Namanya sangat dikenal dengan berbagai kontroversinya. Saddam Husein telah mengisi peta tokoh besar dunia.
.
.
.
Surabayastory.com – Nama Saddam Hussein tidak bisa dipisahkan dengan Timur Tengah. Selama ber tahun-tahun nama itu sering menjadi bagian dari hingar bingarnya politik kawasan yang panas tersebut.
Seperti banyak pemimpin Timur Tengah lainnya, Saddam Hussein sebenarnya juga seorang diktator. Selama bertahun-tahun ia memegang kekuasaan dengan tangan besi. Tetapi karena dia dibela dan dipeluk oleh negara-negara Barat, utamanya Amerika Serikat, citra kediktatorannya tidak tampak secara mencolok. Keadaan menjadi lain saat ia menyerbu dan mencaplok Kuwait pada Agustus 1990. Amerika yang ketakutan kehilangan akses minyaknya di kawasan Teluk Persia segera bertindak. Didukung kekuatan lebih dari 30 negara, AS mengusir pasukan Irak dalam Perang Teluk pada 1991. Citra Saddam di media Barat pun berubah menjadi lebih mengerikan. Ia bukan sekadar diktator tetapi monster yang amat berbahaya dari kehidupan dunia.
Tetapi meskipun bertahun-tahun menghadapi beragam upaya pembunuhan, Saddam tetap segar bugar, nyawanya seolah-olah rangkap. Di masa muda, berkali-kali ia lolos dari penangkapan dan pembunuhan oleh para aparat keamanan Irak. Selama 8 tahun ia memimpin Irak dalam perang dengan Iran. Negerinya dikatakan “sudah hancur lebur” setelah dihajar dari darat, laut dan udara. Tetapi aneh bin ajaib, ia bahkan memimpin Irak dalam memperbaiki berbagai infrastruktur negerinya. Ini memang tidak membuat Irak lebih makmur. Irak jelas terpukul berat, juga akibat sanksi-sanksi PBB yang telah berlaku enam tahun sejak 1990. Tetapi toh Saddam tidak lenyap. He’s down, but not out, kata seorang pengamat.
Mantan Presiden AS George Bush Senior pun kecele. Setelah memerintahkan penggempuran Irak pada 1991, berkali-kali Bush dan para pembantunya mengatakan Saddam segera jatuh. Laporan-laporan pun menyebutkan dinas intelijen CIA telah berusaha keras membuat rekayasa bagi penggulingannya. Tetapi hasilnya nihil. Bush Senior bahkan turun lebih dulu atas Bill Clinton. Ketika AS menghajar Irak lagi pada September 1996 dengan rudal-rudal Tomahawk, Saddam pun masih tegar. Ia bahkan menantang dan memerintahkan pasukannya untuk membalas serangan AS, betapa pun kuatnya militer negara adidaya itu. Di depan TV Irak, ia mengatakan sekali lagi “bangsa Amerika yang rendah dan memalukan” telah melakukan tindakan pengecut yang telah sering mereka lakukan dan telah mempermalukan diri sendiri dengan aib yang menimpa mereka.
“Agresor datang lagi dengan serangan pengecut dan memalukan untuk ketiga kalinya dengan senjata agresif mereka. Namun serangan itu tidak akan mempunyai arti bagi rakyat Irak yang mulia dan sikap yang berani serta sangat tabah,” kata Saddam.
“Lawanlah mereka dan beri mereka pelajaran baru dalam arti yang tak dimiliki jiwa mereka yang rendah…Biarkan masyarakat dunia dan putra bangsa Arab yang mulia yakin akan keamanan Irak, negara yang penuh harga diri, agung, dan bermartabat. Irak tabah bagai tiang kapal yang tinggi, tak ada angin yang mampu menggoyahkannya dan desisan ular tak akan menjatuhkannya,” katanya lantang.
Tetapi Saddam akhirnya jatuh juga April 2003 yang lalu, saat ia berhadapan dengan Presiden George Walker Bush, yang tak lain adalah anak George Bush Sr. Bush Jr yang dikenal sebagai “presiden Amerika paling edan” ini tak mau kecolongan lagi seperti ayahnya. Ia memerintahkan serangan besar-besaran lewat udara dan darat terhadap Irak selama hampir sebulan, tanpa restu PBB. Saddam pun menghilang hingga kini.
