Jargon ‘mobil hemat’ hanya sebatas mitos? Mungkin benar, karena tidak ada mobil yang benar-benar hemat, atau sebaliknya dicap si pemboros. Secara teknis mobil apapun bisa ‘disetel’ supaya hemat.
Jalanan Kota Surabaya yang semakin sesak, membuat mengemudikan mobil tak lagi sederhana. Diperlukan beberapa teknik dan cara untuk membuat alat transportasi itu membantu, bukan malah menjebak Anda.
Bila aspek teknis dapat distandarkan, ternyata peran ‘non-teknis’ justru lebih besar dalam membuat sebuah mobil jadi boros. Aspek non-teknis itulah yang paling penting dalam berkendara. Dan itu terletak pada diri Anda. Manusia di belakang kemudi!
Boros-hemat sebuah mobil dipengaruhi tiga hal penting:
- Pertama, kondisi teknis rancang-bangun mobil yang diwakili oleh fungsi seluruh komponen, yang berbaur dan saling menunjang sehingga menghasilkan kinerja. Di sana ada peran mesin, ban, transmisi, rem, bobot kendaraan, dan desain bodi. Variable teknis ini tidak begitu berbeda secara ekstrem, karena hal-hal teknis selalu mudah distandarkan.
- Kedua, perilaku pengemudi yang mengendalikan kendaraan. Aspek manusia inilah yang justru paling dominan pengaruhnya, karena bersifat relative, tidak mudah distandarkan, dan tidak selalu taat-asas (konsisten), terkadang emosional..
- Ketiga, kondisi sekeliling yang menyertainya, antara lain keadaan permukaan jalan, pengaruh alam angin-hujan, kepadatan lalu lintas, beban muatan. Semuanya berkontribusi secara signifikan mempengaruhi kinerja mobil.
Aspek Teknis
Secara teknis, dapur pacu mobil modern dirancang dengan teknologi maju. Setiap mesin punya karakter, keunggulan dan kelemahannya sendiri. Tetapi secara umum mesin-mesin itu disiapkan agar hemat bahan bakar, berperawatan rendah, dan tak kalah penting, harus aman gas buangnya. Itulah sebabnya, mesin buatan tahun 2000 ke atas sudah harus memenuhi standar emisi Euro 2 sampai Euro 5.
Di Indonesia dan beberapa Negara lain, standar tinggi emisi gas buang Euro 5 misalnya, seringkali terpaksa turun kelas (spec-down). Salah satu penyebab adalah buruknya mutu bahan bakar setempat. Produk Pertamina yang kita konsumsi sekarang umumnya masih kelebihan belerang/sulfur pada solar, dan timbal/timah hitam/Pb pada bensin.
Baik belerang maupun timbal sama berbahayanya bagi kesehatan tubuh, maupun mutu udara bebas milik semua makhluk hidup. Memang Pertamina sudah memasarkan mutu bensin lebih baik yaitu un-leaded gasoline yang minim timbal. Namun selain harganya masih mahal untuk konsumsi umum, pun hanya tersedia di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Denpasar. Kota Surabaya telah tujuh kali meminta ketersediaan bensin tanpa timbal ini, sampai hari ini belum terwujud.
Penyebab ‘turun-kelas’ standar Euro 5 adalah, masih rendahnya apresiasi konsumen Indonesia terhadap pentingnya mutu gas buang. ‘’Keunggulan ini ‘tidak bisa dijual’ karena konsumen tak merasa penting’’, kata seorang agen mobil buatan Jepang. Ini sangat berbeda dengan sikap konsumen Negara-negara yang sangat ketat memberlakukan standar gas-buang kendaraan.
Hematkah Mesin Modern?
Secara teoretis mesin-mesin terbaru dengan standar emisi rendah adalah mesin hemat. Berbagai inovasi mutakhir yang menyempurnakan cara kerja mesin dengan memperbarui system klep (valve), injeksi bahan bakar, turbo, intercooler, diarahkan menuju mesin hemat. Capaian ini ditunjang penyempurnaan tiada henti pada system transmisi, desain bodi yang streamline, pilihan logam/bahan yang lebih ringan, inovasi ban, dan masih banyak lagi.
Pilih mobil apapun buatan tahun 2000 ke atas, akan Anda temukan keunggulan dalam banyak hal dibandingkan mobil generasi sebelumnya. Contoh digunakannya mesin yang bisa mengatur bukaan klep (katup, valve) sesuai dengan kebutuhan. Pada mesin kuno, saat putaran rendah atau tinggi, bukaan katup masuk atau keluar sama saja. Akibatnya bensin yang masuk ke ruang bakar maupun terbuang melalui manifold dan knalpot sama saja volumenya.
Kini hal itu tak terjadi lagi, karena katup akan membuka kecil saja pada putaran rendah, dan selanjutnya menyesuaikan bukaan dengan kebutuhan kecepatan dan beban. Mekanisme buka-tutup katup secara cerdas (intelligent) ini kian rumit pada multi-valve di mana satu siliner dikawal 4 katup atau lebih. Pada putaran rendah, hanya dua katup saja yang berfungsi. Katup-katup lainnya baru akan bekerja setelah mesin mendapat beban tambahan.
Kecerdasan itu diabadikan oleh Toyota pada mesin VVTi (Variable Valve Timing Intelligent). Mesin sejenis ini terpasang pada Kijang Innova, Yaris, Corolla Altis.
Sistem yang kurang lebih sama juga dikembangkan oleh Nissan, Suzuki, Honda, Mazda, Daihatsu Granmax, dan banyak merk, dengan istilah berbeda-beda. Nissan menamai mesinnya CVTC (Continous Variable-valve Timing Control), mengutamakan tenaga maksimal pada putaran rendah tanpa mengorbankan efisiensi bensin.
Bagaimana Cara Berhemat?
Saat menggunakan mesin ini, Anda tak perlu pusing dengan perlakuan khusus. Berbagai pengembangan diarahkan untuk menuruti kemauan dan menyesuaikan karakter berbeda setiap pengemudi. Bila Anda tergolong dinamis dan suka kecepatan, pedal gas tanpa kabel (drive by wire) akan memroses injakan pedal menjadi perintah melalui komputer yang mengatur kerja mesin.
Anda akan mendapatkan daya mesin untuk kebutuhan akselerasi cepat. Begitu pun bila sedang menghadapi tanjakan panjang dan berat, mesin akan berkolaborasi dengan transmisi (otomatis) untuk menghadirkan performance yang cukup.
Tetapi ingat, meski mesin dan transmisinya serba canggih, sebaiknya Anda tetap mengemudi dengan lembut (gentle). Bila Anda berlaku kasar, sering menggeber dan memacu mobil sembarangan, tetap saja mobil Anda akan boros. Pemborosan tidak sebatas konsumsi bensinnya, melainkan juga merembet ke penggunaan ban, kampas kopling, dan kinerja pegas-pegas.
Setiap mobil selalu punya torsi, yaitu titik di mana daya mesin mencukupi pada putaran (Rpm= Rotation per minute) yang ideal. Jadi tandailah torsi mesin mobil Anda dengan melihat buku pedoman (juga brosur), dan jangan sering-sering melewatinya. Melampaui torsi sama halnya dengan membuang tenaga (dan bensin) yang tak perlu. Nah, peran manusia di belakang kemudi tetap saja signifikan. — Suwarsono