Mengenang sahabat adalah sebuah waktu yang kadang sulit untuk dilakukan. Ada tarikan historis-melankolis yang membuat waktu seakan berhenti di situ. Ini kenangan akan seorang pelukis sketsa dan cat air Surabaya.
Surabayastory.com – Ketika saya menulis kenangan ini, saya merindukan suasana Surabaya di awal 1990-an. Ketika itu, saya merasa kota ini lebih berbudaya, lebih beradab. Apakah ini hanya sekadar kenangan melankoli? Mungkin saja. Yang jelas, suasana berkesenian lebih hidup, guyub, dan akrab. Kota dengan banyak pameran, pagelaran, pertunjukkan, dan harmoni berkesenian hidup. Para seniman tumbuh dengan kekaryaannya, bertemu secara kreatif, beradu visi dan karya, namun bersahabat dengan akrab. Saya mendengar, di era 1980-an justru lebih hidup lagi. Bukan sibuk berpolitik, mengumpulkan sumbangan, atau friksi demi proyek. Tetapi zaman telah berganti, dan jika terjadi degradasi, ya.. itulah adanya.
Memang kenangan selalu hadir ketika kita merasa terpaku, sendiri, dan perlu retrospeksi. Masa lalu yang telah mengguratkan cerita, pengalaman, dan kenangan. Dan berpulangnya Berti menempatkan saya pada posisi itu.
Di awal tahun 1990-an itu saya mengenal Berti. Kala itu saya mengenalnya sebagai pemain band. Lebih spesifik pemain bass, dengan aliran jazz (fussion, swing, maupun mainstream). Tekniknya tinggi, permainannya dinamis. Kekaguman saya ini mungkin juga terpengaruh dengan permainan ritmis bassist kesukaan saya; John Patitucci dan Melvin Lee Davis (bassist Lee Ritenour). Dan saya mengaguminya. Tetapi saya belum mengenal secara pribadi.
Berangkat dengan kesukaan menikmati permainannya, membuat saya terus mengikuti di mana pun dia bermain. Di kafe, resto, hotel, club, maupun event. Kala itu, saya memang senang duduk menikmati musik atau melihat pameran senirupa di banyak tempat. Beberapa teman Berti yang main music yang saya tahu adalah Ipang (keyboard), Cak Mat (gitar), Herman (drum). Permainan mereka masing-masing sangat bagus, sayang enggan berkompetisi di Jakarta. Karena usia kami terpaut cukup jauh, jadi kala itu saya lebih banyak menonton saja.
Perkenalan lebih personal dengan Berti ketika saya mulai belajar tentang desain, cetak, dan fotografi. Saya lebih dulu mengenal Cak Mat sebagai tetangga satu kampung, dan kemudian mengenal Ipang yang punya usaha cetak dan sablon, lalu berkembang ke Pak Herman sebagai jagoan desain grafis yang hebat di zaman itu. Dari sana kemudian berkenalan dengan Berti. Namun pembawaan saya yang formal dan cenderung serius, membuat saya tidak cepat akrab.
Teknik Cat Air Luar Biasa
Dalam perjalanan waktu, saya melihat Berti membawa beberapa gambar yang digulung. Setelah dibuka, ternyata gambar cat air. Mata saya terbelalak, sebuah gambar cat air yang menurut saya luar biasa pencapaiannya. Karena saya sudah sering melihat pameran dan merasakan gambar, saya kira itu adalah salah satu yang terbaik di Surabaya. Saya tidak tahu teknik apa yang digunakan. Sampai suatu hari kemudian saya baru memahami kalau yang dipakai adalah teknik dasar aquarel yang tipis transparan; Glazing (kertas dibasahi dulu lalu ditimpa cat sangat tipis. Warna yang paling ideal untuk cara ini adalah rose madder (permanent rose), cobalt blue, dan auroline. Setiap glaze harus kering dulu sebelum ditimpa dengan warna lainnya); Lifting Off (Menghilangkan cat yang sudah disapukan di atas kertas dengan membasahi bagian yang akan dihilangkan, lalu dihapus dengan tisu atau spon); dan dropping in color (proses untuk menambahkan warna pada daerah yang basah, agar lukisan itu terlihat lebih membaur dan alamiah).
Saat itu, hasil akhir visual yang ditampilkan Berti menurut saya mengagumkan. Obyek yang hadir di setiap kertasnya waktu itu adalah pasar bunga, kembang, dan tema-tema manis lainnya.
Dari sana kemudian pembicaraan lebih hangat. Dan saya mulai berdiskusi lebih dekat. Bukan tentang musik, bass, atau jazz. Tetapi tentang gambar cat air. Setelah itu saya mulai sering dolan ke rumahnya di Embong kenongo. Saya juga mendengar dia ada rumah di daerah Candi, Sidoarjo, tetapi saya tidak tahu pasti. Saya merasa nyaman saja di sini, di rumah samping (pavilion) di sebelah kanan rumah utama. Melihat Berti melukis, mengamati beberapa teknik, hingga memperhatikan alat bantu gambar yang professional. Bukan seperti pelukis dengan apa adanya. Semuanya berselera tinggi, kualitas tinggi. Saya senang mempunyai standar nilai yang sama, standar rasa yang sama. Di Embong Kenongo saya juga akrab, karena eyang saya dulu tinggal di Embong Ploso. Hanya satu depa dari sana, suasananya juga sama.
