Hamlet dan William Shakespeare tak bisa terpisahkan. Hamlet adalah naskah berbeda. Bukan tentang cinta tetapi balas dendam.
Surabayastory.com – William Shakespeare adalah nama besar dalam kancah sastra dunia. Shakespeare adalah penulis puisi dan naskah drama yang hidup tahun 1564-1616. Dia menulis sekitar 38 naskah drama dan 154 soneta yang sama baiknya dan variatif antara puisi yang satu dengan yang lain. Selain hamlet yang monumental, naskah-naskah lain yang juga sangat dikenal di dunia Romeo and Juilet, Hamlet, Mid-Summers Night Dream. Banyak di antara karya-karyanya diproduksi dalam banyak bahasa, dan secara kontinyu banyak dipentaskan di banyak panggung-panggung dunia.
Naskah Hamlet diterbitkan tahun 1605. Hamlet adalah sebuah naskah drama tragedi yang ditulis sekitar tahun 1599-1601. Drama ini adalah salah satu tragedi Shakespeare yang terkenal. Drama ini bercerita tentang tragedi tentang seorang raja yang meninggal dengan misterius, jandanya lalu menikah dengan saudaranya. Arwah sang raja menghantui istana kerajaan. Ia ingin anaknya, Hamlet, untuk membalas dendam. Pangeran Hamlet yang berjiwa sensitif bersumpah untuk membalas dendam dengan segala cara yang akhirnya harus dibayar dengan mahal.
Hamlet berbeda dengan naskah-naskah Shakespeare lainnya. Kenapa Hamlet berbeda? Hamlet adalah sebuah naskah pementasan tentang balas dendam. Naskah ini ditulis di akhir abad ke-16, tepat di saat dunia tata busana (fashion) meraih titik balik, dan menjadi sebuah ‘dunia baru’ dalam sebuah pementasan. Hamlet diyakini menjadi karya yang luar biasa dibanding naskah-naskah drama lainnya karena di sini Shakespeare menunjukkan pada kita tidak satu karakter pun yang patut diperdebatkan. Pun soal moralitas tentang balas dendam. Meski pun cerita ini diselingi dengan cerita pertarungan dan pembunuhan, Shakespeare mampu mengemasnya dengan rapi sehingga kita seperti terbawa dalam sebuah drama dengan alur yang tak menjemukan.
Shakespeare hidup di era Ratu Elizabeth I. Pada zaman tersebut tidak ada peperangan. Diplomasi sang ratu membuat Prancis dan Spenyol yang menjadi lawannya tetap seimbang. Perdagangan berkembang. London menjadi kota yang padat, ramai, dan penuh dengan peluang. Rumah-rumah sandiwara dibangun di London; teater-teater tersebut adalah tempat yang populer dikunjungi masyarakat.
Sistem kelas pada zaman Shakespeare dapat saja sudah memiliki susunan-susunan, namun hal tersebut tidak statis. Orang-orang mulai berpikir tentang mereka sendiri. Shakespeare hidup di zaman keemasan Renaisans, sebuah masa “kelahiran kembali” setelah kegelapan peradaban di abad ke-15 hingga abad ke-17 di Eropa.
Renaisans Eropa menghidupkan kembali pembelajaran klasik. Pada zaman tersebut terdapat gerakan kebangkitan minat terhadap seni, musik, dan arsitektur. Suatu dunia yang tua dan stagnan tiba-tiba berubah menjadi hidup dan vibran. Meskipun hampir semua orang percaya bahwa susunan matahari, bulan, bintang, dan planet mempengaruhi nasib mereka, beberapa orang mulai mengubah cara berpikir mereka tentang diri mereka dan dunia yang mereka tinggali.
Mereka mulai memahami kekuasaan dan posisi pemerintahan diciptakan oleh manusia, bukan ditentukan oleh Tuhan sejak lahirnya. Mereka menyadari bahwa kekristenan bukanlah satu-satunya agama di dunia. Dan karena banyak di antara mereka mulai dapat membaca, maka banyak juga yang tidak ingin tinggal di kelas sosial tempat mereka dilahirkan. Banyak petualang Renaissans menggunakan cara mereka sendiri-sendiri untuk mencari rejeki dan mengembangkan kehidupan mereka. Shakespeare adalah salah satu dari orang-orang tersebut.
Psikologis, Politis, Filosofis, Sosial, Spiritual
Pada awal 1590an, William Shakespeare mengokohkan dirinya sebagai seorang penulis sandiwara dan aktor di London. Selain itu, ia juga memiliki bagian dari rumah sandiwara tempat ia dan teman-temannya bermain, di Temple Grafton, dekat Stratford.
Sementara saat itu istri Shakespeare, Anne Hathaway, yang delapan tahun lebih tua daripadanya (1556 – 6 Agustus 1623), hamil tiga bulan. Kemudian mereka dikaruniai tiga anak: Susanna, dan si kembar Hamnet dan Judith. Istri dan ketiga anaknya tinggal di Stratford, dan kemungkinan besar Shakespeare pergi mengunjungi mereka setahun sekali. Pada tahun 1596 Hamlet meninggal dunia. Karena kemiripan nama, banyak orang berpikir bahwa hal ini mengilhaminya untuk menulis The Tragical History of Hamlet, Prince of Denmark.
Shakespeare menjadi orang teater yang sangat terkenal, sangat populer, dan sangat kaya. Ratu Elizabeth I sangat menyukai karya-karyanya; begitu pula dengan Raja James I, penerusnya. Pada pemerintahan James I, Shakespeare dan kawan-kawan terkenal dengan sebutan “Orang-orang Raja” karena Raja James I adalah pengunjung mereka yang spesial. Shakespeare dan Orang-orang Raja bermain di istana kerajaan, di teater Globe dan di rumah sandiwara mereka, dan teater Blackfriars.
Sandiwara Shakespeare menawarkan pemahaman yang mendalam terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang Apa artinya untuk hidup? Bagaimana cara kita hidup? Apa yang harus ktia lakukan? Itulah sebabnya mengapa ahli-ahli literatur mempelajari karyanya, politikus-politikus mengutipnya, filosofer-filosofer menemukan cara berpikir yang baru dari membaca dan membaca ulang karyanya. Mempelajari Shakespeare adalah seperti mempelajari hidup dari berbagai sudut pandang: psikologis, politis, filosofis, sosial, spiritual. –sa