Jembatan Peneleh tampak tua. Tak banyak yang menyadari bila jembatan ini punya jejak dan cerita panjang yang menggurat dalam sejarah Surabaya.
Surabayastory.com – Jembatan peneleh Surabaya, siapa yang peduli? Jembatan ini adalah jembatan di tengah kota Surabaya, menghubungkan Jl Gemblongan dengan Jl Peneleh. Jembatan yang melintas di atas sungai Kalimas yang legendaris itu, di area yang dulu sangat penting dan sibuk dengan perdagangan komoditas di kota ini. Banyak perahu-perahu lalu-lalang melewati sungai ini.
Jembatan Peneleh memang punya sejarah yang sangat kuat. Dibangun tahun 1900, jembatan ini menjadi saksi berkembangnya kota Surabaya sejak dari kota tua di kawasan Jembatan Merah. Di masa awal 1900-an itu, perniagaan Surabaya berpusat di kawasan Surabaya utara itu. Jembatan Peneleh menjadi jalan pembuka akses dari wilayah Peneleh dan Plampitan ke daerah Alun-alun Contong yang mengarah ke Jl Tunjungan. Sebelumnya daerah Peneleh termasuk kawasan terisolasi.
Mengapa Peneleh? Konon, nama Peneleh berasal dari kata Pinilih, merujuk nama Pangeran Pinilih yang penguasa kawasan ini di era Kerajaan Singosari. Pangeran Pinilih adalah putra Wisnu Wardhana yang memimpin daerah dulu bernama Glagah Ardem yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Singosari.
10 November 1945
Di awal tahun 1900-an itu, di bawah Jembatan Peneleh ini hilir mudik perahu-perahu gondola mirip dengan yang ada di Venesia. Jembatan Peneleh adalah media penyambung sangat penting saat itu. Kawasan ini sangat hidup dan aktif. Setiap hari orang dan delman hilir mudik di atas jembatan ini. Di ujung Jl Peneleh, Jl Gemblongan termasuk jalan yang sangat penting. Di sana terdapat jalur trem listrik. Di sebelah selatan jembatan terdapat terminal pengisian bahan bakar pertama di Surabaya (1920), BMP (Bataafsche Petroleum Maatschappij). BPM adalah anak perusahaan perusahaan oli Shell, yang berdiri 1907 di Belanda.
Di seberang jembatan, ada bangunan pembangkit listrik (1908-1930) dari ANIEM (Algemeene Nederlandsch-Indische Eletriciteits Maatschappij), sebuah Perusahaan listrik umum Hindia Belanda. Kini bangunan itu menjadi kantor PLN Gemblongan.
Di masa perang kemerdekaan, Jembatan Peneleh juga catatan sejarah. Di era 1945, di Jembatan Peneleh ini juga menjadi medan pertempuran. Pertempuran 10 November yang melibatkan arek-arek Suroboyo juga terjadi di sini.
Melihat catatan-catatan yang ada, tak bisa dipungkiri bila Jembatan Peneleh punya jejak dan sejarah besar bagi Surabaya. Namun sayang, tak banyak yang mengngkapnya. Hanya Jembatan Merah yang terus didorong dan diperkenalkan.
Menengok kembali kawasan Peneleh adalah wilayah yang sangat bersejarah. Di sana dulu terdapat bangunan serta kawasan yang menyimpan sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga perkembangan kota mulai pra-kolonial, Hindia Belanda, hingga zaman kemerdekaan. Ada rumah milik pahlawan pergerakan nasional Indonesia HOS Cokroaminoto. Tempat lahir Sang Proklamator Soekarno di Jl Pandean IV, tempat lahir tokoh 10 November 1945 Roelan Abdulgani di Jl Plampitan, juga ada makam Belanda yang didirikan pada sekitar tahun 1814.
Seiring dengan dikembangkannya wilayah Peneleh menjadi kawasan wisata sejarah, membuat Jembatan Peneleh kembali disentuh dan diperbarui penampilannya. Di sana juga terpasang plakat sebagai jembatan bersejarah dan bernilai cagar budaya di Surabaya. Dengan renovasi ini membuat pamor Jembatan Peneleh kembali bersinar. Jembatan yang sempat bopeng-bopeng dan tak terawatt itu kembali menunjukkan jati dirinya. Sebagai jembatan yang telah melintasi banyak masa dan tetap tampil bersahaja. –sa