Masalah parkir memang menjadi masalah pelik di kota Surabaya. Ada tarik-ulur di beberapa pihak. Pemerintah Kota Surabaya membuat beberapa terobosan untuk menyelesaikannya.
Surabayastory.com – Parkir yang serampangan di jalan dipandang sebagai bagian dari awal kemacetan. Kita melihat dan merasakan, di jalan-jalan (banyak jalan) di Surabaya semakin hari semakin terasa sempit dan menjemukan. Setelah pedestrian diperbaiki dan dilebarkan, badan jalan semakin sesak. Argumentasi untuk memberikan ruang yang lebih beradab untuk para pejalan kaki memang sebuah langkah yang bijaksana, namun pengendalian kebiasaan masyarakat kota untuk menaati rambu larangan masih perlu waktu.
Sepanjang jalan yang trotoarnya telah dipercantik, telah dipasang rambu-rambu petunjuk arah, pilar penahan untuk menghindarkan kendaraan bermotor naik trotoar, hingga rambu larangan. Tentang rambu larangan (berhenti dan parkir) sepertinya masih sulit untuk ditaati. Akibatnya, kerap kita menjumpai di kanan-kiri badan jalan dibuat untuk mobil parkir atau berhenti. Bayangkan, jika lebar jalan itu tiga lajur, kiri-kanan dibuat parkir, maka tinggal satu jalur yang dibuat berjalan bersimpangan dua arah. Realitas seperti ini kita lihat di banyak tempat, termasuk di lingkungan jalan institusi pemerintah.
Untuk itulah, fungsi jalan harus dikembalikan. Jalan sebagai jalur lalu lintas, tidak boleh terhambat. Langkah yang diambil Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Perhubungan Kota menetapkan aturan baru tentang Penyelenggaraan Perparkiran di Kota Surabaya.
Aturan baru tersebut, tertuang dalam Perda Nomor 3 Tahun 2018, yang merupakan review Perda Nomor 1 Tahun 2009. Dihimpun surabayastory.com dari situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH Kota Surabaya), Perda No 3 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan perparkiran di Kota Surabaya secara umum dijelaskan, bahwa Kota Surabaya berkembang semakin pesat. Hal ini kemudian diikuti dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang semakin banyak. Akibat yang ditimbulkan adalah meningkatnya kebutuhan pelayanan tempat parkir di daerah. Karena itulah perlu ditetapkan peraturan daerah tentang penyelenggaraan perparkiran di Kota Surabaya.
Dengan Perda yang ditetapkan 21 Juni 2018 dengan Dinas Perhubungan Kota Surabaya sebagai SKPD Pemrakarsa, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang perparkiran serta untuk mewujudkan ketertiban, keamanan dan kelancaran lalu lintas. Penyelenggaraan perparkiran di akan dilakukan secara terencana dan terpadu.
Transportasi Publik
Lebih lanjut dijelaskan pula, Perda ini juga untuk menjawab perkembangan aktivitas usaha, ekonomi dan sosial di Kota Surabaya dengan mobilitas orang dan barang yang tinggi. Pergerakan yang tinggi diperlukan moda transportasi yang dapat memindahkan orang dan barang secara efisien. Dan yang terjadi adalah jumlah kendaraan pribadi masih mendominasi jumlah kendaraan di jalan kota Surabaya. Untuk menfasilitasi mobilitas tersebut, diperlukan penyelenggaraan perparkiran yang efisien dan efektif termasuk pula bagaimana agar penyelenggaraan parkir dapat memfasilitasi orang untuk beralih ke transportasi publik.
Langkah Pemkot Surabaya ini juga merupakan tindak lanjut dari penyediaan tempat-tempat parkir (ada yang menyebutnya dengan kantong parkir) di beberapa tempat. Dari tempat parkir umum ini nantinya akan diintegrasikan dengan transportasi publik yang sedang dibangun dan dipersiapkan.
Penataan perparkiran ini juga diintegrasikan dengan teknologi yang terus berkembang dan akrab dipakai oleh ,masyarakat Kota Surabaya. Dengan teknologi akan dengan mudah didapatkan informasi serta ketepatan dalam penyelenggaraan parkir di Surabaya. Tentang lokasi parkir, jumlah slot yang tersedia, hingga jumlah pendapatan. Semuanya bisa dilihat dan direkam secara real-time dan transparan.
Dengan potensi pendapatan daerah yang cukup terbuka peningkatannya, Peraturan Daerah ini memberikan kemungkinan untuk pengelolaan perparkiran di Kota Surabaya dilakukan oleh Badan Layanan Umum Daerah, sehingga pengelolaan perparkiran dapat lebih efisien dan efektif.
