Kita sering lupa bersyukur. Termasuk bahagia. Karena terlalu bahagia, sering kali kita lupa diri. Syukuri yang kita miliki hari ini.
Surabayastory.com – Seorang teman pernah sorak-sorak bergembira, “Aku kini punya pacar! Aku tak sendiri lagi! Semalam sudah acc.” Dia girang setengah mati. Setengah tahun kemudian saya berjumpa dengannya lagi. Saya pun bertanya, “Gimana kabarmu dan dia?” Kawan saya itu menjawab,”Aku udah nggak ama dia.” Saya tertegun, lalu bertanya, ”Lho kenapa?”. Ia menyeringai. “Yaaa… bosan,”jawabnya kalem.
Biasanya kita merasa berbahagia pada saat kita memperoleh yang kita harapkan atau kita senangi. Sedangkan kita akan merasa menderita bila kita merasa takut kehilangan. Dan kita benar-benar menderita bila kita benar-benar kehilangan.
Pertanyaannya: Maka apakah dengan memiliki sesuatu tanpa rasa takut kehilangan pada sesuatu tersebut, akan membuat kita berbahagia? Jawabannya: Belum tentu! Karena seringkali kita merasa biasa saja ketika kita telah lama memilikinya. Mungkin karena bosan?
Seringkali kita baru merasa berbahagia ketika baru saja memperoleh apa yang kita harapkan atau yang kita senangi. Maka pandai-pandailah merasa baru memperoleh sesuatu yang kita harapkan atau kita senangi walaupun kita telah lama memilikinya. Namun pertanyaan berikutnya adalah: “Mungkinkah memperoleh yang kita harapkan atau senangi tetapi kita tidak berbahagia?” Jawabannya: “Mungkin!… Bisa jadi.” Kita memperoleh yang kita harapkan atau senangi tetapi seketika, nanti, besok atau kelak dikemudian hari, kita merasa tidak berbahagia, baik berkaitan secara langsung dengan yang diperoleh maupun tidak.
“Syukuri yang ada pada hari ini, karena esok mungkin bukan milikmu lagi.”
Isteri Kedua
Pernahkah Anda mendengar kisah tentang seseorang yang berhasil menikahi pujaan hatinya yang telah lama diidam-idamkannya, namun tak lama kekecewaanlah yang didapatinya?
Atau tentang orang yang memperoleh banyak uang, tetapi tak lama ludes, bahkan muncul hutang yang tiba-tiba menumpuk?
Ada lagi kisah tentang seseorang yang kecewa karena imbalan yang diterima setelah bekerja keras tak sebanyak yang ia bayangkan.
Saya punya kawan yang berhasil memperoleh kontrak kerja sama dengan sebuah perusahaan yang bonafit. Namun nilai kontrak yang nilainya sangat tinggi tersebut tak mampu mengobati luka hatinya. Karena tiga hari sebelumnya, sang kekasih memutus hubungan cinta dengan dirinya. Dapat duit tapi patah hati. Ternyata bagi teman saya: Duit yang banyak tak dapat mengobati hati yang patah. Hahahaha…
Seorang sahabat yang pernah menjadi isteri kedua pada awalnya bahagia karena memperoleh cowok idola. Tapi lama-lama tumbuh rasa cemburu pada isteri pertama (padahal dulu nggak masalah). Dan ia amat tersiksa dibuatnya. Walau bertabur harta melimpah, ia tidak bahagia. “Aku butuh kasih sayang,” bisiknya. Ya. Dulu nomor dua tak masalah, namun perlahan keinginan diprioritaskan merangkak naik.
Ternyata kebahagiaan tidak identik dengan perolehan dan kepemilikan, baik itu kekayaan, prestasi dan pasangan hidup. Bahkan apa yang selama ini disangka sebagai sumber kebahagiaan, yakni: Kesuksesan (pencapaian atas apa yang kita perjuangkan) ternyata tidak identik pula dengan kebahagiaan.
Maka pertanyaan yang menyertainya adalah: “Jika Anda belum sukses, apakah Anda tidak bisa berbahagia? Jika Anda belum punya pasangan hidup, apakah Anda menderita? Jika Anda belum kaya, apakah Anda sengsara? Jika Anda masih berjuang mengejar cita-cita, apakah Anda tidak bisa berbahagia?” –haes
Just wish to say your article is as astounding. The clarity in your post is just great and i can assume you are an expert on this subject. Fine with your permission allow me to grab your RSS feed to keep up to date with forthcoming post. Thanks a million and please continue the enjoyable work.