Di manakah letak orang-orang Tionghoa dalam perkembangan manusia dunia? Ini story tentang asal-usul, gen, dan sifat-sifat dasar yang mengikuti orang-orang Tionghoa.
Surabayastory.com – Dalam abad ketiga belas gerombolan-gerombolan Genghis Khan menyerbu Eropa dan membawa ancaman dan kebenaran perang total jenis baru. Di seluruh Barat timbul pertanyaan siapakah orang-orang asing yang menimbulkan kehancuran dari Timur itu. Fredrik II dari Imperium Romawi Suci menulis kepada Henry III dari Inggris :
“Orang-orang Tartar itu berperawakan kecil tapi mempunyai anggota gerak yang kuat – bersemangat berani dan nekad, selalu bersedia menghadapi bahaya atas isyarat dari komandan mereka”.
Bagi Barat orang-orang Mongol itu benar-benar merupakan “manusia dari Mars”. Sifat-sifat jasmani mereka yang khas yang disertai kedahsyatan tindakan mereka sudah cukup untuk memberikan kepada mereka nama “Cambuk Tuhan”. Frederick yang tadi dari Jerman – berpendapat bahwa mereka adalah keturunan dari kabilah-kabilah Israel yang hilang yang terkurung di gurun-gurun Asia sebagai hukuman karena menyembah berhala.
Sesudah Pearl Harbour reaksi yang sama terasa pula di Amerika terhadap orang-orang Jepang. Dengan kata-kata yang kurang indah itulah orang-orang Amerika menyebut musuh mereka. Tapi banyak warga negara Amerika yang menaruh minat yang mendalam tentang asal usul, ras dan kebudayaan orang-orang Jepang dan agaknya merupakan sebagian dari keuntungan-keuntungan perang bahwa pada waktu ini lebih banyak yang diketahui tentang asal usul orang-orang Asia Timur daripada dahulu.
Orang-orang Mongol dan Jepang telah memaksakan diri mereka kepada Barat di waktu-waktu belakangan ini akibat tekanan dan ekonomi, tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh jumlah penduduk yang bertambah besar, kebutuhan akan sumber-sumber kekayaan (rumput, batubara, minyak,dan sebagainya), ambisi budaya dan pribadi, dan sebagainya. Semua faktor ini merupakan gejala dari bangsa yang kuat yang sedang tumbuh. Agresi orang-orang Mongol dan Jepang merupakan tanda-tanda air pasang dalam ekspansi ras itu melewati tempat asalnya. Dengan kata lain apabila kita mencari asal usul orang Tionghoa kita boleh jadi menduga bahwa jejak dari asal usul itu akan ditandai oleh bertambah banyaknya ras yang amat kuat yang mereka merupakan bagian daripadanya.
Bangsa-bangsa Mongoloid mempunyai banyak sekali variasi dalam bentuk jasmaniah mereka. Ini buat sebagian merupakan akibat dari kontak mereka dengan bangsa-bangsa lain. Tapi mereka biasanya mempunyai sejumlah sifat jasmani yang sama : rambut yang hitam lurus, lipatan kulit di atas mata, muka yang agak rata, dan sedikit rambut di atas muka merupakan sebagian dari sifat-sifat tadi. Sifat-sifat demikian merupakan petunjuk-petunjuk tentang asal usul ras yang mungkin.
Studi tentang asal usul rasial, percampuran ras, dan ciri-ciri khas rasial adalah studi yang luar biasa ruwetnya. Studi itu terlalu sering digunakan oleh kelompok-kelompok politik sebagai orang Nazi untuk mempertahankan “kemurnian darah” dari satu bangsa, sedangkan kenyataannya adalah bahwa sebagian besar dari jenis-jenis manusia merupakan hasil dari percampuran ras. Ini adalah hasil yang wajar dari peristiwa historis dan gerakan kebudayaan. Tapi ada pula kecenderungan manusia untuk memencilkan diri dalam kelompok-kelompok, dimana perkembangbiakan dalam lingkungannya semdiri menghasilkan serangkaian sifat-sifat jasmani yang kemudian menjadi ciri khas dari kelompok itu. Sebagian dari sifat-sifat utama ini sudah tentu dapat diusut pada pembawa-pembawa keturunan (gene) yang sudah terdapat pada pribadi-pribadi dalam kelompok itu. Sifat-sifat lainnya dihasilkan oleh hubungan fungsional di antara lingkungannya dan kelompok. Adalah aspek lingkungan inilah yang dipelajari oleh ahli-ahli anthropologi jasmani secara agak terperinci dan menolong kita untuk menetapkan tempat asal dari bangsa-bangsa Mongoloid itu.
