Bagaimana kampung seni di Surabaya saat ini? Benarkah kampung seni masih dibutuhkan?
Surabayastory.com – Dalam kehidupan sehari-hari, seni sebenarnya ada di sekitar kita dan sangat dekat. Tengoklah sekeliling kita, di sana ada komposisi, perpaduan warna, bentuk, dan gradasi. Tak dapat dipungkiri seni selalu ada di sekitar kita. Karena itu, seni perlu mendapat ruang dalam kehidupan kita.
Kehadiran ruang seni dalam kota diyakini dapat membuat pandangan menjadi lebih “sejuk”, menyenangkan, dan mengasah kepekaan warga kota yang nantinya berujung pada kepedulian serta jiwa saling berbagi di antara warga kota. Dengan perasaan tenang dan jiwa yang tentram akan mampu mengendalikan emosi warga kota. Dari sana kemudian akan berlanjut dengan apresiasi warga yang terus bertumbuh akan seni dan lingkungannya.
Bertumbuhnya apresiasi seni juga akan mendorong para kreator kesenian di kota untuk lebih kreatif dalam berkarya. Dari sana kemudian muncul kantung-kantung seni dan membuat ekosistem kesenian yang masif. Di Surabaya, ada beberapa ekosistem kesenian yang sebelumnya ada, mulai dari Kompleks Balai Pemuda, Taman Budaya, Pasar Seni THR, serta beberapa komunitas kampus atau komunitas seniman.
Namun, saat ini ekosistem itu tampak berjalan sendiri-sendiri dalam lingkup terbatas. Belum terlihat lagi sebuah gerakan kesenian yang terencana dari sebuah kota. Kehadiran kampung seni yang aktif diyakini dapat membuat gerakan kesenian di sebuah kota . Kampung seni bisa menjadi cermin peradaban sebuah kota.
Keberadaan kampung seni juga bisa menjadi simbol tingkatan kesenian sebuah kota. Eksistensi seniman bisa terkoyak jika kampung seni tak ada atau tak terurus. Kondisi yang hampir mirip terjadi di banyak kota di Indonesia. Begitu pula dengan Surabaya. Kampung seni yang ada masih jauh dari kata standar. Dalam kampung seni juga terdapat proses penumbuhan, pengembangan, dan pelatihan aktivitas berkesenian. Karena itu, rencana untuk membangun kembali kampung seni di Surabaya patut diapresiasi.
Beberapa waktu lalu muncul gagasan untuk membangun kampung seni di sepanjang bantaran Kali Mas yang berada di samping gedung DPRD Surabaya hingga belakang gedung Grahadi. Jadi pintu masuknya adalah di samping pas gedung DPRD Surabaya di Jl Yos Sudarso. Selama ini jalan berpaving ini dipakai sebagai jogging track yang teduh di sepanjang sungai. Kondisi area jogging track ini kurang berfungsi maksimal. Jarang sekali terlihat masyarakat, kelompok atau perorangan, yang berolah raga di jalur yang tembus ke Jl Simpang Dukuh tersebut.
Rencana awal adalah di sisi timur (Yos Sudarso) untuk kampung seni dan sisi barat (Simpang Dukuh) akan menjadi taman bermain anak-anak. Kampung seni itu akan berdampingan dengan keindahan dan hijaunya pepohonan yang ada di sekitar Kali Mas tersebut.
Kampung seni tersebut dibangun untuk mengimbangi pembangunan kota yang cukup pesat di Kota Pahlawan ini. Namun untuk pembangunan lebih lanjut belum menunjukkan perkembangan. Detil model kampung seni yang disiapkan di sebelah utara gedung DPRD Surabaya itupun belum tampak. Begitu pula dengan tembok-tembok yang rencana dibangun dulu untuk muralnya.
Kampung seni itu nantinya menarik perhatian wisatawan. Selain bisa membeli lukisan, souvenir, dan karya seni lainnya, wisatawan juga bisa menikmati aliran Kali Mas yang melegenda. Lokasi ini dipandang lebih baik menjadi kampung seni dari pada dijadikan tempat parkir. Dibuat lebih berguna dan bermanfaat serta bisa menjadi salah satu ikon destinasi baru.
Kampung seni itu akan dimanfaatkan semua seniman dari berbagai genre. Di situ nanti semua seniman bisa berkumpul, menjual lukisan ataupun karya seni yang lain.
Oase Kota
Selain menjadi oase bagi kota, kampung seni ini diharapkan bisa menjadi destinasi wisata baru di kota Surabaya. Dengan banyaknya alternatif tempat wisata serta tempat pengembangan kesenian bisa membuat warga Surabaya ataupun yang dating dari luar kota, punya tempat jujugan yang tepat untuk selera dan keinginan mereka. Kampung seni juga bisa membantu perekonomian warga kota yang punya kemampuan dalam industri berkesenian.
Kalau kita sedikit menengok ke belakang, sebenarnya Surabaya pernah punya kompleks kampung seni di THR Surabaya. Tempatnya di belakang Hi-Tech Mall di Jl Kusuma Bangsa. Di dalam lingkungan kampung seni yang dibangun tahun 1988 itu terdapat permukiman dan gedung pertunjukan untuk para seniman berkarya. Terdapat juga empat gedung di dalamnya, yaitu gedung Pringgodani, Srimulat, Irama Budaya, dan Wushu. Namun kemudian peruntukkannya menjadi tidak sesuai dengan rencana sebenarnya. Kampung seni itu pun berubah fungsi dan menjadi tak optimal.
Setelah pemerintah kota Surabaya tak memperpanjang izin operasi Hi-Tech Mall dan Taman Remaja Surabaya, ada pula gagasan untuk menjadikannya pusat kesenian Surabaya. Pemerintah kota Surabaya kemudian berencana mengubah TRS menjadi kampung seni terintegrasi yang bisa diakses semua warga Surabaya. Kampung seni uni akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang terintegrasi dengan wahana wisata kota.
Rencananya kampung seni terintegrasi tersebut akan langsung dikelola Pemerintah kota Surabaya. Intinya, kampung seni tersebut juga ditunjang berbagai fasilitas pendukung yang mungkin bisa memberi manfaat.
Dari semua rencana itu, masih belum terlihat di mana kampung seni Surabaya akan dibangun, difungsikan dan dikembangkan. Dari rencana-rencana itu kita hanya bisa menunggu. Tentang sebuah ketidakpastian dari (katanya) kampung seni dibutuhkan sebagai cermin peradaban sebuah kota. –sa