 20 tahun jalan ini ‘hilang’, ditutup dengan pagar seng oleh pihak investor yang merasa telah membeli atau memberi ganti rugi kepada pemerintah kota kala itu.
Bagaimana Jl. Kenari sekarang? Setelah kembali ke pangkuan warga kota Surabaya (5/6/2018), hingga pekan kemarin, Jl Kenari masih sunyi. Tak banyak masyarakat yang memanfaatkan jalan umum itu. Ini sangat mungkin karena belum ada petunjuk yang meyakinkan jika Jl Kenari bisa dilalui masyarakat umum. Di samping kiri-kanannya masih ditutup seng bercat kuning menyala.
Setelah mencoba masuk menelusuri, yang terlihat adalah jalan sepi dengan tanah kosong berpagar seng di sebelah kirinya. Belum ada pedestrian. Di sepanjang jalan, di luar jalanan aspal ditumbuhi tanaman-tanaman perdu liar. Memang belum dilakukan perbaikan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Satu-satunya langkah yang dilakukan adalah dengan membongkar bagian jalan yang menutup saluran air pengendali banjir yang telah ada sejak zaman Belanda. Persis di bawah badan jalan Kenari terdapat saluran air besar yang puluhan tahun tidak berfungsi. Saluran air ini menyambung dari area Embong Malang sampai Blauran, lalu menuju Rumah Pompa Simpang Dukuh. Perbaikan saluran air yang besar ini memungkinkan wilayah sekitar Tunjungan dan Embong Malang bisa lebih dikendaliran aliran airnya.
Berjalan lagi lebih dalam ke Jl Kenari, benar-benar belum ada tanda arus kendaraan. Hanya satu kendaraan yang lewat dari arah Simpang Dukuh ke Tunjungan. Di samping kiri-kanan hanya terlihat pagar seng memanjang hingga tembus Jl Simpang Dukuh. Pagar itu menutup lahan kosong tanpa aktivitas.
Dengan dibukanya Jl Kenari, warga Surabaya patut bersyukur. Ada jalan alternatif untuk mengurangi kemacetan Jl Tunjungan. Dengan pelebaran Jl Simpang Dukuh yang akan menjadi dua lajur, maka bila Jl Tunjungan ditutup, eksistensi Jl Simpang Dukuh dan Jl Kenari pasti akan terlihat. Duia jalan ini akan menjadi pengurai limpahan arus lalu lintas dari Jl Tunjungan.
Fungsi jalan yang telah lama hilang kini telah kembali. Jl Kenari yang puluhan tahun tersembunyi, kini sudah bisa kembali dilintasi. –sa