Terlepas dari itu, bagaimana pun Saddam Hussein merupakan seorang tokoh besar Arab yang diperhitungkan dunia. Keberaniannya menantang kekuatan multinasional 28 negara benar-benar belum pernah ada tandingannya di dunia. “Dengan 30 negara dipimpin oleh kekuatan militer terbesar di dunia menghadapi sebuah negara Dunia Ketiga, hasil tidak dapat diragukan,” komentar suratkabar independen Al Watan setelah tercapai gencatan senjata Perang Teluk Persia.
Sepak terjang Saddam memang luar biasa sehingga British Broadcasting Corporation (BBC), radio Inggris yang beken itu, menetapkannya sebagai Tokoh Tahun 1990 (Man of The Year 1990).
Di Depan
Dalam bahasa Arab, kata Saddam berarti “yang di depan” atau “yang menghadapi”. Atau, mungkin bisa juga diartikan “yang menantang”. Nama itu rasanya memang sesuai dengan sepak terjang Saddam Hussein.
Merasa frustrasi melihat proses perdamaian Timur Tengah yang tak kunjung terwujud, ia mulai lagi bicara keras menyangkut soal Israel. Dalam pertemuan puncak Liga Arab di Bagdad awal Juni 1990, ia membukanya dengan gebrakan yang keras. “Kita harus menegaskan secara jelas bahwa bila Israel melakukan agresi dan serangan, kita akan gempur balik besar-besaran. Bila Israel menggunakan senjata-senjata pemusnah total terhadap bangsa kita, kita akan menggunakan senjata pemusnah apa pun yang kita miliki untuk menghadapinya.”
Masih ada pernyataan lainnya yang lebih keras. Bulan Maret 1990, suatu peralatan yang diduga sebagai sukucadang peledak nuklir ditahan oleh pihak berwenang Inggris di Bandara Heathrow, London. Saddam pun murka. Kali ini ia juga bicara soal Israel. “Kita akan bakar separuh Israel bila negeri itu melakukan serangan terhadap Irak,” katanya berapi-api.
Sementara pengamat mengatakan Irak memiliki senjata kimia yang cukup besar jumlahnya, yang memang pernah digunakannya dalam perang dengan Iran. Ketika Inggris menahan lagi sejumlah pipa besar milik Irak, pakar mengatakan benda itu akan digunakan membuat meriam-meriam raksasa. Ada yang menilai, boleh jadi meriam itu akan diisi dengan senjata-senjata kimia melawan Israel. Dunia Barat pun geger.
Saddam disebut pers Barat berlaku “sangat sadis.” Polisi rahasia ada di mana-mana, siap menghabisi siapa pun yang dinilai membangkang dan tidak setia. Ini dibuktikan dengan terbunuhnya dua menantunya sendiri tahun 1995 setelah kembali dari pembelotan ke Yordania.
Seperti apakah kepribadian Saddam sebenarnya? Sifat-sifat Saddam, tulis majalah Time, dapat dilacak akarnya sampai di kota Tikrit, di pinggiran Sungai Tigris sekitar 175 km sebelah utara Bagdad. Di kota itulah Saddam dilahirkan pada 28 April 1937 dari sebuah keluarga petani yang sangat miskin. Menurut sejarah, di kota Tikrit itu pulalah lahir tokoh masyhur pada abad ke-12, Sultan Saladin.
Karena sejak kecil tak mempunyai ayah, Saddam dirawat oleh pamannya dari ibu, Khairallah Talfah, seorang perwira militer yang pada 1941 mendukung usaha kudeta gagal untuk menggulingkan monarki Irak dukungan Inggris. Pemenjaraan terhadap pamannya selama lima tahun rupanya sangat menya kiti hatinya. Rasa nasionalisme pemuda Saddam semakin berkobar-kobar. Cita-citanya tidak cuma menyingkirkan kolonial, tetapi juga “mencuci” seluruh Arab —tidak hanya Irak — dari pengaruh asing.