Sifat Khas Jasmani
Dalam menyelidiki penyebaran bangsa-bangsa di atas bumi ahli-ahli anthropologi melihat gejala-gejala tertentu yang menunjukkan peran yang mencolok mata dari daerah lingkungan dalam menetapkan sifat rasial : kulit hitam dari bangsa-bangsa yang hidup di dekat khatulistiwa, warna kulit muda dari bangsa-bangsa yang hidup di lintang-lintang sebelah utara, dada yang bidang dari orang-orang pegunungan, pigmenta-pigmenta mata, bentuk hidung dan banyak lagi lainnya. Sifat ini mungkin merupakan fungsi dari panas, dingin, kekeringan, kebasahan, dsb., yang bertindak menurut pola kelangsungan hidup di dalam kelompok.
“Bila iklim sehat, jasad tidak mendapat beban berat, tapi kalau iklim menjadi lebih buruk perubahan-perubahan yang menguntungkan mengandung nilai selektif yang tinggi”.1
Dari pernyataan ini kita dapat mengira-ngira bahwa ras-ras manusia tertentu memperlihatkan akibat-akibat dari dingin dan panas yang luar biasa. Beberapa ahli antropologi telah menyelidiki bangsa-bangsa Mongoloid dan telah menarik kesimpulan bahwa sifat jasmani yang khas yang membedakan ras merupakan akibat-akibat alami dari penyesuaian dengan iklim dingin.
Bangsa-bangsa Mongoloid terbagi dalam beberapa bagian bawahan yang kebanyakan merupakan hasil dari antar perkembangan biak dengan bangsa-bangsa rasial lainnya tapi yang mempunyai sifat-sifat Mongoloid yang kentara, yaitu orang-orang Indian Amerika, sedikit orang-orang Polynesia, Indonesia, dsb. Bahkan orang-orang Tiongkok Utara pun mempunyai sifat-sifat utama yang menandakan sedikit percampuran rasial (tinggi, bangun, ukuran, dsb.). Tapi ada pula apa yang dinamakan bangsa Mongoloid Primer atau Klasik, yang terutama ditemukan di Asia Utara, yang meliputi bangsa Eskimo, oran-orang Mongol Buryat, orang-orang Tungus dari Mancuria dan sejumlah suku-suku Siberia (Gilyak, Goldi, dsb,).
Tipe itu juga tampak di kalangan orang-orang Jepang, Korea, Tibet dan beberapa bangsa Tiongkok Utara. Coon, Garn dan Birdsell menyatakan bahwa bangsa Mongoloid klasik mempunyai sifat-sifat yang berikut:
- Bangun badan yang gemuk
- Kaki tangan yang kecil
- Muka yang rata
- Mata yang ditutupi oleh kelopak yang tebal
- Rambut lurus yang kasar dengan pertumbuhan jarang di muka dan badan.
Hooton menambahkan sifat-sifat seperti warna kulit sawo matang kekuning-kuningan, warna mata sawo matang sedang, sawo matang tua sampai bentuk hidung anak-anak dengan akar yang rendah, kelompok darah B tinggi, gigi seri berbentuk sekop, tulang kelangkang bertanda, kepala berukuran 80 dan lebih (yaitu brachycephalic). Tidaklah diketahui apakah hubungan sifat-sifat ini dengan teori penyesuaian diri.
Dikemukakan bahwa sifat-sifat jasmani ini adalah akibat dari lingkungan yang beriklim dengan luar biasa. Lingkungan yang demikian boleh jadi terdapat di Siberia dan Asia Tengah Timur selama Zaman Es Keempat, tatkala ada daerah-daerah bebas es seperti kantong-kantong di antara gletser pegunungan dan lapisan es Siberia. Daerah-daerah ini luar biasa dinginnya (sering di bawah -28oC) dan dihembusi angin-angin yang kencang. Manusia dan hewan pastilah harus berjuang mati-matian untuk mempertahankan hidup. Banyak orang yang mati dan sisanya yang kecil saja jumlahnya, menyesuaikan kebudayaan mereka dengan keadaan : menjahit kulit berbulu dan kulit-kulit hewan menjadi pakaian pelindung badan (pakaian pertama yang dibuat menurut ukuran?). Ini merupakan satu penyesuaian tapi penyesuaian lainnya lebih penting lagi. Karena muka manusia harus terbuka terutama hidung, hidung, mulut dan mata, maka perlulah ada perubahan jasmani untuk melindungi bidang-bidang yang peka itu. Situasi yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya seleksi alami mungkin pernah terdapat pada kelompok-kelompok terbatas proto-Mongoloid yang terpencil ini (tidak dikenal). Karena demikian, perubahan-perubahan anatomis yang perlu untuk kelanjutan hidup tentu akan terjadi.
