Fantasi menjadi bagian dalam kehidupan. Fantasi-fantasi ini terus dianyam dalam ingatan dan pengalaman.
KONSEP tentang fantasi tidak sadar ditemukan oleh Sigmund Freud, seorang neurologi mahsyur dari Austria, dan dikembangkan lebih jauh oleh para analis lain, khususnya Melanie Klein serta para analis yang mengikuti jejaknya. Fantasi muncul dalam pikiran kita setiap waktu tanpa kita ketahui. Beberapa di antaranya bisa dilihat jelas oleh orang lain, yang lainnya lebih tersembunyi. Fantasi-fantasi ini menentukan minat kita terhadap dunia, keyakinan dan asumsi-asumsi kita, apa yang menarik perhatian kita, dan apa yang kita lakukan dengannya.
Fantasi dimotivasi oleh kebutuhan dan keinginan. Serta dipergunakan dalam menghadapi konflik dan kegelisahan dalam berbagai cara yang memungkinkan kita untuk mempertimbangkannya dengan baik dan mengujinya dengan realita, baik realita dari pengalaman-pengalaman kita sendiri ataupun realita dari dunia luar. Kita juga bisa menggunakan fantasi untuk menyangkal realita dalam berbagai cara yang dialami sebagai sesuatu yang destruktif, dan sifat destruktif ini sendiri sering kali juga disangkal.
Dalam buku kajian psikoanalisis Fantasy, disebutkan jika gagasan bahwa fantasi terdapat di balik semua asumsi, keyakinan, pikiran, sikap, hubungan, dan tindakan kita mungkin tampak seperti sesuatu yang aneh untuk dipakai sebagai titik awal. Kita tahu bahwa keyakinan orang-orang tidak selalu rasional atau masuk akal, bahwa keyakinan kita mungkin tidak sepenuhnya didasarkan pada persepsi yang jelas atas realita mungkin merupakan sesuatu yang lebih sulit lagi untuk diterima.
Apa yang disukai dari konsep tentang fantasi ini adalah cara di mana fantasi memberikan tempat bagi rasionalitas dan persepsi atas realita. Fantasi mungkin sepenuhnya rasional dan masuk akal, di lain pihak, ia mungkin didasarkan pada kesalahpahaman kecil yang muncul dari ketidaktahuan, dan seluruh struktur pemikiran dan perilaku kita terpenuhi oleh fantasi tersebut -dalam suatu cara yang sepenuhnya rasional.
Banyak di antara fantasi yang kita gunakan untuk memahami diri sendiri dan orang lain adalah fantasi-fantasi yang dekat dengan realita. Fantasi-fantasi seperti inilah yang bisa kita andalkan, dan tidak akan mengecewakan kita. Fantasi-fantasi lain ada yang sangat primitif dan sama sekali tidak realistik, namun masih memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan kita dengan cara kita kita sendiri.
Banyak di antara fantasi normal kita, yang tidak realistis, namun cukup baik bagi kita dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, pada kenyataannya menciptakan tingkat kegelisahan yang besar.Fantasi-fantasi lain, yang diciptakan dalam usaha untuk menghilangkan kegelisahan, menghapuskan kegelisahan dari pikiran dan perhatian kita dengan cara memisahkannya dengan benar, dan pada saat yang tepat. Pemahaman atas cara kerja fantasi-fantasi seperti ini akan memungkinkan kitauntuk menemukan cara-cara yang lebih baik dalamdiri sendiri ataupun orang lain.
Fungsi Fantasi: Menangani Konflik
Ada banyak cara dalam menangani konflik dalam fantasi. Perselisihan internal memang bisa terjadi, apakah aku harus melakukan ini, atau aku harus melakukan itu? Sebuah konflik juga bisa dieksternalisasikan. Dua orang dengan konflik internal yang sama bisa saling berkomunikasi dan berargumentasi daripada hanya berargumentasi dalam kepala mereka masing-masing. Salah seorang mungkin mengatakan bahwa dia bisa melakukan sesuatu, yang lain mengatakan dia tidak bisa melakukannya. Dalam hal ini konflik internal yang terjadi telah dikeluarkan dan dimainkan di dunia luar.
