Ketika prestasi Persebaya Surabaya tak menentu, para bonekmania (supporter Persebaya) sekaan memendam kerinduan akan sosok Rusdy Bahalwan.
Surabayastory.com – Rusdy Bahalwan adalah mantan pemain dan pelatih sepak bola Indonesia. Namanya tercetak dalam cerita penting dalam jagad sepakbola di Surabaya dan Indonesia. Dia adalah legenda sepakbola Persebaya dan Indonesia. Sebagai pemain, Rusdy bersama Persebaya Surabaya menjadi juara perserikatan era 1977-1978. Dan sebagai pelatih, mengantar Persebaya menjadi juara Liga Indonesia musim 1996-1997. Di era ini, Persebaya meraih puncak kejayaan dan belum terulang hingga saat ini.
Kecintaan Rusdy pada sepakbola dimulai sejak sering diajak ayahnya, Aly Zein Bahalwan menonton sepak bola. Ali Bahalwan adalah pemain sepakbola dan pernah memperkuat Persebaya dengan posisi kiri luar. Rumahnya yang hanya berjarak satu depa dari depan Gelora 10 November Tambaksari (Jl Salak 28) membuatnya selalu nonton kalau ada pertandingan. Obsesinya waktu itu: ingin menjadi pemain sepakbola seperti Yacob Sihasale (pemain sepakbola nasional Indonesia waktu itu) yang bisa menendang salto.
Untuk mewujudkannya, Rusdy bergabung dengan Assyabaab amatir di usia 14 tahun. Di sini ia diasuh oleh pelatih tiga zaman: Moh. Barmen. Bersama Assyabaab Rusdy bisa sampai bermain di kelas utama Persebaya. Dari sini kemudian ia direkrut oleh klub Persebaya yang berlaga di Liga Perserikatan. Kala itu persaingan pemain sangat ketat. Posisi asli Rusdy adalah libero (bek tengah murni). Karena kalah bersaing dengan Samidi, posisi Rusdy akhirnya digeser ke bek kiri. Di posisi ini ia juga harus bersaing dengan pemain lain, yaitu Hendra Lesmana. Untuk mengamankan posisinya, ia menambah jadwal latihannya sendiri di luar latihan klub.
Hasilnya nyata, bersama klub kebanggaan arek-arek Suroboyo ini, Rusdy bisa meraih gelar juara I Kompetisi Divisi Utama Perserikatan (1977-1978). Setelah itu karir Rusdy terus menanjak. Dia menjadi kapten tim dan simbol utama Persebaya.
Rusdy kemudian masuk tim nasional, dan mencatat prestasi di tahun pertamanya dengan menjadi juara Piala Sukan di Singapura 1072. Setelah itu Rusdy tidak pernah absen di semua pertandingan internasional hingga tahun 1975. Setelah itu ia berkonsentrasi kembali ke Persebaya. Bersama Subodro, Joko Malis, I Wayan Diana, Abdul Kadir, dan Purwono, Persebaya adalah superteam yang disegani. Ketika mulai diperkenalkan musim sepakbola professional (Galatama), banyak pemain yang pindah klub Galatama. Namun Rusdy memilih tetap di Persebaya, meski di Galatama secara materi lebih menggiurkan. Baginya prestasi lebih penting ketimbang uang.
Dengan pertimbangan ini pula, ketika selesai menjadi pemain, ia mulai menapak bangku kepelatihan. Klub pertama yang dipegangnya adalah PSIL Lumajang (1985). Waktu itu Rusdy adalah salah satu pelatih yang sudah mengantongi sertifikat S-1 dari PSSI bersama Sarman Panggabean dan Edy Sofyan.
Tahun berikutnya ia menangani tim mahasiswa Untag Surabaya. Dalam ajang Sepakbola Antar-Perguruan Tinggi, PS Untag menjadi juara (1986). Kesempatan berikutnya adalah melatih tim PON XII Jatim, damn langsung meraih medali perak. Ini adalah lompatan karena biasanya Jatim paling tinggi meraih purunggu.
Kepercayaan publik semakin besar dan akhirnya Rusdy menangani Persebaya. Dalam catatan surabayastory, Rusdy membawa suasana baru di sini. Teori sepakbola modern mulai diterapkan, sperti sepakbola yang menyerang, atraktif, dan menghibur. Ia iangin pemain tidak cepat kehilangan bola. Sebaliknya, bola harus bergerak cepat dan diikuti pergerakan pemain. Umpan pendek cepat disertai dengan serangan dengan dua bek-sayap yang cepat, menjadi ciri baru permainan Persebaya yang nikmat untuk ditonton. Persebaya kemudian menjadi juara Liga Indonesia (1997-1998). Setahun sebelumnya, Rusdy juga membawa tim PON jatim meraih emas sepakbola setelah 50 tahun Jatim tak pernah juara.
