Surabayastory.com – Gunung Merapi kembali bergemuruh. Senin dinihari (22/7), pukul 04.04 WIB, Gunung Merapi mengeluarkan awan panas dan guguran. Jarak luncurnya sekitar 1.200 meter ke barat daya, menuju Kali Bebeng. Saat ini Gunung Merapi masuk pada level tiga siaga. Dua hari sebelumnya, Gunung Merapi juga menunjukkan aktivitas lebih dari biasanya.
Dengan berada di siaga berarti ada potensi bahaya meliputi guguran lava dan awan panas di sisi dan Bebeng (sejauh 7 km), Kali Gendol (5 km), Kali Boyong (5 km), Kali Bedog, Kali Krasak, dan kali Woro (3 km). Jika terjadi letusan sangat kencang (eksplosif), luncuran material vulkanik bisa menjangkau radius 3 km dari puncak.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), menyatakan letupan awan panas tersebut berdurasi 126 detik dengan amplitudo maksimum 40 mm.
Sekitar dua jam kemudian (pukul 06.00 WIB) kembali terjadi sembilan kali guguran lava ke arah Kali Bebeng dengan jarak luncur 1.900 meter. Masyarakat pun diminta lebih waspada dan menjauhi daerah berbahaya yang ditetapkan. Tidak melakukan kegiatan apa pun di daerah potensi bahaya. Masyarakat diharap lebih berhati-hati terhadap bahaya lahar dan awan panas guguran (APG), terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi.
Gunung Merapi memang berbeda. Gunung Merapi bukan gunung sembarang gunung. Gunung Merapi adalah salah satu gunung berapi teraktif saat ini. Gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jogjakarta itu, mempunyai tipe letusan yang unik, yaitu pembentukan kubah lava, bila terjadi guguran kubah lava diikuti awan panas guguran, disebut erupsi/ letusan tipe Merapi. Letusan tipe Merapi telah diakui dunia sebagai salah satu tipe letusan gunung api.
Karena itu, aktivitas sedikit saja (awan panas, guguran, dentuman, getaran) sudah mencuri perhatian khalayak. Perhatian pun dicurahkan, status siaga disiapkan.
Tak salah jikalau Gunung Merapi perlu perhatian khusus. Sejarah mencatat, Gunung Merapi pernah meletus hebat di tahun 2010. Letusan tahun 2010 ini dicatat sebagai letusan Merapi paling dahsyat dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini. Daya letusnya mencapai 4 skala VEI (Volcanic Eruption Index). Sekitar 140 juta m3 material vulkanik telah dimuntahkan yang menyebabkan terjadinya hujan abu dan kerikil di wilayah Sleman dan DIY Jogjakarta.
Dari jejak energi letusan, Merapi energi letusan Merapi rata-rata VEI 2, letusan terbesar yang pernah tercatat adalah letusan tahun 2010 (berkisar VEI 3-4). Letusan besar juga pernah terjadi di abad ke-19, pada tahun 1822, 1832, 1849, dan 1872. Sedangkan di abad ke-20 terjadi tahun 1930-1931 dan 1961.
Letusan tahun 2010 ini berlangsung beberapa kali sejak 25 Oktober 2010, pukul 06:00 WIB hingga 6 November 2010 dini hari. Akibat yang ditimbulkan adalah menelan korban jiwa lebih dari 200 orang, kebanyakan terkena semburan awan panas dan lava. Banyak desa yang mengalami kehancuran, ribuan bangunan rumah rusak, ribuan hektar lahan pertanian dan ratusan hektar hutan hancur, ribuan ternak mati, dan kegiatan wisata berhenti total. Sebanyak 320.090 warga lereng Merapi mengungsi.
Gunung Merapi termasuk sering melakukan aktivitas rutinnya dengan menyemburkan aneka material vulkanik dari puncak. Dikatakan aktivitas rutin, karena memang Merapi dikenal sebagai gunung berapi paling aktif di dunia. Secara berkala, bahkan kadang dalam tempo yang sangat pendek, antara 2-5 tahun.
Gunung berapi yang konon berumur ratusan ribu tahun itu diperkirakan telah meletus sebanyak 100 kali. Jenis letusan berganti-ganti, antara letusan elusif (luncuran lahar) dan eksplosif. Bentuk Gunung Merapi pun telah beberapa kali berubah.
Beberapa letusan Merapi terbilang sangat dahsyat. Letusan itu disebut-sebut telah membuat pusat kerajaan Hindu Mataram pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Bahkan letusan Merapilah yang membuat banyak candi ditemukan terkubur di bawah tanah oleh para arkeolog sebelum digali kembali dan dipugar.
Erupsi Merapi memang tidak penah menyamai letusan Gunung Tambora dan Gunung Krakatau yang jauh lebih hebat dan dampaknya sampai ke benua Eropa dan Amerika. Namun karena seringnya meletus, Gunung Merapi punya catatan sejarah tersendiri.
Keindahan dan Rezeki di Balik Bahaya
Meskipun mengandung bahaya, tak memupus manusia untuk tetap menghuni lereng Merapi. Sebab selain memberikan ancaman bencana, Merapi juga memberikan kesuburan tanah untuk pertanian dan peternakan, tambang pasir yang melimpah hingga pemandangan yang indah untuk wisata. Banyak warga lereng Merapi yang dihidupi dan menjadi bergantung pada gunung Merapi. Setelah berhenti meletus, mereka selalu kembali ke lereng Merapi.
Sebab lain yang membuat Gunung Merapi tak biasa adalah tumbuh subur berbagai mitos di masyarakat sekitar, dan kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Di antaranya tentang posisi juru kunci yang dianggap sebagai penghubung antara Kraton Yogyakarta dan “penguasa” Gunung Merapi. Juru kunci seperti Mbah Marijan (alm) dianggap memiliki kekuatan supranatural yang dapat mengetahui kapan gunung tersebut akan meletus.
Warga lereng Merapi juga percaya Merapi ada “penunggunya”, bahkan di sana terdapat keraton Panembahan Senopati. Penguasa Merapi dipercayai akan melindungi penduduk selama mereka tidak melanggar berbagai pantangan dan secara teratur memberikan sesajen dalam suatu ritual tertentu.
Warga lereng Merapi juga percaya tempat-tempat tertentu bersifat angker karena ada penunggunya. Di tempat-tempat seperti ini, orang dilarang melakukan tindakan tertentu. Kalau dilanggar orang tersebut akan celaka.
Mitos-mitos seperti inilah yang diduga membuat warga lereng Merapi sukar diminta mengungsi apabila Merapi mulai menunjukan aktivitasnya. Tentu saja selain karena ketergantungan mereka yang begitu besar terhadap Merapi yang telah menyediakan berbagai sumber kehidupan. –sa