Kebutuhan untuk melindungi muka memerlukan pertumbuhan lemak pelindung di bawah kulit dan sebaliknya pengumpulan lemak ini memerlukan perubahan-perubahan anatomis tertentu. Hidung, bagian muka yang paling terbuka, telah memperkecil bidangnya dengan menonjolnya tulang-tulang pipi dan hidungnya sendiri agak mundur ke belakang. Jadi hidung itu agak terbenam dalam lapisan-lapisan lemak yang kini timbul di bidang muka yang sudah menjadi lebar dan datar. Secara itu pula, mata dilindungi oleh sambungan vertikal dari orbit mata dan seluruh bidang itu dipenuhi lemak. Lipatan di atas mata yang manjalur bidang hidung di atas mata sebelah atas mempersempit celah mata dan dengan isi berlemak bertindak semacam kaca mata salju guna menahan silau maupun sebagai perisai mata terhadap dingin. Bernafas lewat jalan-jalan udara di dalam hidung menjadi lebih mudah disebabkan oleh tenggelamnya bidang hidungke dalam muka
Coon, Garn dan Birdsell menganggap bahwa perubahan pada bentuk muka Mongol ini meliputi tiga prinsip :
- Memperkecil bidang permukaan sampai minimum dengan jalan meratakan sebanyak mungkin bagian-bagian yang menonjol.
- Mengatasi permukaan dengan lemak untuk mencegah hilangnya panas badan.
- Bertimbunnya jalan-jalan udara di dalam hidung untuk memberikan panas maksimum pada udara dalam perjalanannya menuju paru-paru.
Sebagaimana yang pernah dialami oleh banyak serdadu selama perang, rambut di atas muka pasti merupakan rintangan dalam udara dingin yang luar biasa. Janggut menahan lengas nafas sebagai es, yang menyebabkan muka jadi beku. Oleh sebab itu perlu sekali mengurangi rambut muka. Oleh sebab itu ketiadaan berambut yang relatif dari bangsa Mongoloid klasik itu merupakan reaksi selektif terhadap dingin.
Menengok Teori Lain
Ada teori-teori lainnya yang dikemukakan sebagai postulut oleh para ahli berhubungan dengan asal usul tipe jasmani orang-orang Mongoloid (kekurangan iodin, perkembangbiakan selektif antar ras, dsb.) dan masing-masing mempunyai keuntungannya. Jelaslah bahwa semua teori ini hanya memuaskan sampai kepada satu taraf, sebab kita harus banyak mengira-ngira saja, biasanya tanpa bukti selaku dari hasil yang terakhir, dan selain itu karena teori-teori tadi hampir mustahil dapat dibuktikan, setidak-tidaknya berdasarkan bukti-bukti yang ada sekarang. Tapi teori Coon, Garn dan Birdsell itu berguna untuk memenuhi kebutuhan akan seleksi alami (tempat yang terbatas, perkembangbiakan dalam kelompok kecil, tekanan-tekanan tipe tertentu, lama waktu, dsb.). Pastilah sudah bahwa muka orang Mongoloid lebih baik perlengkapannya untuk menghadapi udara dingin daripada muka lainnya. Kalau gajah mendapat wol untuk musim dingin dan kuda mendapat gigi untuk memamah rumput, sulitlah untuk mengecualikan manusia dari pengaruh situasi penyesuaian yang serupa itu pula, sebagaimana yang dilakukan oleh sementara orang, terutama apabila telah diketahui pengaruh-pengaruh lingkungan (seperti sumber-sumber makanan) terhadap organisme hidup manusia dalam satu generasi saja. Kalau ada beratus-ratus generasi yang mengalami tekanan lingkungan yang sama beratnya selama beribu-ribu tahun maka masuklah akal agaknya bahwa jenis manusia itu akan terpengaruh terutama apabila persoalannya adalah “menyesuaikan diri atau mati”. Sudah tentu masalah itu hingga kini masih belum terjawab.