Kehidupan yang naik-turun, membawa kita harus bisa memahami, dan menikmati setiap keadaan. Dan Berti menikmatinya, dengan gayanya, dengan caranya, menyendiri (soliter) di satu kesempatan, namun akrab di kesempatan yang lain.
Saya semakin sering ke Embong Kenongo. Alasannya cuma satu: menikmati karya cat airnya. Waktu itu saya belum bisa membelinya, meski belum tahu berapa harganya dan tidak berani menanyakan.
Dari kedekatan ini kemudian, kami mulai nongkrong bersama. Mengenalkan pada teman, mengembangkan jaringan. Sebagai lulusan Teknik Sipil dan Arsitektur, teman-teman saya rata-rata kontraktor dan desainer. Hingga suatu saat, saya memperkenalkan Berti dengan teman-teman saya. Mereka tertarik dengan kualitas gambarnya. Hingga kemudian saya mendengar Berti mulai banyak mendapat pekerjaan menggambar mural dengan teknik cat air di tembok restoran, club, hingga dome sebuah hotel. Untuk detilnya saya kurang mengetahui, karena saya tidak ikut dalam proyek tersebut.
Cat Air, Bass, Cat Minyak
Setelah itu saya tinggal di Jakarta. Baru tahun 2000-an kami bertemu lagi di Balai Pemuda. Dalam pertemuan kembali itu, saya melihat ada perbedaan besar. Berti tidak lagi menjadi pemusik sebagai profesi utama, tetapi berubah menjadi pelukis. Ini menarik. Ke mana-mana membawa tas untuk kertas skets ditemani Honda Ulung alias Honda Ulung (nama sebenarnya Honda Cub 70/ C70). Tidak tinggal lagi di Embong Kenongo, tetapi berpindah-pindah kos, hingga terakhir yang saya ketahui di Setro (daerah Kenjeran). Saya bersyukur pernah duduk dan bercengkerama di sana.
Dari pembicaraan itu, saya berusaha untuk men-support. Keadaan saya sudah lebih baik. Saya ada sedikit usaha yang berhubungan dengan kertas. Jadi saya perkenankan untuk mengambil kertas jenis apapun yang dimau, sebanyak yang bisa dibawa. Juga kain kanvas rol yang ada. Saya berusaha untuk membantu yang saya bisa untuk mengembalikan kepercayaan dirinya.
Hari berganti hingga Berti mulai mendapatkan karakternya sebagai pelukis dan sketser yang baik. Saya mulai membeli dan menyimpan karya-karyanya. Sket-sketnya saya suka, terutama yang sangat minimalis. Garisnya lembut, linear mengalir dalam satu tarikan nafas. Gambar lain yang banyak beredar (setahu saya) adalah gambar susut-sudut kota Surabaya lama, pasar tradisional dengan obyek yang manis. Gambar-gambar yang terbatas adalah seri nude, gambar dengan teknik Antonio Blanco, teknik Jihan, Trubus, dan yang terakhir adalah obyek penari tradisional (katanya yang ini pesanan). Selain menggunakan pena dan tinta di atas kertas Americana, juga cat air di atas kanvas, cat minyak di atas kanvas, cat minyak di atas hard board, dll.
Dalam perjalanannya sebagai pelukis, dalam catatan saya, Berti sudah 4 kali berganti style tanda tangan. Namun sampai sekarang saya tidak tahu, siapa nama lengkap Berti sebenarnya. Saya hanya mendengar nama Berti atau Albert. Kemudian hari saya baru bisa mengeja namanya dengan lengkap: Albert Willem Rondonuwu.
Di masa sekarang ini saya semakin memahami teknik dan material yang dipakainya. Trik maupun kekhasannya yang tersembunyi. Ada beberapa rahasia bahan dan cara yang tidak bisa saya ungkap karena sudah berjanji untuk menyimpannya sendiri.
Beberapa teman mengetahui kedekatan saya dengan Berti. Dan jika ditanya berapa banyak lukisan dan sket Berti yang saya kumpulkan, saya belum tahu, karena tidak pernah menghitungnya.
Keinginan terakhirnya adalah menggelar pameran tunggal. Keinginan ini semakin menggebu ketika sakit dan mulai sembuh dari sakitnya. Beberapa kali Berti menyatakan akan meminjam karyanya yang saya simpan setiap periode. Saya tidak keberatan, dan terus mendukung untuk membantu. Namun, ketika keinginan itu semakin kuat, dan waktu pagelaran semakin dekat, kenyataan berkata lain. Berti berpulang lebih cepat. Inilah kehidupan. Ketika keinginan manusia tak selalu sama dengan kehendak Tuhan.
Jadi, ketika teman-teman berkehendak untuk menyelenggarakan pameran tunggal “Goresan Eksotika” sebagai bentuk penghormatan, inilah sebenarnya titik akhir yang dikehendakinya. –sa
Berty yg saya kenal di th 91 sbg pembetot Bass …. di event wedding atau Agustusan ,, dan jg kita jg Ngejamz bersama dirumah Mas Agus dikawasan Karangasem Ploso …..terakhir th 2000 an ketemu di Balai Pemuda dg AAM Rachmansyah ternyata Berty sdh jd pelukis cat air yg professional…………………………. selamat jalan sobat tp karyamu tdk pernah mati
Terimakasih sudah berkunjung di surabayastory.com, Berty teman kita semua, yang selalu tetap kita kenang.