Pioner Coming From Behind
Para penggemar Persebaya tidak akan lupa akan gaya permainan Persebaya waktu itu yang memikat, menghibur, dan sering meraih kemenangan. Warisan penting yang ditinggalkan oleh Rusdy Bahalwan pada Persebaya adalah konsep bermain.
Konsep bermain yang diusung adalah total football, yaitu ketika semua pemain ikut bergerak. Bola mengalir cepat dengan unpan-umpan pendek dengan bek sayap yang sangat aktif ikut menyerang. Rata-rata, bek sayap Persebaya larinya kencang, piawai melakukan umpan silang, dan punya kontrol bola yang di atas rata-rata. Dengan umpan-umpan yang cepat, membuat permainan menjadi menarik ditonton.
Dengan gaya permainan seperti ini, sangat membuat para pemain mempunyai kans untuk mencetak gol. Kemudian mulai dikenal dengan adanya second striker (penyerang yang berdiri di belakang penyerang). Striker pendukung ini menjadi ujung tombak ketika penyerang utama mati kutu dikenci. Pemain-pemain lainnya (terutama gelandang) juga ikut mengambil peran untuk mencari peluang. Karena itu, Persebaya waktu itu lahir para penendang-penendang dari luar kotak penalty. Cara penyerangan seperti ini kemudian banyak disebut dengan istilah coming from behind, pemain muncul dari belakang striker dan mencari peluang gol. Dalam style permainan ini, pola main Persebaya adalah 4-4-2 dengan wing back, atau 4-3-3 ketika meenghadapi tim yang juga punya gelandang serang yang kuat.
Pola permainan yang cantik seperti ini yang membuat sosok Rusdy Bahalwan kembali dirindukan Persebaya. Permainan yang terstruktur, agresif, dan prestasi dapat diukur.
Membina Pemain
Kolektivitas menjadi hal utama di lapangan. Di luar lapangan, Rusdy juga tetap mengutamakan kebersamaan. Tidak ada yang perlu lebih menonjol dari yang lain. Kalau merasa bintang, biasanya Rusdy akan menaruhnya di bangku cadangan. Kalau masih belum bias mengendalikan diri, Rusdy mengatakan lebih baik memecatnya agar bias introspeksi dan menyelamatkan karirnya.
Setiap briefing Rusdy selalu menyemangati anak buahnya. “Kalian pasti bisa, kerahkan semua kemampuan yang telah dilatih. Jangan setengah-setengah, kita bergerak dengan bola. Jangan takut salah. Setiap kata-kata motivasi Rusdi selalu didengar pemain. Jika ada pemain yang tak bermain bagus, ia selalu mengajak bicara di ruang tertutup.
Bari Rusdy, mental dan moral adalah penting. Menurutnya kunci utama membina pemain ada tiga hal utama. Yang paling utama, menguatkan mental dan moral mereka. Dengan mental dan moral yang baik, pemain bias mengendalikan diri untuk menjauhi segala macam godaan. Kedua, menjauhkan mereka dengan ‘para pengganggu’. Di sepakbola, gangguan dan godaan itu banyak, dengan berbagai motif. Dan yang terakhir, menyiapkan pemain untuk serius dan konsisten pada bisang yang ditekuninya.
Pelajaran tentang mental dan moral ini yang hingga kini masih dikenang para pemainnya. Beberapa diantaranya yang telah menjadi pelatih, juga turut menularkan kembali ilmu ini.
Jejak Hidup Maestro
Rusdy Bahalwan lahir di Surabaya, 7 Juni 1947. Ayahnya Ali Bahalwan dan ibunya Rugaiyah Baadillah. Rusdy bersekolah di SMAN 6 Surabaya (1966), selanjutnya kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (1967). Namun panggilan jiwanya di sepakbola membuatnya meninggalkan bangku kuliah dan lebih berkarir di Persebaya dan tim nasional Indonesia.
Sejak kecil pendidikan agama ditanamkan dengan kuat oleh orangtuanya, dan ini kemudian menjadi benteng sekaligus menjadi modal dasar untuk memberikan bimbingan rohani kepada anak asuhnya.
Rusdy Bahalwan terus dikenang sebagai legenda. Sang penjaga mental dan moral para pemain ini meninggalkan dunia untuk selama-lamanya, Minggu, 7 Agustus 2011 setelah menderita penyakit degenratif sejak tahun 2004.
Rusdy Bahalwan akan selalu dirindukan. –sa 📌