Tambak Wedi adalah satu dari lima titik yang dipilih. Jarak terpendek tidak selalu pilihan terbaik. Mengapa jembatan tidak di Tanjung Perak?
Surabayastory.com – Jembatan Surabaya-Madura, yang sudah menjadi ikon serta landmark masyarakat Surabaya dan Madura, mungkin sudah sering kita lewati. Namun, pernahkah kita sadari, mengapa kaki Jembatan Suramadu sisi Surabaya ada di Jl. Tambak Wedi, Kenjeran? Bukan di Tanjung Perak yang sudah ada jalur penyeberangannya?
Di sinilah surabayastory ingin mengupas jejaknya. Pertumbuhan ekonomi menjadi kunci penting dalam perkembangan sebuah wilayah. Propinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk mencapai 33 juta jiwa, menjadi salah satu propinsi dengan kerapatan penduduk yang padat. Sebagai pintu gerbang Indonesia Timur, Jawa Timur juga memegang kunci penting laju industri dan perdagangan, maka tak dapat ditolak jika jalur transportasi menjadi bagian penting laju roda industri.
Sementara di sisi lain, Pulau Madura yang menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur, mengalami kondisi yang kurang menguntungkan. Laju pertumbuhan ekonomi lambat dan pendapatan perkapita tertinggal. Pergerakan jalur transportasi yang terhambat membuat pembangunan Jembatan Suramadu dinilai penting sebagai pembuka awal. Dengan Jembatan Suramadu , yang akan menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura melalui jalan darat, diharapkan ketimpangan sosial dapat segera direduksi. Arus transportasi yang cepat dan efektif akan membuat perkembangan Madura segera melejit, bersaing dengan daerah-daerah lain. Tata wilayah dan tata guna lahan juga akan terbentuk secara proporsional.
Titik-titik Alternatif
Ada beberapa pertimbangan untuk memutuskan titik-titik terbaik untuk kaki-kaki Jembatan Suramadu. Pertimbangan itu meliputi lalulintas, kondisi geologi, biaya, dan lingkungan sekitar. Dari hasil studi dan kajian yang dilakukan oleh BPPT pada saat studi awal, terdapat empat pilihan lokasi Jembatan Suramadu; Gresik, Perak, Tambak Wedi, atau Sukolilo. Jarak terdekat tidak selalu menjadi titik terbaik.
Dan akhirnya yang terpilih adalah alternatif 3, Tambak Wedi (Kenjeran) Kenjeran – Labang (Bangkalan).
Beberapa pertimbangan yang dalami antara lain lintasan kapal relatif kecil, masih di bawah 2000 GRT (Gross Registered Tonnase). Jadi tidak mengganggu kebutuhan ruang untuk manuver kapal serta jauh dari lintasan feri. Kedalaman laut rata-rata 17 meter dan kondisi geologi memungkinkan biaya konstruksi yang lebih rendah.
Selanjutnya, kedua ujung jembatan merupakan daerah yang relatif datar dan terbuka, tidak banyak perumahan, dan dapat terhubung langsung dengan rencana jaringan jalan tol. Hasil studi amdal menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan masih dapat dikendalikan dengan mengikuti rekomendasi RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) dan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan).
Dari beberapa studi terhadap titik alternatif jembatan telah mempertimbangkan kualitas dan kuantitas pergerakan hasil sumberdaya alam dan akibat peningkatan jumlah penduduk. Kemungkinan daya dukung lingkungan terganggu dan kualitas lingkungan hidup dapat menurun. Pelaksanaan pembangunan merupakan kegiatan yang mengandung risiko terjadinya perubahan kualitas lingkungan yang dapat mengganggu fungsi ekosistem dan sosial.
Karena itu pembangunan yang bijaksana harus dilandasi dengan suatu prinsip wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesinambungan dan menjadi jaminan bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Pemusatan dampak penting hipotetis dan isu pokok untuk jembatan Suramadu dan jalan aksesnya dilakukan secara terpadu. Isu pokok diberikan untuk seluruh tahapan (tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi, dan tahap operasi).
Sementara, untuk studi amdal pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan jalan aksesnya adalah untuk mengidentifikasi rencana kegiatan Pembangunan Jembatan Surabaya- Madura dan Jalan Aksesnya serta kegiatan penunjang pada tiap tahap pembangunan, mulai dari kegiatan prakonstruksi, konstruksi dan operasi, terutama yang diduga dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan Geofisik-Kimia, Biologi, dan Sosial Ekonomi Budaya baik langsung maupun tidak langsung.
Tak kalah pentingnya adalah mengidentifikasi rona lingkungan awal, terutama yang akan terkena dampak di daerah rencana Jembatan Surabaya-Madura, jalan akses, dan sekitarnya. Memprakirakan dan mengevaluasi dampak penting yang akan terjadi pada lingkungan sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan Jalan Aksesnya serta saat pengoperasiannya.
Dengan adanya studi amdal ini dapat membantu dalam mengambil keputusan atas perencanaan dan pengelolaan lingkungan bagi kegiatan pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan Jalan Aksesnya padatahap pra-konstruksi, konstruksi dan operasi, khususnya dalam hal mitigasi dampak negatif dan pengembangan dampak positif yang meliputi aspek-aspek geofisik-kimia, biologi serta social-ekonomi budaya.
Dan yang paling penting adalah memberi kejelasan gambaran mengenai dampak penting terhadap lingkungan dari rencana titik-titik pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan jalan aksesnya.
Akhirnya, di sisi Surabaya diputuskan ujung Jembatan Suramadu berlokasi di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran dan pada sisi Madura terletak di desa Sukolilo Barat, Kecamatan Labang, kabupaten Bangkalan. Di sisi Surabaya, ujung jembatan terletak pada daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-3 meter di atas permukaan laut dan kemiringan 0-2%, dan kondisi lahan pasang surut.
Di sisi Madura, ujung jembatan berada pada daerah perbukitan dengan dengan ketinggian 2-17 meter di atas permukaan laut yang merupakan perbukitan dengan kemiringan 2-15%. Titik awal centerline jembatan di sisi Surabaya terletak pada koordinat 7° 12’ 28,72″ LS dan 112° 46’ 40,47″ BT dan titik awal di sisi Madura terletak pada koordinat 7° 09’ 31,82″ LS dan 112º 46’52,10″ BT. Azimuth Jembatan sebesar 3° 46’ 23″.
Inilah cerita mula tentang dipilihnya jalur Tambak Wedi-Labang. Sebuah gambaran yang jelas dan terukur yang bisa menjawab semua studi dan kemungkinan-kemungkinan yang ada. –sa 📌