Dari peraturan ini juga dijelaskan tentang definisi parkir, yaitu keadaan kendaraan berhenti atau tida bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. Dijelaskan pula tentang juru parkir, badan pengelola, koordinator parkir, tempat parkr (zona, khusus, tepi jalan, insidentil), petak parkir, karcis parkir, hingga asuransi parkir.
Dalam perda tersebut juga disebutkan bahwa Dishub Surabaya juga terus melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala dan rutin kepada setiap jukir. Sanksi administratif bagi setiap orang yang melanggar tata tertib parkir juga mulai disosialisasikan. Perbaikan sistem ini didasari oleh parkir dipandang menjadi instrumen pengendali lalu lintas, bukan lagi sebagai sumber pendapatan daerah (PAD).
Namun jika mengacu pada Perda Nomor 3/2018, siapa saja yang melanggar larangan parkir, kendaraannya akan langsung digembok, diderek, atau digembosi bannya. Pemilik kendaraan juga akan ditilang dengan denda tilang Rp 500.000 (mobil) dan Rp 250.000 (motor). Jika diderek, rencananya semua kendaraan yang melanggar parkir akan diangkut derek ke Terminal Kedungcowek, dekat pintu masuk jembatan Suramadu.
Kiat Pemkot Surabaya
Langkah-langkah yang diambil Pemerintah Kota Surabaya untuk menyelesaikan masalah parkir sebenarnya telah dilakukan secara sistematis. Beberapa yang kita perlu ingatkan kembali, telah dibangun gedung parkir (park and ride). Gedung parkir diharapkan bisa mengurangi secara bertahap lokasi parkir di tepi jalan. Ada sembilan titik yang renananya untuk gedung parkir. Saat ini baru empat titik yang sudah tersedia lahannya: di Jl Mayjen Sungkono, Jl Adityawarman, gedung parkir Joyoboyo, dan bekas kantor Disperindag Surabaya.
Selain itu, masih ada zona parkir khusus. Di zona ini tarif parkir ditetapkan lebih mahal (Rp 5.000) dari standar umum (Rp 3.000). Argumentasinya adalah mengurangi jumlah kendaraan yang parker. Beberapa titik itu adalah di kawasan Jembatan Merah, Pasar Atom, Tugu Pahlawan, Keputran, Tunjungan, Blauran, Taman Bungkul, Kertajaya, Embong Malang, dan Balai Kota Surabaya, Kembang Jepun, Kedung Doro, Keprabon, Gemblongan. Kemudian diperluas di Mayjen Sungkono, Kebun Binatang Surabaya, Nginden, dan Rungkut. Namun sepertinya alngkah ini belum efektif. Angka Rp 5.000 dinilai masih murah, dan sudah sering diterapkan di parkir-parkir liar.
Terobosan lainnya adalah parkir meter, yaitu parkir dengan media elektronik (e-parking). Saat ini sudah tersedia di area Balai Kota dan Taman Bungkul. Sebanyak sepuluh unit mesin parkir elektronik sudah terpasang mengelilingi Taman Bungkul.
Pemerintah Kota Surabaya bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) untuk mengoperasikan sistem pembayaran kartu elekronik (electronic payment) sebagai alat pembayaran parkir meter.
Yang lain lagi adalah digunakannya aplikasi Go Parkir (apa tidak lebih tepat Go-Parking –Red). Aplikasi ini bisa di-download melalui Playstore, mulai diuji coba dan sosialisasi 7 April 2018. Beberapa fitur yang bisa digunakan adalah maps (peta) untuk mengetahui titik parkir terdekat dengan lokasi secara real time. Juga parking slot. Fitur ini memungkinkan untuk melihat slot parkir yang tersedia saat itu. Fitur ini juga dapat melakukan pemesanan parkiryang dapat dilakukan satu jam sebelum kedatangan dan maksimal pemesanan parkir inap 14 hari. Untuk pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun nontunai.
Beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya ini cukup menarik. Namun yang tak kalah pentingnya adalah sosialisasi yang dilakukan secara nyata dan waktu yang panjang. Karena sebuah rencana baik tetap harus diberlakukan di bumi. Akan sia-sia jika pemikiran baik itu hanya bermuara di menara gading alias sekadar pemikiran dan angan-angan.
Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya, sudah seharusnya kita dukung. Langkah-langkah sistematis yang dilakukan kalau kita tilik esensinya adalah untuk kenyamanan warga Kota Surabaya. Tentang bagaimana kita bisa hidup nyaman, tentram, aman, dan yang lebih penting adalah lebih beradab. —sa 📌