Jalan Karet Surabaya punya kualitas landscape dan sejarah yang kuat. Potret kota lama itu ingin dihidupkan kembali.
Surabayastory.com – Menghidupkan kembali sesuatu yang telah lama, akan menghadirkan nuansa romantika. Segudang harapan untuk menapak kembali di putaran yang telah lalu membuktikan bila masa tak selamanya fana. Kadang ingin kembali dihidupkan karena rindu. Cara yang lazim dipakai adalah dengan menghidupkannya kembali. Membangun kembali yang telah usang terbengkalai. Membasuh yang kotor oleh zaman dengan cat masa kini.
Revitalisasi kemudian menjadi kata kunci untuk menghidupkan kembali kota-kota lama. Semarang, Jakarta sangat getol, dan termasuk berhasil, membangun kembali kota lama mereka. Kini, Surabaya ingin menapak kembali jejaknya.
Kawasan Surabaya utara memang tengah direvitalisasi. Kota Surabaya memulai dengan pengecatan warna-warni landscape Jl Panggung dan menata pasar ikan Pabean. Kemudian berlanjut dengan penataan Jl Karet yang masih berseberangan mulut jalan dengan Jl Panggung. Dua jalan tersebut memang menjadi poros utama kota lama Surabaya selain Jl Kembang Jepun.
Penataan dengan konsep revitalisasi mulai dilakukan pertengahan Januari 2019 lalu. Ada sekitar 114 bangunan dengan gaya arsitektur kolonial dan China yang akan diperbaiki. Lima diantaranya telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Namun bila dirunut, di sana lebih banyak lagi bangunan yang punya arti besar dalam perkembangan kota ini.
Mengenal Potret Jalan Karet
Berjalan di sepanjang Jalan Karet Surabaya, kita seakan menikmati suasana bak di daratan Eropa. Langgam arsitektur di kawasan perdagangan ini memang lebih kental dengan gaya kolonial ketimbang pecinan yang ada di Jl Kembang Jepun di sampingnya. Ada satu-dua bangunan gaya pecinan, tetapi tata ruang, jalanan, dan bangunan gedung lebih didominasi gaya tropis-kolonial. Punya struktur kuat, bukaan-bukaan lebar sebagai sirkulasi dengan konsep sirkulasi silang (cross-ventilation), serta adanya lorong teras sebagai penahan terik sinar matahari dan tampias air hujan, khas bangunan tropis.
Di Jl Karet, kita masih bisa merasakan adanya kawasan mewah di masa lalu, yang kini banyak yang tak berpenghuni atau berubah fungsi. Jalanan juga terasa teduh dan tampak anggun. Warna-warna monokrom serta duo-tone (warna sama dengan beda gradasi) menjadikan kesan bersahaja. Jalan dengan beragam memori masa lalu itu yang ingin dihidupkan kembali.
Bila menilik lebih jauh, arsitektur lanskap dan bangunan di kota Surabaya adalah percampuran antara pengaruh kolonial Belanda, China, Jawa, sebagian modern dan post-modern. Jalan Karet yang sudah sangat tua meninggalkan jejak kolonial Belanda yang kuat. Surabaya sebagai kota yang tua di Indonesia dan Asia Tenggara, kebanyakan bangunan rumah toko, yang berlantai dua. Rumah-rumah toko ini terinspirasi dari tradisi Eropa dan China Peranakan. Gaya lama ini masih bisa disaksikan dengan jelas di kawasan perdagangan kota lama di Jl Kembang Jepun, Jl Karet, Jl Gula, Jl Slompretan, dan Jl Rajawali.
Di Jalan Karet juga terdapat tiga rumah abu keluarga Han, The, dan Tjoa.
Saat ini yang tertinggal lebih banyak adalah gaya kolonial bercitarasa abad ke-17 hingga awal abad ke-20, dengan ciri khas bangunan bergaya Eropa abad pertengahan. Di wilayah Jl Karet dan sekitarnya, kita memang seakan diajak berjalan menjalani kembali lorong waktu.
