Kepribadian seseorang adalah penting. Seseorang tanpa memiliki kepribadian baik, kemungkinan hanya bermanfaat bagi dirinya saja, belum bisa mengayomi sesamanya. Sudahkah kita memahami, apa kepribadian itu?
Surabayastory.com – Jika kita melakukan penelitian terhadap para eksekutif yang mempunyai posisi penting, baik di perusahaan milik pemerintah maupun swasta, kita akan menemukan berbagai tipe individu yang berbeda –tinggi, pendek, gemuk, kurus, tampan, biasa, sedang, jelek, kuning langsat, gelap, botak, berambut lebat, berkacamata, dan sebagainya. Masingmasing orang penting ini mempunyai satu kesamaan, yaitu ke pribadian. Kepribadian seperti apakah yang dimiliki oleh setiap petinggi atau eksekutif sukses, namun jarang dipunyai orang awam? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini karena kepribadian tidak termasuk dalam kualitas khusus atau grup kualitas tertentu, melainkan merupakan perpaduan dari berbagai kualitas. Gabungan beragam kualitas yang membentuk suatu kepribadian yang diperlukan oleh seseorang ini bisa saja berbeda antara orang tertentu dengan yang lainnya, layaknya dua kutub yang berlawanan.
Ada orang yang mungkin akan berteriak dan membentak untuk menyuruh orang lain menyelesaikan suatu pekerjaan atau menuntut ke taatan dan kedisiplinan dari orang tersebut. Sedangkan yang lain mungkin lebih memilih bersikap tenang dan penuh pertim ba ngan, tetapi akibat yang ditimbulkan, dalam hal ini jumlah pekerjaan yang terselesaikan, tetap sama, tuntas dalam kualitas yang sama, serta mendapatkan ketaatan dan kesetiaan yang sama dari bawahannya. Dengan kata lain, mungkin ada orang yang berbadan tinggi dan selalu bersikap tegas me ngenai suatu masalah, namun ada pula orang yang bertubuh ke cil dan lemah lembut sekaligus memahami cara mengatur dan memimpin yang baik.
Oleh karena itu, kita tidak perlu memulai ajaran ke pribadian dari akibat akhir yang ditimbulkan. Mari kita analisis beragam kepribadian, sekaligus mencari tahu kekuatan dan kualitas baik seperti apakah yang dimiliki oleh kepribadian tersebut, sehingga dari sini setahap demi setahap kita bisa kembali ke hal-hal yang menjadi penyebabnya.
Kita mungkin sudah tahu bahwa yang membedakan antara orang-orang yang memiliki ke pri badian dengan orang awam yang tidak memiliki kualitas ini terdapat pada kesan pertama yang mereka perlihatkan. Kesan ini bi sa teramati dari cara mereka berkomunikasi dan bertindak. Seseorang akan dihormati dari caranya bertutur kata. Dia juga bisa men-ciptakan kesan yang baik dari sikap dan ge rakan tubuhnya, bagaimana cara dia duduk, cara dia berdiri, berjalan, melihat sekeliling, atau cara dia memandang ketika bertatapan dengan orang lain. Dalam kondisi apapun, mereka akan selalu memandang dengan tatapan yang tajam dan menusuk, sementara orang yang tidak memiliki kepribadian akan menun duk kan atau mengalihkan pandangan atau tatapannya.
Kelebihan atau kekurangan yang biasanya dimiliki atau tidak dimiliki oleh seseorang yang berkepribadian bukan merupakan hal yang penting jika kita mengingat bahwa kepribadian mereka tidak dilihat dari penampilan asyik, melainkan reputasi. Mereka mampu menciptakan kesan yang baik tentang diri mereka bagi orang lain. Bukan karena menyukai ketampanan atau kecantikan seseorang sehingga ribuan khalayak dari berbagai tempat rela datang ber bondong-bondong untuk mengelilingi mimbar tempat si pembicara mencoba menyentuh hati mereka. Melainkan karena kata-kata, kepercayaan diri, harapan, kepastian dan ketulusan hatinya yang membuat orang-orang hadir untuk mendapatkan sesuatu dari sosok yang populer dan mereka cintai ini.
