Manusia tak mungkin hidup tanpa cinta. Manusia bisa mengering dan mengerdil jiwanya tanpa cinta. Cinta membuat hidup. Cinta membuat hidup layak dijalani dan terus berlanjut.
Surabayastory.com – Cinta adalah emosi manusia yang paling puitis, namun berbeda dengan puisi yang hanya mengisi jiwa kita, cinta adalah kebutuhan kita yang paling mendasar. Yang mengisi saat-saat terbaik dalam hidup kita. Bahkan kering atau lembutnya hidup kita akan bergantung pada pengertian kita tentang cinta; bagaimana kita memaknai cinta.
Masa depan cinta adalah masa depan manusia. Tak ada manusia tanpa cinta. Cinta membedakan mana manusia mana bukan. Bila tak ada lagi cinta, maka kita boleh yakin bahwa manusia sudah berakhir…
Fantasi tentang cinta, dongeng tentang cinta, pengalaman tentang cinta, kisah-kisah cinta yang menggugah emosi, semuanya tertuang dengan indahnya dalam kisah-kisah dunia peri yang menakjubkan. Keindahan dunia selalu ada dalam keindahan sebuah kisah cinta.
Namun, cinta adalah perasaan yang paling nyata. Orang mengatakan dia sedang jatuh cinta. Maka kita akan melihat obyek cintanya secara nyata pula. Bisa jadi obyeknya cintanya adalah seorang gadis yang cantik–kalau dia itu pemuda. Atau obyeknya bisa jadi seorang pemuda yang tampan—bila dia adalah seorang gadis.
Sekali lagi, cinta memang segalanya. Cinta adalah kehidupan. Cinta membuat dunia berputar. Cinta, bila ia berlebihan, bisa saja menimbulkan pertengkaran, bahkan sampai peperangan. Ingat saja kisah-kisahnya, mulai Romeo dan Juliet, Rama dan Sinta, sampai Pranacitra dan Roro Mendut. Atau ingat kan bagaimana Perang Troya yang dipicu oleh seorang gadis cantik bernama Helena?
Itulah cinta. Ia punya dimensi sangat luas. Mulai dari nafsu, fantasi, rasa sayang, cemburu, sampai rasa ingin mendominasi.
Salah satu cara memahami perkembangan hubungan adalah menguji fase-fase pertumbuhannya. Memahami fase-fase hubungan ini bisa memberi kita garis petunjuk bagaimana memelihara hubungan yang baik. Seperti yang lain-lain, fase-fase ini tidak selalu sama dialami setiap orang. Ini cuma skema. Kenyataannya, hubungan antar-manusia itu cair, dinamis, dan kadang tak bisa diramalkan. Fase-fasenya bisa tumpang tindih. Sekarang, kita bahas fase demi fase.
-
Inclusion
Inclusion alias inklusi ini terjadi saat kita membuka diri atau ‘mengundang’ untuk berhubungan. Itu bisa berbentuk sekadar senyum, kontak mata, atau sekadar menyapa ‘hai’. Ini langkah pertama kita untuk membuka kontak dengan pihak lain. Lalu, inklusi ini berlanjut selama hubungan berlangsung.
-
Respons
Bagaimana orang lain merespons atau menanggapi inklusi kita juga menentukan apakah hubungan bisa dimulai atau dilupakan saja. Misalnya, kontak mata yang sekilas mungkin tidak berlanjut ke hubungan lebih jauh. Jika ada orang menanggapi kontak mata itu dengan senyum lalu mendekat dengan semacam ucapan salam, maka ia sepertinya ingin membuat kontak lebih jauh.
Maka, inklusi dan respons yang positif akan banyak menentukan apakah hubungan ini berlanjut atau tidak. Jika hubungan berlanjut, respons-respons tertentu akan makin mengembangkan hubungan. Misalnya kesediaan untuk saling mendengar dan memahami sudut pandang pihak lain, setia mematuhi kesepakatan atau rencana-rencana yang dibuat bersama, atau merasa antusias untuk saling bertemu.
Inklusi dan respons yang bersifat positif dan konsisten adalah landasan bagi fase penting berikutnya yakni care, trust, affection, dan playfullness. Fase-fase ini tidak harus tumbuh berurutan tapi bisa tumpang tindih atau bahkan muncul bersama-sama saat hubungan terbina.
-
Care
Care menunjukkan rasa peduli yang sesungguhnya terhadap kondisi pasangan. Apakah itu kepedulian soal kesehatannya, keberhasilannya, kesejahterannya, dan lain-lain. Pokoknya, kepedulian itu sifatnya positif. Kalau mendapai sesuatu yang negatif, peduli adalah upaya untuk membuatnya lebih positif.
-
Trust
Trust atau rasa mempercayai pasangan adalah sikap mendasar yang yang harus dikembangkan kedua pihak untuk melanjutkan hubungan yang menyenangkan. Ini bisa meningkatkan pertumbuhan stabilitas hubungan. Ini menumbuhkan keyakinan bahwa si pasangan akan bertindak konsisten seperti yang masing-masing disepakati. Misalnya;
Saya percaya pada dia untuk:
Bicara langsung pada saya jika dia merasa tidak senang atas apa yang saya lakukan.
Memberi perhatian pada kebahagiaan saya jika kami sedang bercinta.
Merahasiakan hal-hal yang bersifat pribadi soal saya dan hubungan kami.
-
Affection
Affection dicirikan oleh perasaan hangat dan keterdekatan. Afeksi ini mendorong hasrat untuk saling dekat. Biasanya diekspresikan dengan sentuhan, genggaman tangan, duduk berdekatan, saling peluk, atau saling peduli. Afeksi bisa ditunjukkan dengan isyarat seperti senyum, kerling mata, dan tatapan manja. Bisa juga dengan ucapan seperti pujian, ekpresi rasa suka, dan lain-lain.
-
Playfullness
Dalam fase intim seperti ini, kita melakukan sesuatu yang membuat gembira. Kita bermain-main seperti anak-anak untuk menciptakan suasana gembira. Biasanya diiringi dengan tawa keras-keras. Misalnya, saling berantem dengan bantal dan guling, digelitiki habis-habisan.
-
Genitality
Keintiman biasanya berujung pada kontak genital (alat kelamin). Berhubungan seks. Enam fase di atas bisa menimbulkan perasaan seksual dengan beragam derajad. Namun, jika sudah terjadi kontak alat kelamin, perasaan seks ini sepertinya sudah menjangkau titik puncak.
Seperti disebutkan sebelumnya, setiap pasangan tidak harus melewati tujuh fase itu secara berurutan, atau bahkan tidak perlu melewati beberapa fase. Namun, jika enam fase pertama dilewati, fase puncak kontak genital bakal sangat sempurna. Dengan landasan enam fase sebelumnya, kontak genital bisa menjadi puncak keintiman dan kedekatan emosional.
Companionate love adalah ekspresi semua fase itu. Erich Fromm pernah menyatakan, penggunaan seluruh tubuh untuk mencari dan mengekspresikan kepuasan satu sama lain adalah seks yang seungguhnya dan yang memberi arti sangat dalam. –erg