“Masalah tidak jadi masalah bila tidak dipermasalahkan.”
Surabayastory.com – Saya pernah mendampingi seorang kawan yang rumahnya didatangi oleh para debt collector. Dalam kesempatan itu terjadi proses penagihan, terlihat bahwa kawan saya yang ternyata punya hutang segunung itu, ternyata cukup tenang menghadapi para penagih hutang tersebut.
Justru yang saya lihat menjadi stres dan punya masalah adalah para debt collector itu sendiri. Mereka seakan habis akal dan kesabaran dalam menagih kawan saya yang telah bersikap menyerah dan mohon belas kasihan dengan berulang kali mengatakan, ”Bagaimana saya bisa bayar? Walaupun minimumnya saja, saat ini saya nggak ada uang. Saya tak mampu bayar sekarang.”
Dari peristiwa itu saya mengambil hikmah bahwa kesiapan dan ketenangan teramat sangat penting agar dapat berpikir jernih dan bertindak efektif sebagai modal untuk mengatasi berbagai masalah. Namun di luar itu semua, banyak orang (mungkin termasuk kita) sering mempermasalahkan hal-hal yang sebenarnya remeh-temeh dan tidak penting. Seringkali orang (mungkin termasuk kita) terpaku pada masa lalu: Kecewa dan teramat sangat menyesal untuk hal-hal yang telah lewat, tidak mungkin diubah, bahkan kadang tidak esensial.
Demikian pula tentang masa depan. Banyak orang (mungkin juga termasuk kita) sering menguras energi diri sendiri demikian besar hanya untuk mencemaskan hal-hal buruk yang kemungkinan kecil terjadi di masa depan. Oh, hidup jadi lelah untuk hal yang tak terlalu berguna, bukan?
Dahulu saya sering melihat para artis new comer yang mengalami demam panggung sesaat sebelum tampil di stage. Mereka membayangkan hal-hal yang tidak-tidak yang mungkin dapat terjadi di atas panggung nantinya. Mereka juga mencemaskan respon penonton nantinya. Khawatir penonton kecewa atau tak ada yang bertepuk tangan. Padahal menurut saya, persiapan mereka sudah sangat cukup. Tapi grogi selalu menyertai diri. Akibatnya sebelum tampil, mereka bolak-balik ke kamar kecil. Gimana nih?
“Bukan karena badai menerpa kita menderita, tetapi mampu menerimanya atau tidak.”
Maka selalu pertimbangkan ulang perlu-tidaknya kita mempermasalahkan sesuatu yang kita anggap masalah tersebut.
Jika kita anggap perlu, maka pertimbangkan dampak yang timbul dari cara kita menyelesaikan masalah tersebut, baik konsekuensi maupun risikonya. Pertimbangkan pula efektifitas metode atau strategi penyelesaiannya dan efisiensi energi yang akan kita keluarkan untuk menyelesaikannya.
Ketika masalah memang harus diselesaikan, maka selesaikanlah. Lari dari masalah mungkin dapat menyelesaikan masalah, namun pertimbangkan kembali dampaknya.
Baiklah, lantas siapa yang bisa menyelesaikan masalah?
Penyelesaian Masalah:
- Diri sendiri. Pertama-tama Anda harus menyadari bahwa masalah tersebut adalah masalah A Tidak peduli apakah Anda bagian dari komunitas yang bermasalah/ tidak, tetapi itu masalah Anda. Maka Anda sendiri yang harus berinisiatif untuk menyelesaikannya. Menunda penyelesaian masalah kecil dapat membuatnya jadi masalah besar. Menunda melakukan hal-hal penting sekarang dapat mengubahnya menjadi hal-hal mendesak di kemudian hari.
Tenangkan diri, agar jernih pikiran Anda. Terimalah masalah yang datang sebagai bagian dari kehidupan dan tanggung jawab Anda. Kemudian berdialoglah dengan diri sendiri. Bahas masalah Anda itu dengan diri sendiri.
- Yang Maha Kuasa. Dia Maha Kuasa. Bedoalah. Mintalah pertolongan- Timbul tenggelamnya masalah atas izin-Nya. Maka senantiasa berserah dirilah kepada-Nya, baik saat ada masalah maupun tidak. Ada pertanyaan?
Catatan: Jika Anda merasakan masalah demikian berat, bahkan semakin parah, Anda merasa diri Anda tak mampu berbuat apa-apa lagi, Anda juga merasa tak seorangpun mau dan mampu menolong Anda, bahkan Anda merasa tak mungkin dan tak masuk akal untuk menyelesaikan masalah Anda, hingga Anda merasa telah tiba di ujung keputusasaan, tetaplah berdoa. Jangan menyerah. Tetaplah berserah diri kepada-Nya. Bertahanlah dengan berdoa, berdoa dan terus berdoa.