Dalam prosesnya, hadirin merasa lebih hidup setiap mendengar kata-kata dan arahan sang pembicara, petunjuk nyata dan gambaran tentang masa depan yang dia sampaikan, orang-orang tidak mengindahkan apa kah mereka sedang mendengarkan kata-kata dari orang yang bertubuh kecil atau besar, seseorang yang masih muda dan tampan, atau se orang yang lanjut usia dan jompo. Sama halnya apabila si pembicara adalah seorang lelaki atau perempuan, tak ada bedanya, selama dia mampu memikat para hadirin maka tak akan ada seorang pun yang mau repot-repot mendiskriminasi si pembicara dari jenis kelamin atau perbedaan lainnya.
Di sini kita juga akan membahas perbedaan antara popularitas dan kepribadian. Orang yang populer bisa jadi tidak memiliki kepribadian yang baik. Ada banyak bintang besar sepak bola dan olah raga kriket yang sangat terkenal, dan tak seorang pun mempermasalahkan kepribadian mereka, sehingga mereka sendiri juga tidak merasa terbebani masalah ini. Singkatnya, mereka lebih mengutamakan popularitas ketimbang kepribadian, karena mereka merasa berat dan sulit untuk mem bentuk suatu kepribadian, toh mereka tetap bisa meraih kepopuleran dan mempunyai banyak peng gemar dengan bersikap apa adanya.
Namun masih ada tokoh besar yang benar-benar mencintai penggemar dan khalayak ramai dalam batas tertentu. Mereka merasa patut menunjukkan rasa kasih dan syukur kepada jutaan penggemarnya. Ini menandakan orang yang berbakat tersebut punya kualitas pada pikiran dan hatinya, sehingga orang-orang sudi menjadikan dia sebagai tumpuan, dan mendengarkan setiap kata-katanya. Dengan demikian bisa kita katakan bah wa ketampanan, kemudaan, bakat, dan kepribadian, telah membentuk suatu perpaduan yang selaras, dan artis ini benar-benar memiliki kepribadian sejati.
Kita bisa mudah mengamati bahwa kemampuan bicara memiliki peranan yang sangat penting untuk tokoh-tokoh besar. Bagi mereka, kata-kata akan menunjukkan bobot dan karakter, sehingga ucapan yang disampaikan seorang raja, jenderal, dan kepala pemerintahan bisa berubah menjadi aturan hukum. Apapun kata-kata yang keluar dari mulut mereka bernilai tinggi. Pada kebanyakan ahli sukses seperti dokter dan pengacara yang sedang berada di puncak karir, tiap kata yang keluar dari mulut mereka menjadi berharga, karena itu mereka harus bisa memanfaatkan kelebihan ini secara bijak. Mereka mungkin cukup mengatakan ‘ya’ dan ‘tidak’ untuk membesarkan atau mengecilkan harapan se seorang. Kata-kata yang mereka gunakan dalam percakapan sehari-hari harus masuk akal, selain itu mereka juga ha rus berusaha melakukan yang terbaik, mereka harus berbicara lebih keras setiap berhadapan dengan massa, mereka harus bisa mengubah, membentuk, dan menguasai kecerdasan mental masyarakat, dan juga mengarahkannya agar berjalan di jalur yang sesuai dengan yang telah digariskan.
