Bagi para penyuka mi kuah alias mie godhog, warung ini pantas dicoba. Pilihan lainnya nasi goreng ati-ampela plus wedang tape yang hangatnya bertahan lama di tenggorokan.
Surabayastory.com – Menikmati nasi goreng dan mie Jawa, ada banyak gaya (style) yang disajikan. Ada mie Jawa gaya mie tek-tek keliling kampung, dengan ciri khas diameter mie yang besar dan alat penggorengan yang berbentuk skop tanpa tangkai. Ada juga yang memakai merek mie Jawa pakai arang khas Kediri. Dua gaya ini beda bumbu, beda gaya masak, dan tentu beda juga rasanya. Yang pakai arang ada aroma khas seperti “terbakar” atau dalam bahasa kerennya smokey. Dan yang ketiga, adalah mie Jawa gaya Mataraman (alias gaya Solo-Jogja). Di sini mie yang dipakai diameter lebih kecil, lebih lembut, dan yang asli tampak kusam (lethek) karena tanpa pemutih. Bumbu dan kuahnya juga jauh “lebih tipis”, dan gaya memasaknya juga berbeda.
Yang kita bahas kali ini adalah mie Jawa gaya Mataraman ini. Nama Plengkung Gading, lokasinya ada di Jl. Arjuno No.140, Sawahan-Surabaya. Melihat dari namanya, sudah jelas kalau masakan yang dihadirkan bergaya Jawa Tengah tulen.
Jika menilik namanya, kita akan membayangkan plengkung Gading yang ada di lingkungan Kraton Jogjakarta. Plengkung adalah nama lain dari gapura pintu masuk selatan ke kraton Jogja. Salah satu pintu itu ada di Jl. Gading, maka disebut Plengkung Gading. Nama yang khas ini kemudian diangkat menjadi nama warung.
Namun, warung makan ini mulai dikenal bukan dari Jogja, tetapi dari Bandung. Ceritanya, sang pemilik memang asli Jogja, kemudian berpindah tinggal di Bandung. Di Kota Kembang ini kemudian mendirikan Bakmi Plengkung khas Jogja tahun 2011. Begitu dikenal, mereka membuka cabang di Surabaya.
Cita rasa yang dihadirkan oleh warung ini memang otentik Jogja. Namun sudah tidak lagi terlalu manis seperti masakan Jawa Tengah, namun disesuaikan dengan lidah umum Indonesia. Bila kurang manis, kecap manis hadir di setiap meja sebagai tambahan selera.
Apa yang perlu dicoba pertama? Tentu saja bakmi godhog alias mie kuah. Apa yang beda? Kita coba ulik satu persatu. Mie yang dipakai punya diameter yang lebih kecil dibanding mie Jawa Timur. Usut punya usut, ternyata mie yang dipakai adalah mie telor yang dibuat sendiri, digiling sendiri. Katanya, biar rasanya selalu sama dan tidak memakai bahan pengawet.
Sebagai mie kuah, tentu kita harus menyeruput kuahnya. Perlahan, sambil sesekali ditiup sendoknya. Yang dirasakan, kuahnya segar dengan bumbu tipis. Di sana terasa bawang putih, garam, merica, ketumbar, dan dicampur dengan minyak kelapa. Beda dengan bumbu mie Jawa Timur yang kuat dan pekat. Di mie godhog Jawa Tengah ini cenderung ringan dengan gaya masak cemplung (tidak perlu percampuran bumbu yang rumit). Bumbu-bumbu di-uleg ringan lalu dimasukkan ke minyak ketika di masak.
Rasa bakmi godhog ini semakin lengkap, ada telur orak-arik, suwiran ayam, kol yang dipotong panjang, irisan tomat, daun bawang dan taburan bawang goreng. Kalau seleranya ekstra pedas, bisa ditambahkan irisan cabai rawit merah. Rasa bakminya enak dan kuahnya gurih. Potongan daun bawang prei yang dipotong besar memberi sensari ruam hingga rongga hidung. Sesuai dengan motto-nya “Citarasa Jogja Aseli”. Tambahan bawang daun dan irisan tomat semakin menyegarkan rasa.