Keterangan cerdik Weidenreich tentang sifat-sifat utama Mongoloid pada manusia Peking dan manusia dari Gua Atas di Choukoutien telah menyebabkan beberapa ahli Sinologi mengemukakan pendapat bahwa tipe-tipe Mongoloid telah menduduki Tiongkok Utara selama masa yang bukan main panjangnyadan oleh sebab itu mereka nyata-nyata merupakan nenek moyang orang-orang Tionghoa yang historis. Tapi sebagaimana kita ketahui bukti-bukti menunjukkan bahwa di akhir zaman Pleistocene, Asia Utara termasuk Tiongkok Utara diduduki oleh bangsa Caucasoid purba yang bentuk perawakannya mungkin mirip sekali dengan bangsa Ainu di Jepang. Bukti yang hingga kini sudah ditemukan juga menunjukkan bahwa lama sekali kemudian barulah ada bangsa-bangsa Mongoloid di Asia Tenggara. Dan karena dalam masa ini kita masih belum lagi menjumpai tipe Mongoloid di Asia Barat, kita harus menduga-duga bahwa mereka berasal dari suatu tempat di Utara walaupun andaikata tidak ada teori tentang penyesuaian diri dengan udara dingin. Juga harus diingat bahwa bangsa Tionghoa bukanlah bangsa Mongoloid klasik melainkan merupakan cabang yang sudah berubah sekali jauh di sebelah selatan dari daerah tipe itu dewasa ini.
Mongoloid di Zaman Es
Bangsa Mongoloid klasik yang dibebaskan dari tempat tinggal Zaman Es mereka, waktu keadaan menjadi panas tatkala pembentukan es yang terakhir mulai berpencar dari negeri asal mereka kira-kira sesudah 8000 sampai 10000 tahun yang silam. Bangsa ini bercampur dengan ras-ras lain dan pada waktunya menghasilkan bangsa Mongoloid yang mendiami dunia pada waktu itu. Menjelang masa dua ribu tahun sebelum Masehi penduduk Tiongkok Utara dan setidak-tidaknya sebagian dari Tiongkok Barat pada hakekatnya adalah bangsa-bangsa Mongoloid. Davidson Black, ahli anthropologi fisik yang menyelidiki kerangka-kerangka Honan dan Kansu yang ditemukan dalam kuburan-kuburan yang berasal dari zaman sekarang, menarik kesimpulan sbb. :
Sebagai hasil dari penyelidikan yang dahulu tentang ukuran kelompok dan dari hubungan-hubungan tengkorak pra sejarah dari Honan dan Kansu dibandingkan dengan material dari Tiongkok Utara belum lama berselang, agaknya dapat ditetapkan dengan pasti bahwa penduduk-penduduk prasejarah yang mewakili itu pada hakekatnya adalah orang Timur dalam sifat jasmaninya.
Selanjutnya persamaan di antara orang-orang pra sejarah ini dan orang-orang Tiongkok Utara yang sekarang agaknya sedemikian rupa sehingga istilah “orang Tionghoa permulaan” (proto Chinese) mungkin agak layak pula digunakan terhadap yang pertama.6
Di Siberia Barat daya tipe Mongoloid baru muncul dalam urutan kepurbakalaan yakni dalam masa kebudayaan Kurga Minusinsk7 (mungkin sesudah 500 tahun sebelum Masehi). Ini menandakan bahwa pusat kebudayaan-kebudayaan Mongoloid mungkin berada di sebelah timur Yenisei dan bahwa ras itu terutama bergerak sepanjang sumbu utara-selatank yang merupakan sebab dari tersebarnya kebudayaan itu mula-mula sekali ke Tiongkok dan mungkin pula ke Benua baru. Hal itu mungkin menandakan pula kenyataan bahwa kebudayaan Mongoloid dari masa itu adalah dari tipe pengembara, yang tidak menetap yang hanya sedikit saja meninggalkan jejak-jejak perjalanannya.
Pendeknya terdapat tanda-tanda bahwa ras Mongoloid itu berasal dari Asia Utara dan orang-orang Tionghoa merupakan sebuah cabang dari padanya. Tipe jasmaniah Mongoloid boleh jadi terbentuk dalam taraf es terakhir ketika keadaan lingkungan yang sangat selektif sekali yang ditimbulkan oleh terpencilnya sekelompok Homo sapiens dalam daerah beriklim dingin yang tidak ber-es (mungkin Siberia atau Asia Tengah Timur) menyebabkan terjadinya pembentukan itu, terutama dari sifat-sifat utama muka Mongoloid. Menurut teori ini pemencaran bangsa-bangsa Mongoloid ke selatan dan utara itu terjadi lama sekali sesudah Zaman Es mulai susut. –dph, dari berbagai sumber