Namun kadang permasalahannya lebih pada konflik tidak sadar yang mendasarinya, kadang konflik internal tersebut hanya merupakan representasi saja. Sebagai contoh, salah seorang pasangan mungkin ingin melakukan hubungan seksual lebih sering sedangkan yang lainnya tidak menginginkannya, dan keduanya tidak ada yang bersedia mengakui ambivalensi atas masalah ini.
Sejumlah pasangan juga bisa mengalami perselisihan seperti ini, yang lainnya mungkin mengubahnya ke dalam perdebatan-perdebatan tentang masalah uang atau tentang waktu yang mereka luangkan bersama, atau tentang sepakbola atau jalan-jalan keluar bersama teman, dan kesemuanya ini bisa jadi merupakan cara-cara tersembunyi dalam mengekspresikan kegelisahan yang berkaitan dengan pertanyaan, apakah mereka saling mencintai atau tidak.
Konflik juga bisa ditangani dalam cerita. Seorang gadis kecil harus berusaha mengahadpi konflik dalam dirinya tentang cintanya pada sang ibu, dan pada saat yang sama juga rasa iri hatinya atas semua yang dimiliki oleh sang ibu, serta apa yang bisa dilakukan oleh sang ibu seperti menyuruh anak-anaknya melakukan sesuatu, meminta anak-anaknya untuk membantunya, dan membiarkan anak-anaknya sendirian sementara dia pergi dan bersenang-senang.
Sebagai tambahan, anak tersebut mungkin merasakan kecemburuan yang amat dalam atas cinta orang tuanya terhadap satu sama lain dan juga pada anak-anaknya. Ada banyak cara dalam menghadapi konflik seperti ini dalam fantasi. Beberapa anak menyangkal bahwa orang tua mereka saling mencintai satu sama lain, dan dalam fantasi, mereka berkeyakinan bahwa hanya merekalah yang dicintai. Yang lainnya menyangkal bahwa mereka ingin orang tua mereka mencintai mereka, dan berusaha mengembangkan sebuah sikap “tidak peduli”.
Mereka mungkin berusaha menemukan cinta yang mereka inginkan dalam hubungan seksual prematur yang kemungkinan besar gagal, karena bukan didasarkan pada cinta orang tua namun pada keinginan balas dendam terhadap mereka, yang pada akhirnya muncul kembali dalam bentuk balas dendam terhadap sang kekasih.
Sebagian besar gadis kecil mengalamiproses di mana mereka harus menghadapi berbagai perasaan yang bercampur aduk terhadap orang tua mereka. Kisah Cinderella merepresentasikan sebuah fantasi, di mana seorang gadis kecil berusaha mencoba memahami berbagai perasaan terhadap orang tuanya tanpa harus melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukannya. Cerita-cerita seperti ini bisa dipahami seperti halnya permainan atau permainan komputer, sebagai suatu sarana eksternalisasi atas konflik dan kegelisahan-kegelisahan anak-anak dalam bentuk yang aman.
Ibu Cinderella dipisahkan menjadi ibu yang baik (tapi sudah meninggal) dengan ibu tiri yang jahat (tapi masih hidup). Keduanya adalah tokoh ibu yang ideal namun tidak realistis. Saat membaca kisah inidan dalam fantasi mengidentifikasikan dirinya dengan Cinderella, seorang gadis kecil bisa menikmati kegembiraan saat memperoleh kemenangan atas ibu (tiri) dengan pakaian yang indah, saudara-saudara perempuannya, serta cinta dari sang ayah, sementara menyangkal bahwa ibu tersebut sama dengan ibu yang dia cintai.
Perasaan-perasaan iri hati yang tidak menyenangkan dari seorang gadis kecil, tidak bisa dihindari saat dia memikirkan tentang apa yang dimiliki oleh ibudan kakak-kakaknya yang dihubungkan dengan kakak-kakak yang berhati jahat, meskipun pada akhir cerita, Cinderella-lah yang akhirnya menjadi objek iri hati dan kekagumannya.
Bagaimana dengan fantasi dalam pengalaman Anda? –sa