Waktu adalah bagian dari spiritualitas. Kahlil Gibran melihat masa lampau, masa kini, dan masa depan adalah bagian kesatuan manusia dan Sang Pencipta.

Surabayastory.com – Masa kini dan masa depan adalah seuntai kisah dalam dua babak. Terpisah dalam kata waktu, tersambung dalam ikatan masa. Bagaimana Kahlil Gibran memandang masa depan? Mari kita simak bersama karyanya berikut ini:
DARI balik tembok Masa Kini kudengar himne kemanusiaan. Kudengar dentang bel pertanda doa mulai dikumandangkan di kuil keindahan.
Dentang bel bercampur dengan keteguhan perasaan dan sikap teduh yang singgah di atas altar suci –hati manusia.
Dari balik Masa Depan kulihat banyak orang sembahyang di dada semesta, wajah mereka menghadap kea rah Timur dan menunggu curahan cahaya pagi –cahaya kebenaran.
Kulihat puing-puing kota tanpa jejak yang dapat terceritakan oleh manusia tentang takluknya kebodohan dan kemenangan dari cahaya.
Kulihat orang-orang tua duduk di bawah naungan pepohonan willow dan cypress, dikelilingi anak-anak muda mendengarkan cerita-cerita tentang kisah masa silam mereka.
Kulihat anak-anak muda memetik gitar dan meniup seruling mereka mengiringi perawan-perawan berambut ikal tergerai lepas menari di bawah pohon jasmine.
Kulihat para suami sedang memanen gandum dan para istri mengumpulkan berkas-berkasnya diselingi nyanyian-nyanyian penuh kegembiraan.
Kulihat perempuan menghias dirinya sendiri dengan sebuah mahkota dari bunga lili dan rangkaian daun-daun hijau.
Kulihat persahabatan yang erat antara manusia dan semua makhluk, dan sekelompok burung dan kupu-kupu, percaya diri dan penuh harapan, terbang kea rah anak sungai.
Tak kulihat kemiskinan; begitu juga tak kuhadapi yang berlebihan. Kulihat persaudaraan di antara manusia.
Aku tak melihat seorang dokter pun, karena setiap orang mempunyai alat dan pengetahuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri.
Aku tak menemukan pendeta, karena suara hati telah menjadi Pendeta Agung. Begitu juga tak kulihat seorang pengacara, karena semesta telah menjadi tempat pengadilan, dan risalah persahabatan dan perkawanan adalah dalam kekuasaan.
Aku melihat yang manusia pahami bahwa dia adalah batu pertama penciptaan. Dia telah membangkitkan dirinya sendiri di atas kekerdilan dan kerendahan budi serta melepaskan selubung kebingungan dari mata jiwa; jiwa ini membaca apa yang tergambarkan oleh angina sepoi-sepoi di permukaan air; sekarang aku mengerti makna dan nafas bunga dan irama burung bulbul.
Dari balik dinding Masa Kini, pada tingkat awal, aku melihat keindahan sebagai mempelai laki-laki dan roh sebagai pengantin perempuan, serta hidup upacara Malam Kedre.*
–sa
———————————-
* Malam Kadre; Lailatul Qodar adalah sebuah malam pada malam Ramadhan ketika Tuhan mengabulkan semua harapan yang dipanjatkan oleh umat Islam.
Thanks for one’s marvelous posting! I seriously enjoyed reading it, you could be a great author.I will be sure to bookmark your blog and may come back later on. I want to encourage you to continue your great writing, have a nice weekend!