Pasar Bong mempunyai ciri khas tersendiri. Berdiri di bekas makam China, bisnis grosir ini terus berputar.
Karakter yang khas, adalah sebuah keunikan. Tidak didapatkan di daerah lain, membuatnya selalu didatangi kembali. Cerita tentang Pasar Bong Surabaya, adalah sebuah penjelajahan menyusuri ruang dan waktu. Bagaimana lapak-lapak pedagang di dalamnya terus meruang mengikuti zaman yang baru. Di sana juga ada lorong waktu yang dalam di masa lalu dan gegap di masa depan. Di Pasar Bong, setiap sudutnya punya cerita dan kesan. Bisnis yang berputar beradu dengan jejak sejarah perdagangan di Kota Surabaya.
Menjelajahi Pasar Bong kita mulai dari pemetaan tempatnya dulu. Untuk sampai ke sana, temukan dulu jalan Slompretan. Kalau masih susah, capai Jembatan Merah (jembatannya), lalu berjalan ke arah Jl Kembang Jepun, setelah lewat dua blok akan ketemu Jl Slompretan di sebelah kanan. Sejak ujung Jl Slompretan sudah terlihat padat. Jl Slompretan memang sangat dikenal sebagai pusat perdagangan kain dan barang-barang jahit di Surabaya. Cari jenis kain apa saja ada di sini. Yang lebih penting lagi, harganya paling murah. Tak ayal banyak pengusaha konveksi yang kulakan kain di sini.
Setelah berjalan sekitar 400 meter, di sebelah kanan jalan terdapat sebuah gang kecil. Di gerbang gang tertulis Jl Kembang Jepun, tetapi setelah masuk akan terlihat gang Pasar Bong. Lho… Setelah diusut, ternyata hanya beberapa meter saja dari pintu masuk gang terpecah jadi tiga, yang ke kanan gang Kembang Jepun, yang di kiri gang Pasar Bong, dan yang ketiga gang buntu. Namun setelah melewati gerbang kecil itu, yang lebih dikenal adalah gang Pasar Bong.
Parkir sepeda motor bila dilakukan di sekitar depan gang, sedangkan untuk mobil parkir di sepanjang jalan Slompretan.
Pasar Bong memang menyimpan karakter tersendiri. Ketika mall begitu banyak tumbuh di kota besar, tampaknya pasar tradisional semakin terpinggirkan. Bahasa paling gampang, ketika ingin gaya dan ‘pamer’ mereka ke mall, ketika ingin kebutuhan yang murah (mengikuti jumlah dalam kantong) mereka menyerbu pasar tradisional. Pasar Bong ada di sana, karena harga yang sangat murah membuat orang masih sering datang ke sana. Setiap hari selalu ramai.
Pusat Souvenir Haji di Surabaya
Di bulan-bulan usai musim haji seperti sekarang ini, Pasar Bong menunjukkan kegairahan yang tinggi. Pasar Bong dikenal sebagai sebagai pusat grosir untuk barang-barang muslim. Mulai dari baju, kerudung, makanan, hingga minuman. Aapapun yang berbau Timur Tengah ada di sini. Pasar ini kian menjadi ramai luar biasa ketika musim haji atau musim lebaran tiba.
Biasanya, setelah pulang dari ibadah haji, salah satu yang ditunggu adalah buah tangan dari Tanah Suci. Seolah ada kepuasan tersendiri jika bisa membawakan oleh-oleh kepada keluarga, teman, sahabat, tetangga. Seakan sudah menjadi kewajiban. Ibaratnya, pulang haji tanpa membawa oleh-oleh terasa hambar. Beberapa buah tangan yang biasa diberikan adalah kurma, mukena, air zam-zam, kurma, kacang Arab, kacang potaccio, kismis, almon, kerudung, tasbih, minyak wangi, pengecat kuku. Semua ada. Meski tak ada keharusan, membagi oleh-oleh seakan wajib bagi jamaah haji sepulang dari Tanah Suci.
Kadang, antara keinginan dan kenyataan sering bertolak belakang. Inginnya bisa membawa oleh-oleh banyak untuk dibagikan, tetapi aapa daya ada keterbatasan bagasi untuk masing-masing jamaah. Selain itu, dengan tidak repot berbelanja maka beribadah dapat lebih fokus. Bagaimana bisa menyenangkan orang-orang yang telah menunggu? Dan Pasar Bong adalah jawabannya. Berbagai jenis souvenir haji bisa didapatkan di sini.
Menjelajahi gang Pasar Bong memang mengasyikkan. Yang dagang berjubel, banyak betul. Pilihannya juga tak terhitung, dan yang pasti harganya sangat murah. Karena itu tak heran kalau pelanggan yang datang ke sini bisa dari luar kota Surabaya atau luar pulau Jawa.
Pasar ini pasar biasa saja, tidak bertingkat dengan interaksi penjual dan pembeli secara langsung. Pintu masuk Pasar Bong hanya berupa gang ukuran sekitar tiga meter. Memasuki pintu gerbang, kita sudah disambut dengan lapak penjual sajadah serta baju-baju. Tanya saja apa yang Anda mau, sesuai harga, sesuai selera, mereka akan dengan ringan menuntun Anda untuk memilih barang yang Anda cari. Berjalan terus menelusup lorong yang kanan kirinya berupa toko-toko yang sesak oleh barang dagangan. Barang-barang yang dijual dominan baju muslim dan perlengkapan ibadah bagi umat muslim. Soal harga, seperti pasar tradisional yang lain, terjadi proses tawar menawar. Tetapi dengan sistem pembelian grosir harganya sudah teruji sangat murah.
