James Bond adalah kisah yang telah berumur puluhan tahun. Berangkat dari novel-novel Ian Fleming, Bond selalu tampil romatis. Dalam Dr. No termasuk paling sadis.
Surabayastory.com – Ini adalah novel paling sadis sekaligus paling romantis dari serial James Bond. Dr. No digambarkan sebagai tokoh yang sadis dan bahkan narsistis. Saat menghadapinya, Bond juga tak kalah sadis. Di sisi lain, dibanding dengan gadis-gadis lain, Bond dalam novel ini digambarkan bisa membina cinta hingga siap mati demi gadis bernama Honey.
Awalnya, Bond dikirim untuk misi tugas campur liburan. Setelah dirawat di London yang dingin dan baru pulih dari racun, Bond dikirim ke Jamaika yang kaya sinar matahari dan berudara segar. Namun, bukannya liburan yang menyenangkan, Bond justru bertemu Dr. No yang digambarkan sangat sadis. Kesadisan musuh ini tampak dalam kegemarannya menguji ketahanan tubuh manusia terhadap siksaan.
Maka, Bond pun mendapat siksaan di luar nalar. Bond dimasukkan ke dalam lorong sempit yang gelap atau sedikit cahaya dan ujungnya tidak jelas karena ada belokan dan ada jalan buntu. Dalam perjalanan menyusuri lorong itu, ketahanan fisik dan mental Bond diuji dengan sengatan listrik, panas, dingin, gigitan laba-laba. Setiap siksaan membuat tubuh Bond terluka. Nah, di sini, anak buah Dr. No mencatat ketahanan fisik Bond untuk data medis. Tentu saja, siksaan demikian sangat menguras ketahanan fisik dan mental Bond. Bahkan, Bond meyakini, dia pasti dihabisi pada saat keluar dari lorong. Semacam serangan pamungkas untuk mengakhiri penderitaan panjang seseorang. Memang, di ujung lorong, Dr. No menghadapkan Bond pada seekor cumi-cumi raksasa sebesar lokomotif untuk membunuh.
Di sisi lain, Bond juga lumayan sadis. Dia memerintahkan Quarrel temannya untuk memelintir lengan gadis di punggung sampai nyaris patah. Dia membunuh setidaknya lima orang dan seekor anjing (yang lalu membuat anjing-anjing saling membunuh), seekor kelabang, sekitar 20 laba-laba, dan lain-lain.
Terbit 1958
Dalam novel ini, Bond tidak secara langsung digambarkan jatuh cinta pada wanita. Namun, dari beberapa kata-katanya, tindakannya, dan niatannya, Bond menjadi sangat terlibat dalam hubungan romantis. Hubungan ini terjadi tatkala Bond secara tak sengaja melihat tubuh nyaris telanjang Honey yang baru menyelam mengambil kerang. Dari keterkejutan, lalu kecurigaan, berobah jadi tantangan menyelamatkan diri dan akhirnya saling menginginkan secara fisik. Saat mendapat ancaman, Bond selalu memikirkan dan membela Honey. Bond sangat kaget ketika Honey, oleh Dr. No, akan dijadikan santapan bagi ribuan kepiting. Maka, saat dirinya berjuang melawan maut, Bond menggunakan nasib Honey sebagai inspirasi untuk bertahan hidup. Sebaliknya, Honey juga menyiapkan obeng untuk membunuh Dr. No yang diyakini telah membuat Bond mati dalam siksaan. Setelah lolos bahaya, Bond memikirkan pekerjaan dan masa depan bagi Honey. Meski demikian, meski secara fisik sudah berkali-kali mendapat kesempatan, Bond digambarkan tidak berhubungan seksual dengan Honey. Di akhir cerita pun, hanya digambarkan Honey mengajak tidur Bond dalam kantong.
Dr. No adalah novel ke-6 Ian Fleming untuk seri James Bond. Pertama kali diterbitkan 31 Maret 1958, karya ini sebenarnya dirancang untuk screenplay bagi produksi serial televisi pada 1956 berjudul Commander Jamaica. Karena gagal ditampilkan di televisi, Fleming mengadaptasi screenplay itu menjadi novel berjudul The Wound Man. Namun, saat diterbitkan, judulnya diganti menjaid Dr. No.
Dalam kait-mengait seri James Bond, novel ini memberi beberapa pijakan penting. Misalnya, untuk pertama kalinya Bond dipisahkan dari pistol Barretta. Dalam bab 2, ada adegan munculnya Mayor Boothroyd si ahli senjata ringan. Saat ditanya M di depan Bond, Boothroyd menyebut Barretta adalah pistol untuk wanita. Ia menyarankan Bond menggunakan Walther PPK dan Smith and Wesson. Sejak itu, Bond dikenal menggunakan revolver otomatis Walther PPK.
Ditolak TV, Melejit di Bioskop
Dr. No juga menandai aksi pertama James Bond di layar perak. Luput dari rencana tayang di televisi, Bond justru merajalela di bioskop. Pada 1962, dirilis seri pertama James Bond 007 berjudul Dr. No dengan pemeran utama Sean Connery. Film ini bisa menguatkan Bond sebagai spion kelas dunia. Sean Conerry sangat bagus memerankan karakter Bond yang tegas, agresif, dan jeli memanfaatkan segala kesempatan –beda dengan Roger Moore yang playboy dan suka melucu.
Tentu saja, ada banyak perbedaan antara novel dan filmnya. Dalam film, Dr. No hanya digambarkan sebagai ahli nuklir, maniak gila, dengan tangan buatan berwarna hitam. Dalam novel, banyak sekali rincian latar belakang kegilaan Dr. No. Dijelaskan, Dr. No figur yang kompleks karena punya latar belakang suram dan tidak mendapat kasih saya. Ia juga pekerja keras, kejam, dan sangat berminat pada anatomi tubuh manusia. Ia mengenakan tangan buatan dari logam yang melengkung.
Dalam film, Honey digambarkan sebagai gadis naif putri pakar biologi sehingga ia mengumpulkan kerang. Dalam novel, Honey digambarkan lebih kompleks. Ia gadis yatim-piatu yang menumpulkan kerang untuk menyambung hidup. Meski naif, Honey dalam novel maupun film digambarkan sangat independen dan kuat. Ia tidak butuh Bond menyelamatkannya. Meski sama-sama digambarkan seksi, Honey dalam novel punya cacat hidung patah.
Dalam film, Bond tidur dirambati laba-laba. Dalam novel, ia dirambati kelabang. Karakter Profesor Dent, yang memasang laba-laba, juga tidak ada dalam novel. Sebaliknya, adegan buah beracun dalam novel tidak ada dalam film. Adegan penyiksaan dalam lorong, yang menjadi puncak kesadisan novel, justru tidak ada sama sekali dalam film. Kematian Dr. No, yang anti-klimak dalam novel, justru digambarkan sebagai pertarungan puncak lawan Bond dalam film.
Jadi, kalau sekadar menonton film Dr. No, Anda belum bisa mencermati James Bond lebih mendalam. Lewat novel ini, Anda bisa menikmati Bond lebih rinci sebagai digambarkan “si gila” Ian Fleming.
James Bond terbukti sebagai karya evergreen, sanggup diterima di setiap masa. Novel dan filmnya masih terus dicari dari generasi ke generasi. –drs