Setiap orang ingin punya prestasi tinggi. Dengan memahami makna belajar secara benar prestasi bisa diraih.
Surabayastory.com – Warga Surabaya, saat ini yang menjadi impian banyak siswa adalah mendapatkan nilai rapor yang bagus, dapat ranking, lulus Unas dan bisa masuk ke sekolah atau universitas negeri. Tentu ini tak mudah dicapai. Khususnya untuk bisa masuk ke sekolah atau universitas negeri karena persaingan begitu ketat. Selain harus yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, seorang pelajar harus siap melepaskan sebagian aktivitas hobi dan meluangkan lebih banyak waktu untuk belajar.
Nilai rapor yang tinggi, ranking, kelulusan dalam Unas dan keberhasilan dalam memasuki sekolah atau universtas negeri disebut juga dengan prestasi. Prestasi belajar lebih lengkap jika ditambah dengan keberhasilan mendapatkan beasiswa. Selain merupakan kebanggaan bagi siswa maupun orang tua, dengan beasiswa seorang pelajar bisa membiayai sekolahnya sendiri tanpa membebani orangtua.
Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Kegiatan belajar merupakan suatu proses sedangkan prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (1997:168) bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam hal pengetahuan dan pemahaman, nilai-nilai, sikap dan keterampilan. Perubahan-perubahan inilah yang disebut sebagai prestasi belajar yang dapat diketahui setelah dilakukan pengujian. Pengujian antara lain dilakukan melalui tugas, ulangan atau ujian sekolah. Melalui pengujian ini seorang siswa bisa mengukur kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.
Marsun dan Martaniah dalam Sia Tjundjing (2000:71) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
Menurut Poerwodarminto (Mila Ratnawati, 1996 : 206) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah.
Namun sekarang prestasi belajar tidak hanya diukur dari nilai dalam rapor. Kenyataannya kini kelulusan sekolah lebih ditentukan oleh Unas. Sehingga prestasi belajar siswa diukur dari sejauh mana ia bisa memenuhi standar nilai Unas. Kalau tidak bisa memenuhi standar nilai Unas berarti ia tidak naik kelas. Bahkan nilai Unas kini jadi penentu masuk ke jenjang sekolah negeri yang lebih tinggi.
Untuk pelajar SMU/SMK, prestasi juga ditentukan sejauh mana siswa dapat melewati ujian masuk universitas negeri. Biasanya seorang siswa disebut berprestasi bila berhasil masuk ke sekolah dan universitas negeri karena standar nilai kelulusannya sangat tinggi.
Mengurangi Kesenangan Sesaat
Untuk mendapatkan prestasi yang bagus tidaklah semudah yang dibayangkan, Dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang cukup berat untuk menghadapi berbagai tantangan yang menghadang. Selain harus menyisihkan waktu dan energi yang lebih banyak untuk belajar, seorang siswa harus menyediakan dana yang lebih besar untuk mendapatkan materi pelajaran tambahan yang tidak diberikan di sekolah. Apalagi kalau siswa memutuskan untuk mengikuti bimbel, tentu waktu, energi dan dana yang harus disediakan akan lebih besar lagi.
Selain itu seorang siswa yang ingin berprestasi harus rela kehilangan banyak waktu untuk bersenang-senang. Dia harus bersiap untuk meninggalkan kebiasaan menonton beberapa acara televisi favorit, mengurangi waktu mendengarkan musik atau bermain game. Berbagai kegiatan untuk hobi pun mau tidak mau harus dikurangi, demi mendapatkan waktu yang lebih banyak untuk belajar.
Prestasi belajar yang dicapai para siswa bisa beragam. Ini tergantung dari kemampauan dasar dan aktivitas belajarnya. Semakin rajin seorang siswa dalam hal belajar, yang didukung dengan IQ yang memadai, semakin tinggi pula kemampuannya dalam menghasilkan prestasi.
Namun tidak semua siswa memiliki motivasi yang kuat untuk belajar. Sebagian siswa belajar hanya karena untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang siswa. Menurut hasil penelitian Biggs (1991), ada tiga alasan yang membuat para siswa tergerak untuk belajar:
- Karena dorongan dari luar (ekstrinsik), misalnya mau belajar karena takut tidak lulus ujian sehingga dimarahi orangtua. Oleh karena itu gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam. Ini disebut pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah)
- Karena dorongan dari dalam (intrinsik), misalnya mau belajar karena memang tertarik pada materi dan merasa membutuhkannya.Oleh karena itu gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini disebut pendekatan deep (mendalam)
- Karena dorongan untuk mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitarnya dengan cara meraih prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar lainnya. Ini disebut pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi).
Kalau ingin mencapai prestasi yang maksimal, seorang siswa harus menggunakan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi). Siswa yang menggunakan pendekatan ini memiliki ketrampilan belajar yang baik dalam arti memiliki kemampuan tinggi dalam mengatur ruang kerja, membagi waktu dan menggunakannya secara efisien, serta memiliki ketrampilan tinggi dalam penelaahan buku-buku yang digunakan untuk belajar. Di samping itu siswa dengan pendekatan ini juga sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki perencanaan ke depan (plans ahead), dan memiliki dorongan berkompetisi tinggi secara positif.
Lalu apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan belajar? Ada yang berpandangan bahwa belajar adalah kegiatan menghafal pelajaran, sehingga seseorang sudah merasa puas bila mampu menghafal sejumlah pelajaran di luar kepala. Ada pula yang berpandangan bahwa belajar adalah suatu aktivitas latihan, sehingga untuk memperoleh kemajuan, seseorang berlatih meskipun tidak memiliki pengetahuan mengenai arti, hakekat, dan tujuan ketrampilan tersebut.
Winkel (1997:193) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang sangat dipengaruhi oleh interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan di mana-mana, seperti di rumah ataupun di lingkungan masyarakat. Irwanto (1997:105) berpendapat bahwa belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan menurut Mudzakir (1997:34) belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (Sumadi Suryabrata,1998:231): “Belajar yang paling baik adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera penglihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”
Reber (1988) mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil dari suatu latihan. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. –drs