Sejak dulu, Jl Karet selalu sibuk di jam kerja. Menjadi pusat perniagaan dan perdagangan. Kini, lebih banyak berfungsi sebagai gudang dan bongkar muat perusahaan ekspedisi.
Proses Revitalisasi
Kembali ke rencana revitalisasi kota tua Surabaya. Pekerjaan fisik sudah mulai dilakukan setiap hari. Namun karena masih ada berbagai kendala tentang konsep penataan dan perbaikan. Proses ini yang menarik sekaligus banyak menemui tantangan. Yang utama, adalah mengenali kembali sisa bangunan yang ada dan menggabungkannya dengan konsep revitalisasi yang akan dijalankan. Kemudian, yang kini yang masih banyak diperbincangkan adalah soal warna cat. Beberapa komunitas pecinta cagar budaya Surabaya memberi catatan tebal tentang rencana revitalisasi ini. Mereka menyatakan, revitalisasi berarti harus disesuaikan dengan bentuk dan warna asalnya. Silang pendapat ini bermula dari langkah pemerintah kota Surabaya yang mewarnai semua bangunan Jl Panggung dengan warna-warni mencolok. Ini dianggap telah merusak visualisasi kota tua. Tidak sesuai dengan konsep revitalisasi. Mengubah jati diri kota tua yang dipelajari di kemudian hari, dan bisa melukai sejarah itu sendiri.
Untuk itu, revitalisasi di Jalan Karet berbeda. Pekerjaan yang dilakukan adalah dengan melakukan pembersihan dari kotoran, tanaman perusak yang menempel di dinding, serta memperbaiki dinding-dinding bangunan tua yang mulai rusak dimakan usia.
Salah satu konsep revitalisasi yang ditawarkan pemerintah kota Surabaya adalah dengan tidak menisbikan aktivitas yang telah berjalan saat ini. Tidak akan mematikan usaha milik warga, karena hanya ingin merapikan kawasan tersebut. Menghidupkan kembali budaya yang ada, membenahi saluran, membangun pedestrian, membenahi jalan, dan menata parkir kendaraan yang selama ini semerawut.
Proses untuk mempersiapkan infrastruktur menjadi kawasan wisata juga disiapkan. Mempercantik kawasan dengan mengubah material jalan dengan batu alam, menyiapkan lahan parkir, toilet, spot foto, sentra kuliner, serta area souvenir.
Kawasan utara kota Surabaya memang memiliki modal besar dalam wisata sejarah. Wilayah ini akan menjadi destinasi wisata, studi kebudayaan, dan sejarah. Di negara-negara berkembang, wisata sejarah dan urban kini terus berkembang.
Wisata Nostalgia dan Kebanggaan
Menghidupkan kembali kawasan kota tua sebagai destinasi wisata urban, sudah tak terbantahkan di seluruh dunia, adalah suatu langkah yang menarik dan menaruh respek. Di satu sisi wisata nostalgia adalah bagian yang selalu mengisi tiap zaman. Menapak kembali di masa lalu, dan menguji imajinasi yang telah lewat.
Wisata nostalgia kota tua Surabaya akan menarik minat wisatawan asing, terutama dari Belanda dan Eropa. Dalam catatan sejarah, Belanda memiliki sejarah kolonialisme yang panjang di Indonesia. Mereka pasti ingin kembali mengunjungi Indonesia untuk bernostalgia. Generasi tua Belanda mempunyai sisi nostalgia yang kuat akan Surabaya. Menikmati nostalgia adalah bagian dari kehidupan manusia. Ikatan hiostoris selalu memanggil untuk bisa dating kembali.
Sementara itu, bagi kawula muda Surabaya dan Indonesia, wisata kota tua akan menumbuhkan kebanggaan sebagai anak negeri tentang negaranya. Tentang perjalanan pendahulu mereka yang berjuang melewati berbagai tantangan untuk meraih kemerdekaan dan kemuliaan hidup.–sa