Pola hubungan terbaik bagi tikus dan manusia, seringkali terjadi secara keliru.
Surabayastory.com – Bila Anda menikmati novelet Of Mice and Men karya John Steinbeck, ini merangkai tragedi yang dialami sepasang manusia intim dalam menjalani kehidupan sebagai pengembara untuk mencapai sebuah impian. Lennie Small dan George Milton merupakan perpaduan unik dari kelompok masyarakat kelas bawah. Dari wawancara New York Times dengan sang penulis tahun 1937 diketahui bahwa tokoh Lennie terinspirasi dari karakter nyata yang kemudian dirawat di sebuah rumah sakit jiwa. Sementara kehidupan pengembara semacam Lennie dan George pun pernah dialami sendiri oleh Steinbeck.
Kita juga mengenali Steinbeck sempat berganti-ganti pekerjaan kasar yang memungkinkannya bergaul akrab dengan kelas pekerja dan kelompok marjinal. Karya ini merupakan salah sebuah dari banyak tulisan Steinbeck yang berlatar belakang masa Kemerosotan Global (Great Depression) yang melanda dunia pada dekade 1930-an (1929-1939).
Kekayaan pengalaman hidup Steinbeck menjadi modal kuat dalam menampilkan seluk-beluk perjuangan orang kecil. Dia paham benar impian orang-orang yang pernah menjadi rekan-rekan sekerjanya itu. Impian memang milik setiap orang, tak ada yang bisa memberangusnya, dan semua perjuangan menyimpan pesona tersendiri. Demikian pula impian yang dibangun George, yang memikat orang-orang terdekatnya untuk turut serta berbagi mimpinya masing-masing pada mimpi George.
George bekerja keras mewujudkan cita-citanya untuk memiliki peternakan dan rumah tinggal sendiri, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, dengan kata lain menjadi seseorang yang lebih berarti. Oleh impian George ini Lennie pun menumpangkan keinginannya untuk bisa selalu memelihara dan membelai-belai lembutnya rambut kelinci. Nyatanya mereka berdua terpaksa berpindah ke Soledad untuk mencari pekerjaan lagi akibat diusir dari tempat sebelumnya karena Lennie dituduh nyaris memperkosa seorang gadis setelah menyentuh gaunnya yang halus.
Teman-teman baru mereka pun selanjutnya turut menggantungkan cita-cita pada impian George. Candy, pekerja peternakan yang telah berumur dan baru saja kehilangan anjingnya yang setia, berharap bisa melakukan sesuatu untuk membantu George di peternakannya kelak. Bahkan Crooks, yang diasingkan karena berkulit hitam, yang terbiasa mengejek dengan menyatakan ia telah melihat sekian banyak orang mengejar angan-angan kosong, pun terdorong meminta Lennie untuk ikut bersama menggarap kebun di rumah itu nantinya.
Kesepian manusia tak luput dari penjelajahan karya ini. Beberapa tokoh menderita akibat kesepian dan melakukan sesuatu yang tak selalu berhasil mengatasi keadaan ini. Istri Curley, perempuan muda menantu pengawas peternakan, kesepian karena suaminya tak bisa menjadi sosok dambaannya, dan ia mengatasi kesepiannya dengan menggoda banyak pekerja di peternakan, yang selanjutnya hanya memperparah kekasaran dan kecemburuan Curley. Persahabatan George dan Lennie pun sesungguhnya lahir dari rasa kesepian. Crooks berolok-olok jenaka tentang hal ini, “Siapa pun bisa sinting kalau tak punya orang dekat. Tak peduli separah apa pun orangnya, asalkan ia selalu ada untukmu.” Penulis memperkuat tema ini melalui metode subtil dengan memilih lokasi cerita di dekat kota Soledad (yang berarti kesepian dalam bahasa Spanyol), sebuah kota di tenggara Salinas, California.
Betapa pun kuatnya kebutuhan manusia akan kawan, Steinbeck tetap menekankan betapa kesepian ini secara alami tetap terpelihara dalam wujud dinding tinggi yang terbentuk dari sikap tidak manusiawi satu sama lain. Kesepian istri Curley dikukuhkan oleh kecemburuan Curley, yang mengakibatkan seluruh pekerja peternakan menjauhinya. Penghalang bagi Crooks terbangun dari larangan memasuki rumah bedeng dan membatasi tempatnya hanya di kandang saja. Kepedihan Crooks sedikit berkurang justru berkat kedunguan Lennie.
Karakter-karakter Steinbeck seringkali berciri tak berdaya, baik dari segi kecerdasan, ekonomi, dan keadaan sosial. Lennie yang memiliki kekuatan jasmani paling besar dari yang lain seharusnya bisa membangkitkan rasa segan mengingat dia bekerja di peternakan. Namun demikian kekurang-cerdasannya membatalkan hal ini dan malah menjadikan dia tak punya kekuasaan berarti. Ketak-berdayaan ekonomi dialami oleh setiap pekerja peternakan sebagaimana mereka adalah korban dari keadaan Kemerosotan Global. Betapa pun George, Candy, dan Crooks adalah karakter-karakter yang berpikiran positif, mengutamakan tindakan, dan berharap bisa membeli sebuah rumah tinggal sendiri, namun toh akibat Kemerosotan tersebut mereka jadi tak mampu menghasilkan uang yang cukup banyak untuk mewujudkan cita-cita mereka. Sebenarnya cuma Lennie yang secara mendasar tak sanggup mengurus diri sendiri, tetapi karakter-karakter lain bisa melakukan ini untuknya di tempat tinggal baru yang lebih baik seperti mereka impikan. Akibat ketidak-berhasilan mereka mengupayakan lingkungan yang lebih baik inilah maka bahaya laten dari keadaan mental Lennie pun mengemuka.
