Namanya makanan enak, di manapun tempatnya,
selalu dicari orang.
Surabayastory.com – Tempat makan ayam lodho ini memang tersembunyi. Berada di dalam perumahan, harus melewati beberapa kelokan untuk bisa menemui. Namun jika sudah sampai, Anda bisa menikmati kelezatannya. Ya, namanya Depot Teratai, tempatnya di Jl Ngagel Tama Tengah IV/ 12 Surabaya.
Di sini banyak menu yang disajikan, namun kali ini menu ayam Lodho yang akan dibahas. Ayam lodho adalah masakan khas Jawa Timur. Menelusuri asul-usul ayam lodho memang tidak mendapatkan kepastian. Yang dikenal masakan ini khas Tulungagung dan Trenggalek. Namun ada sumber lain yang menyatakan lodho ini bermula dari Lumajang. Namun jika melihat cara pengolahannya, lodho mirip dengan gaya masakan Madura.
Jika ditilik dari semiotika, atau kata asli, “lodho” bisa berarti empuk dagingnya. Namun ada juga yang berpendapat maknanya makanan gurih dari santan yang sudah sangat kental (fully reduced ).Yang jelas, ayam lodho adalah (aslinya) ayam kampung dibakar kemudian dimasukkan ke dalam kuah santan panas dengan bumbu mirip opor atau kare. Di masak sangat lama dengan api kecil, sehingga bumbunya meresap. Pembakaran serta proses masak dengan tungku kayu, akan mendapatkan aroma asap (smokey) ke dalam masakan ini. Dalam bahasa Jawa sedikit sangit, sebuah aroma yang khas dari dapur-dapur Jawa klasik.
Puncak kenikmatan (umami) ayam lodho ini bisa didapatkan setelah mendiamkannya semalam. Diinapkan dalam bahasa masak yang umum. Logikanya, proses ini membuat santan kentalnya mengalami permentasi ringan secara alamiah, sehingga meningkatkan citarasanya. Rasa gurihnyanya semakin menonjol. Ayam lodho mempunyai citarasa unik, dan biasa disajikan bersama nasi uduk dan urap-urap sayur.
Tak Terlalu Besar, Bumbu Lengkap
Ayam lodho yang disajikan oleh Depot Teratai ini, cukup meyakinkan Anda untuk datang kembali. Ayam yang disajikan bukan ayam kampong, tetapi juga tidak besar seperti ayam broiler. Lidah surabayastory meyakini ini adalah ayam pedaging namun dikembangkan dengan makanan bebas seperti ayam kampung. Dalam bahasa pasar sering disebut ayam blasteran. Ayam jenis ini banyak dipakai sebagai ayam bumbu yang dijual mentah siap goreng, seperti yang ramai dibeli orang di Pasar Pucang, Pasar modern Puncak Permai, Pasar Soponyono Rungkut, dan beberapa pasar tradisional lainnya. Ayam ini enak, dan praktis menyajikannya.
Jika mulai mencicipi bumbu ayam yang disajikan, bisa dirasakan di sini memakai bumbu jangkep (bumbu lengkap khas Jawa), diungkep dulu, kemudian baru dibakar sebentar. Pembakaran di atas arang batok kelapa ini memunculkan aroma yang khas dan klasik. Ini juga salah satu yang membedakan antara ayam lodho dan ayam opor.
Seperti kata asalnya, ‘lodho’, ayamnya juga sangat empuk dan tanpa banyak perjuangan untuk menggigitnya. Rasa kuahnya yang kental dan gurih, terasa di sini memakai santan segar yang dipilih bagian atasnya yang dipakai. Karena memakai bumbu jangkep, sudah pasti aroma rempahnya bisa dinikmati dengan seksama. Ramuan rempahnya kompak, dengan asumsi penikmatnya umum. Tidak ada aroma pala, merica, atau jinten yang lebih menonjol. Di sini, ayam lodho tampil putih. Biasanya, ada juga yang tampil kuning kemerahan, ini karena dalam bumbunya ada penambahan kunyit dan cabe merah yang lebih banyak hingga setelah di-gongso minyak naturalnya naik menjadi kemerahan. Di-gongso adalah proses bumbu dimasak dengan api kecil dan terus digongseng agar tidak gosong. Baru diangkat ketika sudah harum dan minyak natural dari cabe atau kemiri naik ke permukaan.
Ayam lodho standarnya disajikan dengan sayur urap, atau lebih sering disebut urap-urap. Urap-urap adalah olahan sayuran (kangkung, tauge, kacang panjang) yang direbus sebentar dan disajikan bersama parutan kelapa bercitarasa kunyit dan sedikit pedas. Adanya urap-urap ini sangat penting dalam sajian lodho, untuk menyeimbangkan rasa gurih, pedas, sekaligus segar. Paduan itu yang membuat Anda ingin mengulangi lagi.
Presentasi
Presentasinya juga bagus sekali. Mulai piring yang bagus, tatanan nasi-ayam-telur-urap-urap plus sambal, menunjukkan kelas makan yang beradab. Meski ini Cuma warung sederhana, namun presentasi ini menunjukkan kelas pemilik dan kualitas makanannya.
Sekali lagi depot ini tidak besar. Hanya menempati garasi dan teras rumah. Meski demikian, siang hari di dalam terasa asri dengan angina yang semilir, meski di luar cuaca sedang terik. Yang datang ke sini biasanya sudah langganan. Dari cerita yang didapat surabayastrory, depot ini bermila dari Bratang Binangun tahun 2008. Dua tahun berikutnya pindah di Ngagel Tama Selatan, persis belakang supermarket Bilka. Kemudian baru pindah lagi ke Ngagel Tama Tengah sampai sekarang.
Soal harga, tak jadi soal karena harganya standar makan siang di Surabaya. Bagian yang menarik lainnya adalah dilihat dari menu-menu yang ditawarkan. Di sana ada masakan Jawa, Madura, dan . Usut punya usut, ternyata Pak Edy dan Bu Edy yang mengelola depot ini, punya silsilah leluhur yang saling melengkapi. Di sana ada darah Manado, Belanda, Tionghoa, Jawa, sekaligus Tionghoa. Menarik ya. Jadi menu-menu yang dihadirkan adalah rujak cingur Jawa Timur, rujak cingur Madura (petisnya merah dan asin khas Madura), nasi campur, nasi kuning, nasi goring (Jawa), nasi krawu (Gresik), nasi Rome (Madura), nasi timbel (Sunda), soto Banjar, nasi bakmoi (China), nasi bhuk (Masura), nasi Serpang (Madura), dan nasi rawon Jawa Timur hingga nasi rawon merah Sumenep (Madura).
Pilihan-pilihan menu yang ditawarkan cukup unik dan menarik. Untuk minuman cukup standar. Hanya satu yang menggugah, es sirsak susu. Karena itu, dalam tagline depotnya ditulis Masakan Indonesia. –sa 📌