Sekolah ini sudah ada sejak zaman kemerdekaan. Termasuk sekolah tertua di Surabaya, dan telah melahirkan tokoh-tokoh nasional Indonesia.
Surabayastory.com – Jejak sejarah sudah tertangkap ketika kita hanya selangkah dari gerbang Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ketabang I -288 Surabaya. Pintu pagar berbahan besi tempa, tampak kokoh menatap putaran zaman. Meski zaman telah berkali-kali berganti, sang benda mati ini tampak masih setia menemani. Setiap hari ratusan siswa hilir mudik keluar-masuk gerbang ini. Besi berwarna jingga ini sangat berat, dan kalau tidak hati-hati, benturan akan membuat tubuh kita memar, biru-biru sampai beberapa hari.
Hanya beberapa langkah dari pintu gerbang, sebuah bangunan dengan arsitektur kolonial tampak gagah menyambut. Jarak pandang yang terlalu pendek membuat kemegahan bangunan ini tak bisa sempurna untuk dinikmati. Seperti layaknya bangunan-bangunan khas Belanda di Indonesia, bangunan ini dibuat dengan style tropikal. Langit-langitnya tinggi, bukaan-bukaan lebar, dengan sistem angin bertiup silang (cross ventilation) sebagai penghapus angin panas melingkupi akibat terik Surabaya. Namun sekarang, sebagian ventilasi itu sudah ditutup, karena debu. Sebagai ganti penyejuk itu diganti AC. Tanaman-tanaman akasia tua dan tinggi membantu menyejukkan suasana. Sayang, beberapa waktu lalu telah dipangkas, dan taman-taman pengganti belum juga bisa mendinginkan.
Melangkahkan kaki kemudian, kita akan melewati jalan masuk bak sebuah lorong pendek hingga menemukan sebuah lapangan ukuran sedang. Melewati perpustaan kecil (yang lebih banyak tutup karena tidak ada penjaganya), ruang guru, dan taman kecil khas SD negeri. Lapangan ini berdasar paving blok rata. Ini adalah lapangan serba guna, biasa digunakan untuk upacara bendera, olahraga, acara-acara sekolah, hingga lokasi doa bersama.
Dari lapangan ini kita bisa melihat beberapa detil bangunan sekolah yang tampak megah sekaligus lelah dengan warna kuning muda. Tembok-tembok yang tebal dengan detil terencana, roster bermotif, seperti tersenyum memandang tembok-tembok bangunan baru yang tampak tipis, ringkih dan tidak punya selera arsitektur. Teres-teras sepanjang kelas masih menawarkan kesejukan.
Memasuki ruang kelas, di sana ada bangku-bangku tua, dari kayu jati dengan pelitur gelap. Bangku-bangku diantaranya masih ada yang bergandeng dua-dua dengan meja miring untuk memudahkan siswa menulis. Di bawahnya ada laci untuk menyimpan tas dan buku-buku.
Sekolah Bersejarah
Untuk banyak warga Surabaya, terutama yang tinggal di Surabaya pusat, sekolah ini pasti akan dikenang. SD Ketabang ada dua: SDN Ketabang I Ambengan, dan SDN Ketabang Seruni (Jl. Seruni, sekitar 200 meter dari Ambengan). Keduanya sama-sama tua dan bersejarah. Masing-masing punya fanatisme. Tiap orang tua menyimpan fanatisme masing-masing untuk memilihkan sekolah bagi anak-anaknya.
Kawasan Ketabang adalah bagian dari tengah kota Surabaya. Dulu kawasan ini adalah daerah para penggede kota, tempat tinggal para loji dan kaum priayi. Balaikota Surabaya yang sejak dulu menjadi kantor walikota Surabaya hanya berjarak 500 meter. Di sekelilingnya dilingkupi kantor-kantor serta gedung-gedung penting yang punya pengaruh di kota ini.
Ketabang adalah sebuah kelurahan, di dalamnya terdapat lanskap sejarah dan peninggalan Belanda yang berupa rumah tinggal, sekolah, makam pahlawan, dan gedung pemerintahan. Banyak diantaranya masuk dalam daftar bangunan cagar budaya. Bentuk-bentuk rumah yang unik, klasik, sebagian tampak kusam karena tidak terawatt atau ditinggal pemiliknya. Jalan-jalan yang lebar seperti mengingatkan kita betapa tenangnya suasana ratusan tahun silam.
Kembali ke cerita sekolah. SDN Ketabang I – 288 berdiri 31 Agustus 1948. Tak lama setelah kemerdekaan RI diproklamirkan. Sebagai sekolah tertua, banyak tokoh yang pernah mengenyam pendidikan dasarnya di sini. Diantaranya adalah mantan Wakil Presiden Try Soetrisno (dulu tinggal di Genteng Bandar Lor). Try Soetrisno menempuh pendidikan dasar di SD Ketabang ini tahun 1942-1950. Selain itu juga ada mantan Menteri pendidikan Wardiman Djojonegoro. Di tahun-tahun kemudian juga banyak siswanya yang menjadi orang yang berpengaruh di negeri ini.
Jika dirunut lebih jauh lagi, sejarah SD Ketabang ini dimulai sejak tahun 1932 ketika masih bernama ELS (Europe Letter School). Setelah masa kemerdekaan, sekolah itu bernama SDN Ambengan, dan menjadi sekolah teladan di Surabaya. Seiring berjalannya waktu, SD Ketabang I ini terus mempertahankan prestasinya, hingga sampai saat ini tetap menjadi SD favorit. Sistem zonasi yang dikembangkan kementrian pendikan saat ini, tak menyurutkan minat masyarakat untuk memulai pendidikan dasarnya di sini.
Namun, riak dan guncangan dating menerpa. Sekolah legendaris ini lahannya dalam ranah sengketa. Miris mendengarnya, sulit juga masuk dinalar. Bagaimana sekolah negeri tanahnya kemudian bisa menjadi milik swasta? Padahal sekolah ini tak pernah jeda atau beralih fungsi. Namun, arogansi, ego, ketamakan manusia siapa yang tahu? Pemerintah Kota Surabaya berusaha keras mempertahankan sekolah legendaris ini. –sa 📌