Kota metropolitan Surabaya masih memiliki alat penyeberangan sungai yang tradisional. Meski sudah berkali-kali dilarang, tetap eksis dan diminati masyarakat.
Surabayastory.com – Di mana ada kebutuhan, di situ peluang usaha tetap ada. Adagium itu juga berlaku di sepanjang lintasan Sungai Kalimas Surabaya. Meskipun sudah berkali-kali dilarang, namun jasa penyeberangan dengan perahu tali tetap berjalan. Eksistensinya seakan tak luntur oleh perkembangan zaman. Juga tak mempan untuk dilarang.
Perahu tambangan adalah perahu kayu yang dialihfungsikan sebagai jasa penyeberangan. Dari dua sisi sungai direntang tali atau tambang (sling maupun tali tampar), kemudian perahu digerakkan dengan menarik tali hingga sisi sungai yang lain.
Di Surabaya, ada sejumlah titik perahu tambang yang masih beroperasi hingga saat ini. Di antaranya terletak di Wonokromo, Wonorejo, Ngagel, Gunungsari, dan Karang Pilang.
Apa yang membuat perahu tambangan ini tetap eksis? Penyebab utamanya adalah letak jembatan yang mampu menyeberangkan orang atau barang tidak ada. Kalau pun ada letaknya jauh dan tidak efisien. Dari kesempitan ini membuat masyarakat mencari yang praktis, yang ada di depan mata. Soal bahaya, itu nomor dua. Karena masyarakat masih membutuhkan jasa ini, membuat penertiban perahu tambang tidak bertahan lama. Kita coba tengok cerita lainnya. Perahu tambangan di kawasan Wonokromo yang sempat berhenti, ternyata hanya sejenak. Perahu tambangan tetap menjadi daya tarik tersendiri (kebutuhan) bagi warga sekitar. Jasa transportasi yang terbilang tradisional tersebut masih bertahan. Keberadaannya juga tidak bisa dihentikan karena kebutuhan masyarakat yang masih cukup banyak.
Menyimpan Risiko
Jika melihat kondisinya, perahu tambangan ini menyimpan risiko bahaya. Arus air yang deras serta minimnya alat pengaman, membuat perahu tambangan ini kurang terjamin keamanannya. Pemerintah Kota Surabaya sebenarnya tak henti-hentinya membuat himbauan. Himbauan itu dilakukan secara non-formal karena belum ada peraturan khusus yang melarang perahu tambangan beroperasi. Salah satunya adalah menghenhentikan operasi ketika debit aliran sungai sedang deras. Pun ketika hujan deras menerpa. Ketika hujan deras biasanya pintu air sungai dibuka, sehingga aliran air menjadi deras dan terjadi putaran arus air.
Himbauan berikutnya adalah mengecek kondisi perahu secara rutin. Perahu dijaga dan dirawat, setiap ada kerusakan kecil harus segera diperbaiki. Perahu yang selalu dijaga akan memperkecil risiko kecelakaan. Bagian lain yang juga perlu diperhatikan adalah tali tambang. Beberapa kecelakaan terjadi akibat tambang yang putus. Sering kali, sudah mulai tampak tanda-tanda tambang sudah mulai getas dan rawan putus. Namun tak juga segera diganti baru, hanya diakali agar tetap bisa dipakai. Alasannya klasik, tambang yang dipakai (atau sling) harganya mahal.
Perahu tambangan rata-rata tidak menyediakan pelampung bagi penumpangnya. Mereka hanya bergantung pada seutas tali besi untuk mempertahankan posisi stabilitas perahu.
Nyaris di semua wilayah yang terdapat perahu tambangan aktif, mempunyai penumpang yang banyak. Kebutuhan dan minat masyarakat terhadap tambangan menjadi alasan.
Di balik sisi bahaya yang mengkhawatirkan, disebut ada sisi positif dari keberadaan perahu tambangan. Penarik perahu ini yang selalu siap sedia, juga bertugas untuk mengawasi bibir sungai. Adanya perkampungan di bibir sungai menyebabkan adanya bahaya bagi anak-anak tercebur sungai ketika bermain. Ada juga pernah kejadian anak yang terjatuh dari pohon di sekitar sungai. Selain itu, keberadaan perahu tambangan bisa dimanfaatkan untuk mengawasi kondisi sungai agar tidak tercemar dari buangan sampah.
Kecelakaan Tak Membuat Takut
Selain punya risiko besar, peristiwa-peristiwa nahas yang telah terjadi, tak menyurutkan masyarakat untuk menumpang perahu tambang. Tahun lalu, enam orang tewas karena tenggelam saat menyeberangi Kalimas sisi selatan. Perahu tambang yang mereka tumpangi terbalik dan terbawa arus. Keberadaan perahu yang ala kadarnya itu sempat dilarang total. Namun, kini banyak perahu tambang yang kembali beroperasi.
Perahu tambangan memang bukan moda transportasi. Sebagai alat transportasi sungai, harus memenuhi sejumlah persyaratan sebagai moda angkutan. Misalnya, berbentuk mirip perahu, tersedia alat keselamatan, dan mempunyai standar beban tonase maksimal, bukan berapapun penumpang dan kendaraan yang masuk bisa diangkut.
Bentuk perahu dengan sistem ponton (memakai tong kosong sebagai alat pengapung) dipandang tidak cocok sebagai perahu pengangkut penumpang di sungai. Apalagi Sungai Kalimas berarus deras dan dalam.
Keberadaan perahu tambangan di kota ini memang simalakama. Tak bisa menutup dan melarang perahu tambang itu beroperasi. Alat penyeberangan itu dibutuhkan masyarakat karena efisien dan murah. Tapi kalau dibiarkan, bisa mengganggu sarana dan prasarana sungai dan menimbulkan korban jiwa. Karena itu, perlu segera dibuat regulasi dan standarisasi yang pasti. Perlu melakukan kajian secara komprehensif terkait permasalahan perahu tambang itu. Total ada sekitar 70 perahu tambang yang melintas di Kali Surabaya dan seluruhnya belum memiliki izin. Menyelesaikan perahu tambangan tidak bisa hanya dengan sekadar himbauan tanpa kepastian, kalau tidak akan terus ada belasungkawa ketika sudah berderai air mata karena kecelakaan. –sa