Pada 1955, Saddam meninggalkan Tikrit menuju Bagdad dan melanjutkan sekolahnya di Sekolah Menengah Pertama Al Karkh dan Al Qasr Al Aini, yang siswa-siswanya aktif dalam gerakan nasionalis.
Petualangan politiknya yang pertama dimulai pada 1956, saat sebagai anggota baru Partai Baath, ia terlibat dalam usaha kudeta yang gagal terhadap Raja Faisal II. Usaha itu berhasil dilakukan dua tahun kemudian oleh orang kuat militer Abdul Karim Kassem. Ketika Partai Baath menilai rezim baru itu tidak menghasilkan sesuatu yang lebih baik, Saddam ditunjuk partai pada 1959 untuk membunuh Kassem. Usaha itu juga gagal, tetapi Saddam muncul sebagai seorang pahlawan dengan beredarnya cerita-cerita bagaimana ia dibantu seorang temannya mencungkil sebuah peluru dari kakinya dengan pisau lipat. Setelah itu ia meloloskan diri ke Suriah dengan menyamar sebagai seorang suku Badui, kemudian pergi ke Mesir.
Selama mengasingkan diri ke Mesir itu, dari 1962-1963, ia belajar ilmu hukum di Sekolah Hukum Kairo. Pandangan-pandangannya sangat dipengaruhi oleh pemimpin Mesir Gamal Abdul Nasser, yang gigih membangkitkan semangat revolusioner untuk mempersatukan Arab.
Pada 1963, Saddam kembali ke Bagdad. Ia berhasil me nying kirkan PM Kassem Februari tahun itu dan membentuk pemerintahan di bawah Partai Baath. Tetapi krisis politik di Irak terjadi lagi, bahkan menggiring partainya bergerak di bawah tanah lagi. Di sela-sela kegiatan politiknya itulah Saddam menikah dengan Sajida Khairallah Talfah. Dengan istrinya itu, yang notabene adalah putri ayah angkatnya, ia memperoleh dua putra dan dua putri.
Cerdik
Saddam memang ulet dan tampak tidak mengenal putus asa. Pada 1964, ia meneruskan pertarungannya melawan penguasa. Tersebutlah sebuah cerita, dalam sebuah pertempuran sengit, ia melawan dengan gigih hingga pelurunya habis lalu lari. Jiwanya selamat tetapi ia tertangkap dan dijebloskan ke penjara. Dasar cerdik, selama dua tahun dalam penjara itu ia melanjutkan studi hukumnya di Sekolah Hukum Bagdad.
Keluar dari penjara, ia kembali lagi ke dunia politiknya. Partai Baath yang berantakan ia tata kembali. Ia bentuk milisi partai yang akhirnya mengangkat Baath tampil ke panggung kekuasaan pada 1968. Meskipun pemimpin negara secara formal dipegang oleh Ahmed Hassan Al Bakr, kekuasaan sebenarnya berada di tangan Saddam. Setelah Ahmed Hassan meninggal akibat serangan jantung pada 1976, tampuk kepim pinan pun jatuh ke tangannya.
Sejumlah media Barat menjuluki Saddam sebagai “Penjagal Bagdad”. Disebut demikian karena ia dinilai telah memimpin dan bahkan ikut serta dalam pembunuhan saingan-saingannya, sebagian bahkan bekas teman-teman dekatnya. Begitu katanya.
Pada 1988, Saddam memperintahkan pengadilan anak laki-lakinya, Uday, yang telah membunuh seorang pengawal presiden, Kamel Hanna Jajjo. Uday mengatakan dirinya tidak se ngaja membunuh Jajjo, tetapi ayahnya menegaskan dirinya minta anaknya diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Akhirnya Saddam memberinya amnesti dan hanya meng asingkan anaknya itu sebentar di luar negeri.