Makanan lain yang juga patut dicoba adalah nasi goreng rempelo-ati (ati ampela). Menu spesifik seperti ini sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah nasi goreng. Dari beberapa kali mencoba untuk tambahannya, ternyata tambahan ati-ampela adalah paduan yang paling khas. Sebaiknya ati-ampela tidak hanya ditambahkan di atas nasi goreng yang sudah jadi (topping), tetapi juga ikut digoreng bersamaan ketika nasi goreng dibuat. Di rumah makan Solo-Jogja, tambahan itu bisa sayap goreng, kepala ayam goreng, uritan (usus dan telor setengah jadi), atau brutu yang sangat gurih.
Jika takut dengan ati-ampela dengan alasan kolesterol (sebenarnya kolesterol baru muncul kalau makan ati-ampelanya satu keranjang dan tidak pernah gerak), bisa minta nasi goreng standar saja. Nyaman dengan ayam suwir dan disajikan dengan cabe rawit iris dan acar mentimun. Rasanya enak dan porsinya pas.
Untuk minumannya, kami merekomendasikan wedang tape ketan atau es tape ketan. Wedang alias minuman panas ini sangat pas menemani suasana. Tape ketan yang dihadirkan “memperhangat” tenggorokan. Rasanya sangat khas dan cocok dengan makanan-makanan Jawa yang dihadirkan. Surabaya panas, butuh es. Tenang saja, minta saja tape ketan dengan es. Sama enaknya.
Jika ada kesempatan dan perut masih bisa diajak kompromi, bisa coba wedang susu jahe atau kopi susu jahe panas. Pasti sedhut (nyaman sekali).
Penyajian Khas Mataraman
Dari depan, jika sempat melongok di muka dapur, kita akan melihat “karya seni instalasi” dapur yang menarik. Seperti halnya dapur dan penjual mie Jawa di Jogja sana. Bahan makanan itu ditata rapi berdasar jenisnya, sebagian digantung atau diletakkan secara menarik untuk visual.
Gaya memasak mie kuah Mataraman ini berbeda dengan mie kuah Chinese food. Di gaya Mataraman, setelah minyak goreng, kemudian dimasukkan telur yang sudah di-kopyok, baru masuk bawang putih yang sudah dicincang halus. Ditumis hingga harum kemudian dimasukkan kuah kaldu dan mie. Sementara mie kuah Chinese food, setelah minyak goreng masuk, kemudian ditumis bawang merah dan bawang putih yang cukup digeprek. Setelah itu baru masuk kaldu dan mie kuning.
Namun, untuk mie Jogja yang lain, di Bantul, di mie godhog yang terkenal di sana, telur dimasukkan terakhir setelah semua masakan siap dan kuah panas. Jadi telur ini akan menjadi bergumpal panjang-panjang dan memberi efek agak kental.
Yang jelas, bakmi godhog di Plengkung Gading ini bisa menjadi pilihan untuk direkomendasikan.
Jogja memang selalu dirindukan. Makanan khas jogja juga selalu kangen untuk dicoba. Bakmi Jawa yang satu ini memang pas untuk menemani Anda ketika perut minta diisi. Rasanya akan terkenang hingga esok hari, dan ingin mengulanginya lagi. –sa
Sudah dicoba enak tenan. Trims infonya. Ditunggu laporan lainnya.
Saat ini namanya sudah berganti menjadi bakmi pulo jawi agar lebih mudah disebut. Dipahami, dan dihafal orang.
terimakasih informasinya, kalau yang di Surabaya namanya masih tetap, minggu lalu saya sempat lewat di depan BAKMI PLENGKUNG GADING. Jika boleh tahu di daerah mana yang ganti nama?
terimakasih