Menjaga dan memelihara, adalah dua kata yang saling bertaut. Dua kata kunci itu memegang peranan penting untuk pengelolaan lingkungan.
.

.
Surabayastory.com –Manusia yang secara naluriah menginginkan tempat dan keadaan yang lebih baik, lebih mudah, lebih nyaman, dan seterusnya, justru telah melenakannya. Di tengah kesibukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia (disadari atau tidak) telah mengganggu siklus kehidupan. Asas keseimbangan yang telah digariskan semesta oleh Sang Pencipta, secara perlahan dilupak hingga tercerabut dari putaran yang semestinya.
Zaman telah berubah. Ilmu dan teknologi yang seharusnya membantu memudahkan manusia, justru punya efek negatif pada lingkungan yang tak diperhitungkan. Dampak buruk yang kita hadapi saat ini adalah akibat dari apa yang telah dilakukan di masa lalu.
Kita tak menyadari, tak semua hutan yang diganti dengan tanaman lain, atau malah ditumbuhi hutan-hutan beton yang menjulang tinggi. Kita mungkin juga lengah, jika deretan mangrove di sepanjang bibir pantai sudah dijaga para leluhur kita “sebagai penjaga pantai” sekaligus menambah hasil tangkapan hasil laut. Kita juga acap tak sadar jika menebang satu pohon bisa menimbulkan dampak yang panjang.
Daerah sekitar hutan tidak mempunyai peresapan air yang cukup, akhirnya bencana tanah longsor dan banjir. Karena tidak ada cadangan air yang cukup, maka kekeringan pun akan melanda di saat kemarau. Akan lebih buruk lagi kalau keadaan ini dibiarkan. Secara perlahan terjadilah erosi permukaan (sheet erosion), yaitu hilangnya lapisan permukaan tanah. Air yang meluncur tajam akan melarutkan lapisan tanah yang dilewatinya. Erosi permukaan menyebabkan hilangnya kesuburan tanah, karena hilangnya lapisan humus yang ada dalam tanah.
Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap kebertahanan dan kesuburan tanah. Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman dan akan berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Humus juga dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, hingga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik. Lapisan humus yang terkikis menyebabkan tanah tersebut menjadi tandus dan tak bisa ditanami lagi.
Karena itu, dengan segera menyadari kealpaan yang telah lalu, adalah kunci penting sebagai dasar dalam pengelolaan lingkungan. Kini, masyarakat semakin menyadari akan pengelolaan lingkungan. Momen ini harus tetap kita jaga dengan terus meningkatkan kepedulian (awareness) terhadap lingkungan secara konsisten dan terus-menerus .
Fenomena Anomali
Fenomena-fenomena alam yang semakin anomali (tak tentu) telah banyak menyita perhatian jita, dan membuat semakin khawatir. Apa yang akan terjadi kelak ketika alam tak lagi bersahabat dengan manusia?
Mari kita bergandengan tangan, saling mengingatkan, saling menjaga, dan kembali mengakrabi alam dan semesta. Ketika kita datang dengan niat untuk merawat, percayalah, alam akan memberikan yang terbaik pula.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi dunia dan merupakan daerah penghasil ozon dunia. Tetapi di lain sisi, Indonesia juga salah satu negara dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Kerusakan hutan terjadi di mana-mana, tanpa memperhatikan kelangsungan ekosistem dan satwa yang ada di dalamnya. Laju kerusakan hutan pada tahun 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada tahun 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Catatan ini cukup membuat miris, dan kita harus mulai peduli.
Tingginya laju kerusakan hutan yang terjadi inimenyebabkan turunnya keanekaragaman hayati yang kita miliki. Keanekaragaman hayati merupakan salah satu kekayaan yang tak ternilai. Karena itu, begitu pentingnya masalah pelestarian saat ini.
Kita perlu terus memantik kembali kesadaran serta kepedulian pada alam dan lingkungan adalah sesuatu yang menentramkan. Gerakan kembali ke alam serta semangat bumi hijau cukup memberi harapan baru untuk membangun kembali lingkungan yang sehat.
Kita patut untuk bersyukur bila ada pihak yang bersedia menjadi katalisator dari sebuah perubahan untuk keseimbangan alam secara nyata dan terus-menerus (sustain).
Langkah nyata yang sistematis dan terukur dalam upaya pengelolaan lingkungan, diharapkan bisa memperdalam wawasan kita akan keanekaragaman hayati yang sering tak kita hiraukan. Kita semua masih membutuhkan pencerahan akan lingkungan dengan bahasa yang lebih populer dan mendorong menjadi partisipatif. Juga menjadi catatan penting terhadap kehidupan dan lingkungan yang lestari sekaligus menjadi batu lompat (steping stone) untuk langkah-langkah bijak di masa mendatang.
Salam damai, damai di bumi, damai di hati. –sa