Kenal dengan Abunawas? Siapakah dia sebenarnya. Baca cerita di bawah ini, dan Anda akan memahami apa dan siapa dirinya.

Surabayastory.com –Apa yang akan dilakukan Abunawas ketika ia diberi tugas Baginda Raja untuk mengajari lembu mengaji, membawa harimau berjenggot, menangkap matahari, mengarungi lautan, dan melakukan berbagai hal lainnya yang tidak masuk akal? Memang semua perintah itu tak masuk akal karena sesungguhnya sang raja hanya ingin menguji kecerdasan Abunawas.
Tapi ketika benar-benar kesal terhadap perilaku Abunawas yang sering kurang ajar padanya, tak jarang perintah-perintah Baginda Raja itu dimaksudkan untuk menghukum Abunawas. Tak jarang perintah seperti ini sangat berbahaya. Abunawas dihadapkan pada pilihan yang sulit bisa menyiasatinya dan mendapatkan hadiah atau ia harus menghadapi hukuman berat karena gagal melaksanakan perintah Baginda Raja.
Abunawas terkenal sebagai tokoh yang cerdik dan pintar. Karena itu ia selalu mampu melewati jebakan demi jebakan sang raja. Ia tidak saja mampu menghindari hukuman, tapi justru bisa mendapatkan hadiah yang dijanjikan Baginda Raja setiap kali ia berhasil mememenuhi atau menyiasati perintah Baginda Raja.
Siapa sebenarnya Abunawas? Mari kita menyusuri jejaknya. Abunawas sebenarnya bukan nama asli. Abunawas bernama asli Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya.
Ayahnya bernama Hani al-Hakam. Beliau lelaki keturunan Arab yang merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol.
Sejak kecil ia sudah menjadi yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abunawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Perilaku masa mudanya penuh kontroversial yang membuat Abunawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai spiritual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan.
Abunawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Yaqub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Saad as-Samman.
Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abunawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abunawas digembleng.
Ahmar menyuruh Abunawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Abunawas di Bagdad
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Dalam Kumpulan Kisah Abunawas diceritakan di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abunawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Biografi Abunawas diceritakan juga dalam Al-Wasith fil Adabil Arabi wa Tarikhihi. Abunawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abunawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (syairul bilad).
Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abunawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya.
Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M.
Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abunawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abunawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafsirkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abunawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, menjelang akhir hayatnya Abunawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah menggambarkan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.
Mengenai tahun meninggalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H (806 M), ada pula yang 195H (810 M), atau 196 H (811M). Sementara yang lain ada yang menulis tahun 198H (813 M) dan tahun 199 H (814 M). Konon Abunawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad. –drs, dari berbagai sumber
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!