Secara luas, kepribadian dibagi menjadi dua golongan yang berbeda, yaitu kepribadian yang keras dan kepribadian yang fleksibel. Seseorang dengan kepribadian keras akan mempertahankan kepribadian yang sama meskipun sedang bersama pelayan, orang terdekat dan kekasihnya, atau bahkan orang asing. Orang-orang seperti itu tidak mampu menunjukkan kepribadian mereka yang sebenarnya baik ketika ber-ada di tempat bermain atau tempat kerjanya, atau mungkin tengah di suatu pesta atau konferensi, dia terbiasa tidak memperlihatkan jati dirinya. Dia mungkin akan tertawa, namun itu justru semakin menunjukkan ke pribadiannya yang sebenarnya pendiam atau tenang.
Sedangkan orang dengan kepribadian fleksibel akan lebih sulit ditebak. Orang-orang biasa dan awam yang berada di sekitar mereka dengan kepribadian seperti ini tidak akan mampu menyelami kualitas kepribadiannya. Mereka sulit ditebak secara sekilas. Untuk bisa mengenal kepribadian mereka lebih jauh, kita harus selalu ber sama mereka ke manapun mereka pergi, dan menyaksikan yang mereka lakukan, bagaimana mereka menghadapi situasi yang serius dan sulit. Mereka akan bersikap sama biasanya saat menghadapi orang atau situasi biasa, bisa menjadi cerdas bila berhadapan dengan orang cerdas, dan berubah jadi luar biasa ketika menangani orang atau situasi istimewa. Untuk menggambarkan karakter mereka yang sebenarnya, tidak bisa mengandalkan pengamatan satu orang saja, karena mereka sepertinya terlalu licin untuk bisa diperhatikan oleh seorang pengamat, secerdas apapun pengamat itu.
Seorang sarjana, pendidik, penulis, penyair, ilmuwan, mekanik, atau bahkan beberapa ahli mungkin saja memiliki kepribadian yang fleksibel dan beragam, tetapi untuk posisi politikus, gubernur, direktur, atau pejabat pemerintahan, tidak cocok untuk ditempati oleh orang dengan kepribadian fleksibel, karena mereka harus menegakkan reputasi, menciptakan kesan kedisiplinan, dan melestarikan budaya akan ketaatan.
Seseorang dengan kepribadian ini akan tetap berada di belakang, kecuali ketika kehadiran mereka di depan masyarakat selanjutnya orang yang sama harus mempraktikkan segalamya sangat diperlukan demi menjaga martabat, mereka tidak bisa bertingkah sembarangan dan biasa saja di depan khalayak.
Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa kepribadian lebih merupakan akibat daripada sebab. Tak ada kualitas tertentu yang menonjol sendirian dari satu kepribadian. Seseorang bisa saja menjadi penyanyi, penari, penulis, atau penyair, namun itu tidak serta merta membuatnya memiliki kepribadian yang baik. Mungkin dia sekedar berbakat alamiah, lalu diolah secara tepat sehingga menjadikannya terkenal.
Di sisi lain, seseorang yang berkepribadian hebat mungkin hanya orang biasa yang memiliki poin-poin penting dari suatu kecakapan seperti pendidikan, kekayaan, dan sebagainya. Bisa jadi dia adalah seorang pe nguasa dengan kepribadian baik, yang diberkahi dengan ketegasan dan kapasitas tinggi untuk diserahi tanggung-jawab besar yang belum tentu bisa di kerjakan oleh orang jenius sekalipun, tanpa memandang kua litas hakikinya. Pada kasus seperti itu seorang yang jenius akan tetap menjadi jenius, sementara seorang pemimpin dengan kemauan yang tinggi serta kekuatan mentalnya akan menuntun jutaan orang menuju takdirnya. Oleh karenanya, bukanlah kualitas seperti apa yang seharusnya dimiliki oleh orang berkepribadian, melainkan adalah jumlah total dari kualitas yang tidak selalu jelas tetapi bisa membuat perbedaan warna yang nyata dan memberi kemuliaan untuknya. Dan semakin baik kemuliaan atau kecemerlangan yang dimiliki seseorang dalam hal ini, maka akan semakin tinggi pula nilai kepribadian yang dia miliki. –drs, dari berbagai sumber