Tanpa peran M. Jasin dan pasukan Polisi Istimewa tidak akan ada peristiwa 10 November 1945.
Surabayastory.com – Tugu Monumen Perjuangan Polri di Jalan Polisi Istimewa telah diresmikan lagi. Monumen ini sebelumnya telah berdiri. Wajahnya kini disegarkan kembali dengan berbagai sentuhan baru. Taman dan tata lampu juga di-setting ulang. Suasana monumen pun tampak lebih semarak.
Semangat Polri untuk melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat secara profesional menjadi alasan agar monumen yang sebelumnya tampak tua dan kurang layak itu perlu diperbaiki.
Renovasi monumen dilakukan dalam suasana peringatan 17 Agustus 2018. Dengan suasana kemerdekaan ini, jiwa patriotisme ingin dibangkitkan kembali, sekaligus pengingat tentang perjuangan Polri terdahulu. Menjadi pengingat, kalau dulu merebut kemerdekaan, sekarang mempertahankan kemerdekaan. Kemerdekaan yang sesungguhnya dengan tetap meneladani sejarah yang lalu. Tidak hanya momen kemerdekaan, peresmian monumen itu juga bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Paguyuban Keluarga Besar Brimob (PKBB).
Dalam peresmian kembali itu, juga disajikan drama teatrikal yang mengisahkan perjuangan Polisi Istimewa M Jasin dalam merebut Kemerdekaan RI.
Jejak M. Jasin dan Polisi Istimewa
Jejak Polisi Istimewa memang istimewa. Pasukan di bawah komando M. Jasin ini adalah satuan polisi dengan mobilitas tinggi dan memiliki kemahiran tempur. Kehebatan pasukan Polisi Istimewa dalam arena perjuangan Surabaya sangat disegani. DR H Roeslan Abdulgani, tokoh penting peristiwa 10 November 1945 di Surabaya pernah menyatakan jika Polisi Istimewa yang dipimpin M. Jasin adalah modal pertama perjuangan di Surabaya. Tanpa peran M. Jasin dan Pasukan Polisi Istimewa tidak akan ada peristiwa 10 November.
Jejak Polisi Istimewa dimulai dari petinggi militer Jepang yang membentuk Tokubetsu Keisatsu Tai atau kemudian dikenal dengan Polisi Istimewa, April 1944. Kala itu, para pemuda Bumiputera ramai-ramai mendaftar di kantor hoofdbeureu Surabaya (sekarang Polrestabes Surabaya). Dengan tes ketat, 200 pemuda diterima. Para calon personel Polisi Istimewa itu kemudian digembleng militer Jepang pada sekolah Keisatsu Tai di Surabaya. Mereka dilatih dengan sangat keras. Tiap hari lari 30 km, baris berbaris, dan bela diri Jepang, judo. Mulai pukul 07.00- 14.00. Setelah itu istirahat. Berlatih kembali pukul 20.00 disambung dengan apel malam pukul 22.00 WIB. Mereka dilengkapi dengan dua setel seragam berwarna hijau, sepasang kaos kaki, dan dua pasang sepatu lars. Para pemuda itu tidur asrama di Coen Bolevard Surabaya (sekarang Jl Polisi Istimewa).
Latihan juga meliputi strategi perang, penyerangan, dan persenjataan. Pendidikan berjalan setahun, dan dilanjutkan dengan pendidikan militer khusus selama enam bulan.
Polisi Istimewa kini dikenal dengan nama Korps Brimob (Brigade Mobil). Polisi Istimewa berada di tiap karesidenan (Syu) di seluruh Jawa, Madura, dan Sumatera. Di Jawa dan Madura berpusat di Jakarta dan Kepolisian untuk Timur Besar berpusat di Makassar. Setiap satuan Tokubetsu Keisatsutai Tai berkekuatan satu kompi, beranggotakan 60-200 orang personel.
Setelah zaman Jepang usai, pasukan polisi khusus ini kemudian menjadi Polisi Istimewa (PI) atau Pasukan Polisi Perjuangan (P-3). Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Polisi Istimewa adalah satu-satunya badan kepolisian yang tetap boleh memegang senjata, dan berperan dalam Barisan Perjuangan Rakyat Indonesia.
Ketika zaman berganti, Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Kemudian berubah dalam bahasa Indonesia menjadi Brigade Mobil (Brimob). Korps ini adalah tertua di dalam Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan peletak dasar pembentukan kepolisian Indonesia di tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru.
Pasukan Polisi Istimewa adalah yang pertama melucuti senjata tentara Jepang. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa menjadi ujung tombak dalam pertempuran 10 November 1945 melawan Tentara Sekutu. Moehammad Jasin kemudikan dikenal sebagai Bapak Brimob Polri.
Di tahun 2015, M Jasin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Pemberian gelar ini seiring dengan peringatan Hari Pahlawan tahun 2015 yang mengusung tema “Semangat Kepahlawanan adalah Jiwa Ragaku”.
Jejak perjuangan pasukan Polisi Istimewa dan M Jasin tersirat dalam relief yang mengelilingi bagian monument Polri. Sayang, tak ada narasi yang mumpuni untuk menjelaskannya. Jika ada cerita di saja, pengunjung akan lebih memahami tentang sejarah itu, dan bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja.
Dalam monumen itu, Proklamasi Polisi terpatri dalam prasasti di sana.
“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Polisi sebagai Polisi Repoeblik Indonesia.”
Soerabaja, 21 Agoestoes 1945
Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi
Moehammad Jasin – Inspektoer Polisi Kelas I
Proklamasi Polisi ini bertujuan untuk meyakinkan rakyat bahwa polisi adalah aparat negara yang setia kepada Republik Indonesia yang berjuang bersama rakyat. Proklamasi Polisi itu adalah bentuk tekad seluruh anggota polisi untuk berjuang melawan tentara Jepang yang masih bersenjata lengkap, walaupun secara de jure sudah menyerah. Dalam insiden perobekan bendera, 19 september 1945, Polisi Istimewa di bawah komando Moehammad Jasin bergerak cepat, berani, dan berjuang menyatu bersama rakyat Surabaya. Kesatuan Polisi Istimewa hanya beberapa ratus orang saja. M Jasin memimpin pasukan tempur itu. Itu sebabnya mereka bergabung dengan rakyat. Jika ada pertempuran, rakyat bergerak, di tengah-tengah selalu ada truk atau panser milik Pasukan Polisi Istimewa lengkap dengan senjata mesin. Jiwa persatuan dan pantang menyerah dari rakyat Surabaya, Jepang yang waktu itu sudah kalah dari Pasukan Sekutu, akhirnya menyerah kepada Republik Indonesia.
Di hari itu, M. Jasin yang bersama Soetomo (Bung Tomo) mewakili pihak Indonesia menandatangani perjanjian penyerahan senjata dan membuka gudang senjata (arsenal) tentara Jepang yang terbesar se-Asia Tenggara di Don Bosco-Sawahan, Surabaya. Jepang menyerahkan senjata.
Polisi Istimewa memang patut dikenang. Monumen Polisi Istimewa akan menjadi inspirasi baru bagi semangat perjuangan bangsa dan bersatunya polisi dan rakyat. –sa