Kampung adalah urat nadi Kota Surabaya. Dengan merangkul kampung, Surabaya bisa berbenah lebih mudah, jadi lebih beradab, dan tak gagap menjadi metropolitan.

Surabayastory.com – Surabaya letaknya stategis. Dulu dikenal sebagai kota dagang dengan daerah pedalamannya kaya akan hasil bumi. Dengan meningkatnya aktivitas perkebunan dan pembukaan pabrik-pabrik gula di daerah pedalaman kota, membuat Kota Surabaya punya peranan penting. Diberlakukannya Undang-undang Gula dan Undang- undang Agraria tahun 1870, memberi kesempatan kepada swasta (terutama pengusaha dari Belanda) untuk menanamkan modalnya di wilayah Hindia Belanda. Surabaya semakin ramai. Aktivitas perdagangan meningkat pesat.
Berkembangnya perusahaan dagang di Surabaya, pertumbuhan penduduk menjadi melonjak dan sulit dikendalikan. Kondisi ini membuat Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan undang-undang yang dikenal dengan Wijkenstelsel (Undang- undang Wilayah), yang mengatur pengelompokan tempat tinggal bangsa atau etnis tertentu. Surabaya terbagi-bagi menjadi pemukiman sesuai dengan daerah asal, seperti Kampung Cina (Chinese Kamp), Kampung Arab (Arabische Kamp), Kampung Melayu (Malaise Kamp), dan sebagainya. Pemukiman orang-orang asing ini berada di sekitar jalan-jalan utama, sedang penduduk asli Surabaya berada di kampung-kampung yang masuk gang (jalan masuk lebih sempit dari jalan- jalan besar).
Kampung asli penduduk pribumi sangat banyak. Hampir seluruh elemen dari Nusantara ada di Surabaya. Kampung Melayu, Kampung Sunda, Kampung Jawa, Kampung Madura, dan sebagainya. Kampung-kampung ini tumbuh dan berkembang dari wilayah sempit diantara jalan-jalan utama atau di sekitar sungai. Pengelompokan kampung juga ada yang mengikuti pekerjaan atau profesi penduduknya, seperti kampong batik, kampung pandai besi, kampung gerabah, kampung pembuat sadel kuda, dan sebagainya.
Perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk Surabaya yang pesat di awal abad ke-20 mulai menimbulkan masalah di dalam kota. Penduduk asli Surabaya tinggal di dalam kampung-kampung yang masuk ke dalam, tertutup bangunan milik orang asing . Mereka hidup terhimpit di gang-gang kecil yang sangat sempit. Kondisi kampung juga memprihatinkan. Jalanan becek, saluran air tidak ada, sampah menumpuk, udara bersih terbatas, dan sinar matahari sulit masuk rumah. Hasilnya bisa ditebak, situasi kehidupan yang tidak sehat. Penyakit menular pun tersebar di mana-mana. Pemerintah Hindia Belanda membantu dengan ala kadarnya.

Situasi psikologis dan kultural seperti ini terus menjangkiti warga kampung Surabaya yang kemudian membekas sebagai stigma meski sudah puluhan bahkan beratus tahun berganti. Orang-orang kampung merasa sulit bergaul dan menyesuaikan diri dengan budaya perkotaan modern. Pemberdayaan masyarakat kampung dan lingkungannya diharapkan bisa menjadi batu tolak akan perubahan paradigma pemikiran secara psikologis dan kultural.
Pemberdayaan Kampung

Saat ini, jika menilik kondisi masyarakat Surabaya, hampir 60 persen wilayah di Surabaya adalah perkampungan. Kesan yang disematkan selalu identik dengan kondisi yang kumuh, kotor, dan tidak berpendidikan. Surabaya tidak bisa dilepaskan dari posisi dan peran kampung dalam perkembangan kota. Karena itu, kampung yang diberdayakan akan bisa mengubah dan menunjukkan kepada masyarakat luas jika kampung di Surabaya akan menjadi lebih bersih, aman, nyaman, dan tertata.
Masyarakat dalam lingkaran kampung oleh Pemerintah Kota Surabaya diajak turut serta secara aktif dalam pengelolaan kota. Dimulai dari yang paling kecil, paling dekat dengan lingkungan sekitarnya. Salah satunya adalah program peduli lingkungan. Program ini mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam merawat tanaman-tanaman di sekitar tempat tinggal dan kampungnya, serta menjaga taman kota.
Warga-warga kampung juga didorong untuk menjaga kebersihan, ketertiban, dan kenyamanan kampungnya dengan berbagai program dan lomba antar-kampung se-Surabaya. Hasilnya, kampung-kampung Surabaya jadi lebih bersih dan asri. Warga yang ada di perkampungan Surabaya juga mampu mengolah sampah secara mandiri. mampu memilah hingga mengubah sampah organik menjadi kompos atau media tanam baru. Hasil dari pengelolaan sampah ini bisa dijual dan menambah pendapatan untuk warga kampung.
Kampung juga dibuat dan dikembangkan sesuai dengan tema dengan merespon keadaaan di lingkungannya. Misalnya, kampung pendidikan. Di situ masyarakat kampung tersebut sepakat ketika waktu belajar anak-anak tak ada televisi yang menyala. Tujuannya agar konsentrasi tidak terpecah ketika jam belajar. Kesepakatan ini ditaati bersama dan dikontrol oleh pemuka kampung.
Untuk mendorong warga kampung untuk bisa membuka wawasan lebih, Pemerintah Kota Surabaya membangun taman bacaan masyarakat (TBM) dan perpustakaan di tiap-tiap balai RW dan taman-taman kota. Di taman-taman bacaan di kampung juga dikembangkan kelas-kelas belajar bersama bagi anak-anak TK dan sekolah dasar yang dibimbing oleh para relawan dari mahasiswa-mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Surabaya. Ada sekitar 1.500 titik TBM yang tersebar di seluruh penjuru Surabaya.
Pemkot Surabaya dinilai berhasil mendorong kejuan dan peningkatan strata kampung tanpa meninggalkan budaya asli yang telah mengakar.
Kini Surabaya sudah berubah. Bisa mengolah sampah secara mandiri, menjaga kebersihan kampungnya, menanam pohon dan penghijauan secara swadaya, sehingga penyakit di perkampungan juga menurun drastis. Kampung menjadi potensi terbesar karena kondisinya sudah bersih dan potensial untuk mendorong kemajuan kota.

Surabaya memang berhasil membangun lingkungan perkampungan. Yang luar biasa adalah bagaimana Surabaya mendorong perkembangan dan peradaban kampung, tidak menonjolkan perumahan modern (real estate). Semua kota di dunia mungkin punya kampung, tapi yang sebaik dan sedinamis di Surabaya.
Masyarakat kampung di seluruh Surabaya berperan dalam pencapaian dan transformasi kota. Surabaya telah berhasil mengumpulkan daya upaya warga kotanya dengan upaya sederhana dalam memperbaiki lingkungan, menciptakan lapangan kerja dan mengelola lingkungan kota. Keterlibatan warga kota dan komitmen penyelenggara kota untuk bekerja sama secara erat demi kualitas hidup yang lebih baik, terasa hingga ujung kampung-kampung. Surabaya kini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi, keharmonisan sosial, kelestarian lingkungan, dan kehidupan lebih beradab.–sa