Manusia Jawa selalu menarik untuk terus dibaca dan dipelajari. Sejak asal-usul hingga memahami kehidupannya di masa kini.
Surabaystory.com – Jawa dan manusia Jawa adalah kajian yang unik dan menarik untuk terus dibaca dan digali lebih dalam. Sudah sejak lama sekali Jawa dikenal para peneliti dari berbagai bidang. Ditandai dengan sejarah pulau Jawa dan manusia yang mendiaminya. Banyak orang asing yang singgah di wilayah Nusantara terkecoh karena mengira Pulau Jawa yang terbesar di antara pulau-pulau lain di wilayah Indonesia, bahkan terbesar di dunia. Saat itu memang belum tersedia peta yang menggambarkan pulau-pulau dengan akurat.
Marcopolo menyebut Pulau Jawa sebagai “Jawa Besar”. Sebutan ini untuk membedakan pulau itu dengan tetangganya, Sumatera, yang dinamakannya “Java Minor”. Padahal kenyataannya luas Jawa justru hanya sepertiga Sumatera. Ia belum pernah singgah di Pulau Jawa yang sebenarnya paling kecil. Kalimantan lah pulau terbesar seluas 738.000 km2 (hanya 540.000 km2 yang termasuk wilayah Republik). Urutan kedua, Sumatera 440.000 km2, ketiga Papua seluas 422.000 km2 (dari luas keseluruhan 775.000 km2), keempat Celebes atau Sulawesi 190.000 km2, dan kelima Jawa seluas 132.000 km2 atau hanya sekitar seperempat luas Perancis.
Denys Lombard mengakui Pulau Jawa menonjol. Begitu pula Marcopolo dan para musafir asing yang datang sesudahnya, menempatkan Pulau Jawa di posisi utama kisah dan kajian mereka. Di Jawa pula kehidupan prasejarah dimulai dengan ditemukannya sisa-sisa pithecanthropus di Trinil di Lembah Bengawan Solo, dan batu bertulis pertama di sebelah barat Trinil.
Nenek Moyang Indonesia
Prof. Dr. H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Campa, Kochin Cina, Kamboja. Terdapat kesamaan bahasa yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanisia, dan Mikronesia. Akar bahasanya juga sama, yaitu bahasa Austronesia. Dengan menyelidiki penggunaan bahasa yang hidup di berbagai kepulauan, Kern berkesimpulan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari satu daerah dan menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Campa.
Berbeda dengan Kern, Prof. Mohammad Yamin berpendapat nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Pendapat ini didasarkan pada penemuan fosil-fosil dan artefak-artefak manusia tertua di Indonesia dalam jumlah yang banyak. Yamin berpegang pada prinsip ‘Blood und breden unchro’, yang berarti darah dan tanah bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Manusia purba Indonesia sejaman dengan Sinanthropus Pekinensis yang ditemukan di Cina. Keduanya merupakan fosil manusia tertua di daratan Asia. Manusia purba itu, kata Yamin, telah tinggal di Indonesia sebelum terjadi gelombang perpindahan bangsa-bangsa dari Yunan dan Campa.
Selain sejarah manusianya, karakter geologis pulau Jawa juga menarik. Peneliti Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Prasetyadi di Yogyakarta, mengatakan sisa-sisa letusan Gunung Api Purba di sepanjang Pulau Jawa terjadi 20 juta tahun lalu berbentuk bebatuan yang memiliki ketebalan piroklastik atau endapan sedalam 300 meter. Formasi ‘Gunung Api Semilir’ bahkan memiliki ketebalan piroklastik 600 meter. Sama hebatnya dengan letusan Gunung Api Toba (sekarang berwujud Danau Toba), letusan gunung api purba Jawa ditemukan jejaknya pada batu gamping di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Di wilayah Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk itu terdapat bentang alam tinggi dikenal sebagai objek wisata.
Nama ‘Nglanggran Beds’ pertama kali diperkenalkan Bothe (1929), saat ia ber tugas menyusun buku panduan untuk para peserta Kongres Ilmiah Pasifik IV di Bandung. Nama itu terus menjadi acuan peneliti berikutnya, misalnya van Bemmelen (1949). Pada “Peta Geologi Lembar Surakarta dan Giritontro”, nama itu diubah menjadi “Formasi Nglanggran” (Surono dkk., 1992), agar selaras dengan nama desa setempat.
Olah Batin
Dinamika kehidupan manusia Jawa berkembang ke pemikiran batin dan jiwa Jawa. Luas dibicarakan manusia Jawa hidup dengan olah-batin yang kental. Hal ini menyebabkan filsafat Jawa atau kehidupan manusia Jawa telah lama menjadi perbendaharaan dunia. Setelah bangsa Eropa meninggalkan tanah Jawa dan Indonesia, banyak hal yang mereka tinggalkan. Tak heran dokumen penting budaya dan falsafah Jawa lengkap tersimpan di museum-museum Eropa, terutama Belanda.
Selain Belanda yang berhasil menjajah negeri ini hampir 350 tahun, bangsa Inggris juga meninggalkan jejak di beberapa wilayah, antara lain Bengkulu di Sumatra Selatan. Hanya bangsa Jepang yang pernah menjajah seumur jagung nyaris tidak meninggalkan jejak budaya apapun. Selain waktunya sebentar, penjajah Jepang didominasi tentara yang bernalurikan perang, penaklukan, dan penjajahan. -tks