Adalah takdir yang terasa paling besar pengaruhnya ketika cita-cita para tokoh cerita hancur setelah George gagal melindungi Lennie. Steinbeck mengungkapkannya dengan “Terjadilah Sesuatu” (“Something That Happened”), yang mulanya hendak digunakannya sebagai judul novelet. Namun setelah membaca To a Mouse, sajak karya Robert Burns, penyair asal Skotlandia, ia pun mengubahnya menjadi seperti yang kita kenal. Puisi Burns ini menceritakan penyesalan narator yang dirasakan setelah tak sengaja menghancurkan rumah seekor tikus ketika sedang membajak lahan.
Jatidiri John Steinbeck
Terlahir dengan nama John Ernst Steinbeck, Jr. dari pasangan Jerman dan Irlandia. Kakeknya dari garis ayah, Johann Adolf Großsteinbeck, telah menyingkat nama keluarga menjadi Steinbeck saat berimigrasi ke Amerika Serikat. Hingga saat ini lahan pertanian keluarga di Heiligenhaus, Jerman masih menggunakan nama Großsteinbeck.
Penulis sejati ini lahir dan dibesarkan di lembah subur Salinas, California, sekitar dua puluh lima mil dari tepi Osean Pasifik; baik lembah maupun pantai tersebut menjadi seting dari sebagian fiksi-fiksi terbaik karyanya. Lingkungan tempat ia tumbuh terdiri dari berbagai ragam budaya berkat khazanah sejarah migrasi dan pekerja migran yang menghuninya. Pada tahun 1919 ia menuntut ilmu di Stanford University, dan sesekali mengikuti pelatihan sastra dan penulisan sampai keluar tahun 1925 tanpa meraih gelar. Sepanjang lima tahun berikutnya dia menghidupi dirinya dengan menjadi pekerja dan jurnalis di New York City, sembari mengerjakan novel perdananya, Cup of Gold (1929).
Setelah menikah dan pindah ke Pacific Grove, di Semenanjung Monterey, tak jauh dari batas kota Monterey, California, dia menerbitkan dua fiksi bertema California, The Pastures of Heaven (1932) dan To a God Unknown (1933), dan mengerjakan beberapa cerita pendek yang selanjutnya dikumpulkan dalam The Long Valley (1938). Ketenaran serta kemapanan finansial baru diperolehnya setelah Tortilla Flat (1935) yang berkisah tentang romantika penduduk Monterey.
Sebagaimana petualang karir yang dijalaninya -bekerja di peternakan bersama buruh migran, pemetik buah saat panen, pramuwisata, hingga pengurus pembibitan ikan- Steinbeck pun secara teratur mengganti subyek tulisan-tulisannya. Tiga novelnya yang berpengaruh pada akhir 1930-an berfokus pada kelas pekerja California: In Dubious Battle (1936), Of Mice and Men (1937), dan sebuah buku yang dinilai sebagai karya terbaiknya, The Grapes of Wrath (1939). Pada awal 1940-an, Steinbeck terlibat pembuatan film berjudul The Forgotten Village (1941) sekaligus penyelidik yang tekun dalam biologi laut dengan membuat film Sea of Cortez (1941).
Steinbeck mengabdikan jasanya pada peperangan, dan menulis Bombs Away (1942), juga novel-drama yang kontroversial The Moon is Down (1942). Setelah ini berturut-turut ia lahirkan Cannery Row (1945), The Wayward Bus (1947), The Pearl (1947), A Russian Journal (1948), drama eksperimental Burning Bright (1950), dan The Log from the Sea of Cortez (1951), sebelum publikasi yang monumental atas karyanya East of Eden (1952), suatu saga ambisius tentang Lembah Salinas dengan sejarah panjang keluarganya sendiri.
Dekade akhir dari masa hidupnya dia habiskan di New York City dan Pelabuhan Sag bersama istri ketiganya. Bersama Elaine juga ia melakukan avontur ke berbagai tempat. Secara keseluruhan Steinbeck menulis dua puluh tujuh buku, termasuk enam belas novel, enam buku nonfiksi, dan lima kumpulan cerpen. The Grapes of Warth (diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia dengan judul Amarah) meraih Penghargaan Pulitzer. Pada tahun 1962 Steinbeck memperoleh Penghargaan Nobel untuk Kesusastraan. Berikut ini kutipan dari pidatonya dalam ajang bergengsi tersebut:
“Seorang penulis diutus untuk menyatakan dan merayakan kapasitas manusia yang telah terbukti atas kebesaran hati dan semangatnya –atas jiwa kesatrianya saat dikalahkan, atas keberanian, kasih sayang, dan cinta. Sepanjang perang abadi melawan kelemahan dan keputus-asaan, inilah semua yang menjadi panji-panji harapan dan perjuangan. Saya percaya bahwa seorang penulis yang tak meyakini penyempurnaan manusia sama dengan tak memiliki dedikasi atau keanggotaan apa pun dalam dunia sastra.”
–dia