Pemimpin Irak itu, yang sering disebut “ingin mendominasi dunia Arab”, dikenal sebagai penyendiri. Ia tidak pernah pergi keluar dari dunia Arab sejak 1985 dan jarang memberikan wawancara. Bila seseorang pergi ke Irak, ia akan melihat ratus an ribu gambar Saddam Hussein terpasang di mana-mana. Ada gurauan, jumlah penduduk Irak 38 juta jiwa. Sembilan belas juta penduduk yang sesungguhnya dan 19 juta lainnya adalah foto-foto Saddam. Setiap hari ulang tahun Saddam, ratusan pelukis Irak beramai-ramai melukis foto pemimpinnya itu dengan berbagai model baju dan posenya.
Meskipun demikian, banyak orang tak banyak tahu tentang selera atau kebiasaannya di luar citra yang dibentuknya sebagai penggemar musik dan puisi. Banyak orang menyebut, Saddam manusia tanpa humor, “pemimpin yang bersembunyi di balik pernyataan-pernyataan bombastis dan kunjungan-kunjungan ke pedalaman.” Ia sendiri sangat jarang bepergian ke luar negeri.
Pun demikian, sebagian besar pengamat yakin bahwa Saddam memang berotak cerdik. “Ia bukan seorang yang gila atau fanatik,” kata seorang pejabat intelijen Israel. “Ia seorang megalomania, tetapi juga rasional.”
Phillip Robins, Direktur Program Royal Institute of International Affairs yang berpusat di London, menambahkan: “Ia tidak didorong oleh ideologi. Ia memperhitungkan setiap langkahnya dengan kepala dingin.”
Kejeniusan Saddam — terlepas dari kegagalannya di Kuwait — diakui oleh para pengamat dan pejabat Barat. Di tengah tekanan, ia dengan cepat merangkul Iran, tempat ia kemudian mengungsikan banyak pesawatnya. Ia juga segera membebaskan orang asing yang ditahannya di Irak begitu tampak hal itu tidak membantu strateginya.
“Kita menghadapi seorang cerdik yang banyak akalnya untuk meloloskan diri dari kesulitan,” kata Menhan AS Dick Cheney ketika pemboman sekutu tak cepat berhasil menghancurkan kekuatan pasukan Irak.
Bahwa Saddam mempunyai banyak musuh, itu jelas. Apalagi setelah tentaranya menyerbu Kuwait 2 Agustus 1990. Setelah Kuwait dilepaskan, Saddam terus diburu banyak musuhnya itu, apakah para oposan di dalam negeri, agen-agen rahasia Mossad dari Israel ataukah agen CIA. “Saddam Hussein adalah Hitler Arab,” kata seorang pemuda Mesir. Seorang Arab lainnya me ngatakan, “Tiada Tuhan selain Allah, Saddam adalah musuh Allah.”
Tetapi tidak sedikit orang yang menyebut Saddam telah banyak meningkatkan taraf hidup rakyat Irak. Juga tidak sedikit orang Arab lainnya yang menyanjungnya. Menjawab seruan Saddam agar rakyat Arab bangkit dalam Jihad (perang suci) mengenyahkan orang-orang (pasukan) Barat yang “telah me ngotori tanah dan tempat-tempat suci Islam di Arab Saudi”, ribuan orang berbondong-bondong memenuhinya. Teror bom dan ancaman pun bermunculan sebagai tanda dukungan kepada pemimpin Irak itu.
Ribuan pemrotes turun di jalan-jalan di Aljazair, Tunisia, Libia, Lebanon, Sudan, Yaman, Yordania dan Tepi Barat Sungai Yordan yang diduduki Israel, mengutuk Amerika dan memuji-muji Saddam Hussein. Banyak orang Arab bahkan dengan bangga memberi nama Saddam pada anak laki-lakinya yang baru lahir. Keadaan demikian itu terus berlanjut selama krisis Teluk, yang disusul dengan perang yang pecah 17 Januari 1991. “Saddam, kami bersamamu hingga kemenangan,” teriak seorang demonstran di Tepi Barat. “Matilah orang-orang Amerika.”
Banyak pendukungnya yakin meskipun jasad Saddam akan hancur, nama Saddam Hussein akan tetap dikenang ratusan tahun. Namanya, katanya, akan hidup 1.000 tahun. Meski demikian, sebagai diktator, dia lenyap dalam misteri, tumbang oleh kekuatan asing tanpa ada seorang pun membela.