Seorang kawan yang terjerat perselingkuhan, sadar akan kesalahan dan dosa-dosa, namun untuk mengakhiri hubungan terlarang tersebut koq susah setengah mati. Rasanya mustahil sekali. Hati tak bisa dibohongi. Cinta telah mengakar demikian kuat. Nalar, akal dan logika pun tak menemukan jalan pemecahan. Lantas harus bagaimana? Kesadaran akan dosa adalah modal. Pasrah berserah kepada-Nya lewat doa adalah jalannya. Setiap hari ia pun memohon berulang kali untuk berakhirnya hubungan gelap tersebut. Setiap hari memohon dan memohon walau rasanya tak masuk akal hubungan itu bisa berakhir. Namun suatu hari,…segalanya benar-benar berakhir. Dua insan itupun berpisah dan kembali pada pasangan resminya masing-masing. Kebetulan???
Coba ingat-ingat pengalaman anda sendiri. Tentang apapun. Pernahkan anda mengalami sentuhanNya? Pernah merasa ditolong olehNya?… lewat miracle–Nya?…melalui peristiwa yang anda pikir kebetulan? Berapa banyak kebetulan-kebetulan tersebut?
- Orang Lain. Sadarilah bahwa keberadaan orang lain adalah juga untuk menopang kehidupan Anda, bukan sekadar untuk memenuhi isi bumi belaka. Temukan kemanfaatan dari mereka. Walau seyogyanya jangan bergantung pada mereka, tetapi adanya Anda dan mereka memang untuk saling tolong menolong. Maka jika Anda rasa perlu mintalah pertolongan pada mereka, baik berupa saran-nasehat maupun tindakan nyata.
Mereka mungkin orang tua anda, kekasih, suami atau isteri anda, anak-anak Anda, teman, sahabat, bahkan para profesional (dokter, guru, pengacara, psikolog, psikiater, konsultan bisnis dan keuangan, ahli hinoterapi, guru agama, dll) yang tadinya tidak Anda kenal. Masing-masing mereka, sedikit banyak pasti punya kepedulian pada Anda dan sampai tingkat tertentu pasti punya kapasitas dan kapabilitas untuk menolong Anda.
Hal penting lain yang tak boleh Anda abaikan adalah soal jadwal & batas waktu sebagai bagian dari strategi memecahkan masalah. Ada kekuatan psikologis luar biasa yang berperan aktif ketika Anda memiliki jadwal dan batas waktu kapan masalah harus selesai. Tanpa itu penyelesaian masalah sepenuhnya akan berpola spontanitas dan cenderung sporadis. Dampaknya? Masalah akan dapat berlarut larut, melebar dan makin tak menentu.
“Hidup ini tidak adil.”… “Aku sudah berusaha, namun tetap gagal. Gagal total lagi!”…. “Aku telah berdoa dan usaha habis-habisan, tetapi hasilnya tidak seperti yang kuharapkan.” Demikian beberapa teman berkeluh kesah.
“Apa dosaku hingga harus mengalami semua ini?”… “Aku tak bersalah, mengapa aku yang dihukum?” begitulah kata mereka.
Ketika kita telah berusaha dengan maksimal, senantiasa berdoa dan berserah diri kepada-Nya, namun hasil yang kita peroleh tidak seperti yang kita harapkan, maka terima sajalah sebagai kebijaksanaan-Nya. Kita mungkin tidak tahu persis mengapa semua hal-hal yang menurut kita buruk itu harus menimpa kita. Kita mungkin hanya mampu mengira-ngira hikmah indah di balik peristiwa yang kita kategorikan sebagai derita sengsara itu. Tapi mau apa lagi? Senantiasalah berserah diri kepada-Nya. Maka berbahagialah bersama-Nya.
Saya teringat kisah tentang seorang kawan yang meyakini bahwa dirinya tidak bersalah, namun memperoleh sanksi hukuman yang sangat berat. Ia tentu saja berontak. Jiwanya melawan. Ia berubah menjadi sosok temperamental yang ganas,… pemarah yang buas. Namun suatu hari ia belajar meditasi. Ia menemukan ketenangan batin yang belum pernah ia bayangkan. Akhirnya ia bisa menerima semuanya.
Teman yang lain gagal membina rumah tangga. Ia goncang segoncang-goncangnya. Mencari jawaban ke sana ke mari, namun tetap saja tidak mengerti mengapa semua itu harus dialami. Hingga suatu waktu ia bergabung dalam komunitas yang tekun memperdalam agama. Ia pun menemukan kedamaian yang teramat dalam. –haes