Pasar Pagi dalam Pasar Bong
Jangan bingung, ketika kita melintasi Pasar Bong, di bagian tengah menjelang belakang kita akan melewati sebuah gerbang yang di atasnya tertulis “Pasar Pagi”. Buka pagi hingga sore (08.00-16.00). Yang jelas, Pasar Pagi yang ada di bagian belakang Pasar Bong sudah ada lebih dahulu sekitar tahun 1950-an. Dari cerita yang dihimpun, dulu awalnya yang buka adalah Pasar Pagi. Jualannya adalah sarung, baju batik, daster, kaos, dan barang-barang konveksi.
Ada juga perlengkapan alat salat, hijab, parfum, serta produk makanan. Jualannya grosir, tidak melayani eceran. Penjualannya luar biasa, omzetnya besar. Pelanggan sampai di luar pulau. Jika musim haji atau lebaran, omzet bisa berlipat hingga tiga kalinya.
Namun sekarang, seiring dengan penurunan omzet toko-toko Pasar Pagi sejak tahun 2000-an, pembelian eceran juga dilayani.
Di Atas Bekas Makam Cina
Pasar Bong berarti…. Ya benar, Pasar Bong, di sini dulu adalah bekas makam Cina. Tak perlu takut, sudah berpuluh tahun pasar ini berdiri di atasnya.
Dari data-data yang didapatkan dalam buku Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa (karya Ong Hok Ham), di sini dulunya terdapat makam Han Bwee Kong alias Han Bwee Sing (1727-1778), orang pertama dari keluarga Han yang menjabat sebagai Kapitan Cina di Surabaya. Keluarga Han, Tjoa dan The, yang menurunkan opsir-opsir Tionghoa di Surabaya khususnya, dan wilayah Jawa Timur umumnya.
Makam ini juga dikenal sebagai Chineesche Breestraat, yang artinya sepanjang Jalan Cina Lebar, yang sekarang dikenal sebagai Jl Slompretan. Gang kecil yang sekarang sebagai Pasar Bong dulunya adalah pasar hewan. Di sini tempat jual-beli burung, anjing, kelinci dan ayam hias, lain-lain. Gang ini dikenal sebagai pasar burung dan ayam. Selain itu dulu di sepanjang jalan ini terdapat banyak penjual obat tradisional Cina.
Waktu itu, di depan Pasar Pagi, terhampar makam-makam Cina dengan bangunan khas, tinggi-tinggi dari batuan yang lazim disebut dengan bong. Tapi kemudian makam tua yang ada di Pasar Bong telah berubah menjadi toko dan rumah-rumah.
Di sepanjang Slompretan dulu adalah gudang-gudang. Setiap hari banyak terjadi bongkar-muat. Perlahan, warga sekitar mulai membeli dan menjual kembali di rumah-rumahnya disekitar gang Pasar Bong. Tak ada data resmi kapan Pasar Bong ini buka. Dalam perjalanan waktu, di tahun 1970-an sedikit demi sedikit bong ini tergusur satu persatu, dan di atasnya mulai tumbuh pemukiman dan kemudian menjelma menjadi lapak-lapak pedagang. Semakin lama semakin ramai dan bong sudah lenyap sama sekali. Karena itu, pasar ini kemudian disebut dengan Pasar Bong.
Pasar Bong buka setiap hari. Pasar Bong yang menempati gang berbentuk lorong, membuat suasana di dalam tidak terasa panas. Meski tidak berjajar rapi, namun penelusuran dari lapak ke lapak yang lain sangat mudah dilakukan. Gang Pasar Bong berlekuk-lekuk mengikuti alur gang. Jika ada pertigaan-pertigaan, tidak usah bingung ikuti saja mana yang Anda suka. Masing-masing lengkungan gang ada lapak yang berjajar-jajar. Jika sampai ujung dan ketemu jalan buntu (lapak terakhir), Anda tinggal berbalik saja dan menelusuri gang yang lain.
Dari pernyataan seorang yang sudah sering datang ke pasar ini, bagi yang pertama kali datang, harus pintar-pintar menawar dan pandai-pandai mencari toko yang murah. Kadang barangnya sama, beda toko beda harga. Barang yang paling banyak dicari adalah busana muslim, sarung, sajadah, kerudung, mukena, kopiah, sorban, teko dan oleh-oleh haji lainnya.
Kerukunan Antar-Manusia
Pasar Bong juga menyimpan sebuah toleransi antar-suku dan antar-umat beragama yang sebenarnya sangat dijunjung tinggi masyarakat Indonesia. Kita tengok cerita yang bergulir. Gang di dalam Pasar Bong terbagi menjadi tiga jalur. Awal mulanya, pembagian jalan itu berdasar suku pedagang, sisi kiri untuk pedagang keturunan Arab, tengah untuk pedagang keturunan Jawa-Madura, dan sisi kanan untuk pedagang keturunan Tionghoa. Meski demikian, semua pedagang saling menghormati.
Dalam perjalanan waktu, suasana menjadi lebih cair. Setiap wilayah tidak lagi dibeda-bedakan lagi. Sekarang sudah bercampur-campur. Tidak dibedakan sesuai keturunan. Mereka guyub-rukun berjualan bersama di area pasar tersebut. Keberagaman yang berdampingan tergambar kust di sini, mereka hidup bersama sebagai seorang manusia.
Pasar Bong bisa menjadi referensi sekaligus wisata kota yang direkomendasi di Surabaya. Bagi yang sudah pernah datang ke sini, akan bisa membandingkan harga yang lebih murah dan pilihan yang sangat banyak. Pasar Bong telah membuat cerita yang panjang bagi Surabaya dan masyarakat yang datang untuk berbelanja. –sa