Surabaya sudah sejak dulu dikenal sebagai kota pesisir yang gerah. Pabrik es balok maju untuk mendinginkan tenggorokan warga kota.
Surabayastory.com – Ketika lemari pendingin alias kulkas belum lazim dipunyai di rumah-rumah, di masa dulu, beli es balok adalah jawaban untuk mendinginkan minuman. Menikmati perjalanan es batu di Surabaya cukup menarik. Pabrik es yang paling dikenal adalah Pabrik Es Petojo (Ijsfabriek Petodjo). Jalan tempat pabrik ini berdiri ini juga Jl Petojo. Di zaman Belanda, jalan ini dinamai Radersmastraad. Namun bila dilihat dengan peta saat ini, pabrik es tersebut ada di pojok Jl Petojo dan Jl. Kidal. Bangunan utama pabrik es ini sudah hancur lebur. Hanya sisa-sisa bangunan pendukungnya yang ada di sepanjang Jl Kidal.
Dalam catatan pemerintah kota Surabaya, berkas laporan tentang tempat usaha pabrik es ini masih tertulis. Dengan Kode referensi nomor 3396, tertera nama Usaha Pabrik Es PT. Pasar Turi, dengan alamat Jl. Kidal 8, atas nama Khoe Teng Han. Data ini masuk catatan baru tahun 1966.
Hadirnya pabrik es di Surabaya tidak lepas dari banyaknya industri yang masuk di Surabaya menjelang akhir tahun 1800-an. Pada awalnya banyak bergerak dalam industri mesin uap, serta peralatan berat. Beberapa tokoh industrialis yang dikenal adalah Bezier en Jonkheym dengan industri mesin Bezier Jonkheym en Smith di Kalimas, C.F. Huysdens di Rustenburgerpad, dan F. Willems di Grisseescheweg. Industri besi lainnya adalah tempat tidur besi (ijzeren ledikanten) di Kalimas (milik Haije dan van Marle) Chineesche Voorstraat (dikelola oleh A. Matzen), dan Boomstraat (Meduwe Schmid). Industri bidang peralatan berat selesai di akhir tahun 1879.
Selanjutnya mulai berkembang industri konsumsi sehari-hari, seperti pabrik es batu, rokok, minyak goreng, roti dan lainnya. Bermunculan pula pabrik sabun di Kalongan (daerah Kembang Jepun), pabrik air minum (waterfabriek) di Kalimas (milik J.A.A. Nicolai). Selain itu juga berdiri dua pabrik es di Societeitstraat (Jl Veteran, daerah Tugu Pahlawan) yang dikelola oleh G. Kuneman dan J.J. Spiekerman.
Begitu pesatnya perkembangan kegiatan indsutri di Surabaya, pada tahun 1916, Gemeente Soerabaia (Pemerintah Kota Surabaya), mulai melakukan penataan kawasan industri.
Ketika Es Batu Datang ke Indonesia
Es batu mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1800-an. Kala itu, es batu digunakan untuk pelengkap minum bir. Minuman dingin masih jadi minuman mewah. Penikmatnya adalah keluarga Belanda yang kaya di Jakarta.
Untuk es batu, saat itu, harus impor dari Boston (Amerika). Es batu pertama kali masuk ke Indonesia tahun 18 November 1846, ketika sebuah kapal besar dari Amerika membongkar muatan es batu pesanan perusahaan Roselie en Co. Masyarakat terkaget-kaget. Penampakannya seperti butiran Kristal yang dingin, dan kalau dipegang bisa membuat tangan kaku.
Es batu diiklankan oleh Roselie en Co yang menjual es tersebut dengan harga 10 sen setiap 500 gram. Ini harga yang sangat mahal kala itu. Pesta-pesta besar juga menyajikan air es. Harganya: 15 gulden!
Es batu kemudian menjadi sebagai komoditas yang berharga, sehingga menyimpannya harus hati-hati agar tidak cepat mencair. Surat kabar Javasche Courant menceritakan, agar tidak cepat mencair, es batu dibungkus dengan selimut wol. Karena sangat ribet mengurusnya, es batu menjadi sajian mewah dan sangat mahal. Restoran mewah mulai menjual minuman dingin. Industri selimut wol juga naik daun.
Impor es dari Amerika berakhir tahun 1870, seiring berdiri pabrik es di Batavia (Jakarta). Pabrik itu namanya Petojo Ijs di pinggir sungai Ciliwung. Pabrik ini memakai teknologi amoniak yang ditemukan di Eropa.
Setelah itu pabrik es balok di Indonesia dikembangkan oleh Kwa Wan Hong, yang semula jualan kayu dan kapur, kemudian banting setir ke pabrik es. Dimulai dengan pabrik es N.V. Ijs Fabriek Hoo Hien di Semarang tahun 1895. Seiring waktu, ia bisa membangun tiga pabrik es di Semarang. Selanjutnya berkembang ke kota-kota lain seperti di Tegal dan Pekalongan. Hingga akhirnya membangun pabrik es di Surabaya. Pabrik pertama tahun 1924 dan pabrik es kedua tahun 1926.
Sementara Petodjo-ijs milik Ijsfabriek Petodjo, juga berkembang ke kota-kota lain seperti Cilacap, Solo Surabaya, dan Jogjakarta. Di Surabaya, dengan pabrik es yang besar kemudian jalan di depannya juga dinamai Jalan Petojo (yang sebelumnya bernama Jalan Radersmastraad), dan tercatat hingga saat ini. Logo yang dipakai sangat sederhana. Plang yang dipakai menggunakan bahan enamel berisi tulisan dengan dua warna (biru dan putih).
Permintaan es yang semakin besar di Surabaya membuat pabrik es Petojo juga semakin meningkatkan produksi. Para pekerjanya berasal dari daerah sekitar seperti Kedung Sroko, Kedung Tarukan, Karangmenjangan, hingga daerah Gubeng.
Permintaan es balok yang semakin banyak, menjadikan ini peluang bisnis yang menarik. Pabrik-pabrik es lain kemudian berdiri. Seperti pabrik es NV.Ijsfabrieken Ngagel di pertigaan kampung Bagong Ginayan dan Jl Ngagel. Kemudian pabrik es NV.Ijs en Handel Mij di Pasarturi dan NV.Vereenigde Ijsfabriek di Heerenstraat (Jl Rajawali).
Seiring dengan perkembangan teknologi, lemari es portable mulai masuk dan semakin lama harganya terjangkau di rumah-rumah. Ini yang membuat pabrik es batu tak semuanya eksis. Hingga awal tahun 1970-an, pabrik es balok masih berjalan. Namun tentu saja, kejayaan pabrik es balok sudah semakin meredup, termasuk pabrik es Petojo di Surabaya yang kini tenggal cerita. –sa