Surabayastory.com – Ini nih jajanan yang mengingatkan kita waktu masih bangku sekolah. Di Surabaya, makanan ringan ini disebut rangin. Rasanya, gurih, legit, dan krispi ketika hangat.
Rangin adalah jajanan tradisional. Tetapi kue ini sering membuat kita kangen. Apalagi ketika udara sedang dingin, atau mengingat kembali masa SD dan SMP. Rangin memang legendaris, tak lekang di makan zaman. Meski banyak jajanan baru yang lahir, rangin tidak punah. Bahkan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan kekinian.
Jajanan ini bentuknya di satu sisi datar, dan di sisi sebaliknya melengkung dengan ketebalan sekitar 2 cm. Setelah matang, di bagian luarnya yang melengkung berwarna cokelat keemasan. Bagian dalam warnanya putih dengan tampak dominasi parutan kelapa. Rasanya: kriuk di luar, gurih di dalam.
Biasanya, dulu, para pedagangnya berjualan di depan pintu gerbang sekolah, berderet bersama, es gudir, pentol kanci sambal kacang, dan arum manis. Di sekitarnya juga ada permainan ketangkasan (alias kolas), atau sewa video game portable. Bagaimana, rindu masa-masa itu? Mari kita obati dengan cerita kue rangin ini.

Tepung Beras dan Tepung Ketan
Rangin, ada yang menyebutnya dengan kue pancong atau bandros. Bahannya: tepung beras, tepung ketan, santan, kelapa parut yang tidak terlalu tua, gula, garam, dan margarin. Jika dilihat dari bahan-bahannya, sudah pasti gurihnya melimpah. Setiap pedagang punya resep yang berbeda-beda. Pertama, tentang pilihan jenis dan merek tepungnya, kemudian tentang takaran perbandingan tepung beras dan tepung ketannya. Kalau zaman SD dulu, biasanya tepung berasnya lebih banyak, jadi biaya produksinya lebih murah. Zaman dulu juga belum ada santan kemasan seperti sekarang, jadi rasanya lebih otentik dan lebih gurih.

Membuatnya juga gampang, adonan tinggal dicampur di sebuah tempat cekung. Para penjual biasanya pakai ember plastik! Dan kita waktu itu, asyik-asyik saja menikmati jajanan itu. Kita belum berpikir tentang higienis, dan anehnya hamper tidak ada yang sakit perut dibuatnya.
Setelah adonan tercampur, tinggal tuang pakai gelas plastik ke Loyang cetakan dari besi yang bentuknya berderet seperti gigi kuda. Cetakan itu diolesi dulu dengan margarin biar ketika kue rangin diangkat tidak lengket. Maklum, belum ada cetakan versi Teflon anti-lengket.
Setelah semua jajaran cetakan terisi, ditutup dengan tutup logamnya. Tunggu beberapa saat. Sambil menunggu, biasanya ajak ngobrol penjualnya. Tentang apa saja, biasanya seputar rangin itu atau berapa lama jualan kue sepanjang masa itu.
Mungkin cuma dua menit, rangin bisa diangkat, dan langsung disajikan dengan alas kertas! Ditaburi gula pasir, dan kita dengan cepat melapahnya selagi panas.
Dalam perkembangannya, sekarang, sudah mulai banyak kue rangin atau pancong yang dibuat lebih modern. Lebih bersih dengan mencampur adonan dengan mesin dan mempersiapkannya dengan mangkuk aluminium atau kaca. Sebagai penunjang kekinian, salurannya adalah topping alias tambahan rasa yang ditaruh di atasnya. Ada yang menyajikan dengan madu, fla, coklat, keju mozzarella, atau buah-buahan.
Rangin ini enak dimakan saat jeda sore, bersama secangkir kopi atau teh hangat. Lebih nyaman lagi kalau dengan bercengkerama dengan teman atau orang yang dicintai.
Meski banyak rangin yang sudah tampil dengan gaya kekinian, namun masih ada yang versi tradisional. Dan versi orisinal ini biasanya yang paling laris. Memang, kenangan itu tidak pantas untuk dimodifikasi. –sa
Hello! This is my first visit to your blog! We are a collection of volunteers and starting a new project in a community in the same niche. Your blog provided us beneficial information to work on. You have done a wonderful job!