Jalur sepeda di Surabaya belum optimal berjalan. Sering diserobot kendaraan bermotor dan masih membahayakan.
Surabayastory.com – Surabaya terus mengembangkan dirinya sebagai kota yang maju dan ramah lingkungan. Keberpihakan pada kendaraan tanpa emisi gas buang menjadi salah satu yang dituju. Buktinya, di jalur-jalur utama telah dibangun dan ditandai secara resmi jalur khusus untuk sepeda angin. Jalur ini bukan khusus dibuat karena ada lomba atau karnaval, namun memang menjadi bagian dari lalu lintas keseharian. Namun, apakah jalur khusus sepeda di Surabaya ini sudah optimal dimanfaatkan? Sudahkan memberi dampak signifikan pada kota dengan lalu lintas yang ramah? Ini yang perlu kita telisik lebih lanjut.
Kota-kota besar di dunia, menempatkan para pesepeda sebagai bagian yang penting dalam alur lalu lintas kota mereka. Di samping angkutan massal (umum) yang ditata dengan baik, sepeda adalah alat transportasi yang diperhatikan. Sepeda sebagai transportasi urban modern, terus berkembang. Di seluruh dunia, manusia telah menemukan kembali manfaat bersepeda.
Sejumlah kota di dunia kemudian merespons dengan membangun infrastruktur jalur sepeda untuk melayani masyarakatnya dan menjaganya agar tetap aman. Kota-kota tersebut semakin menyadari bila bersepeda punya manfaat lain dari sekadar menekan polusi udara. Bersepeda di kota terbukti bisa meningkatkan tingkat kesehatan masyarakatnya dan penghematan negara untuk biaya perawatan dan pengobatan. Nilai ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menambah fasilitas bagi pesepeda di dalam kota.
Jika menengok Indeks Kota Ramah Sepeda empat tahunan, pada tahun 2017 menunjukkan Copenhagen (Denmark) memegang tempat pertama karena investasi yang besar dalam bersepeda sebagai transportasi kota. Utrecht (Belanda) meningkat dengan inovasi, menggeser Amsterdam (Belanda) ke posisi ketiga. Kota-kota dunia lainnya yang ramah dengan fasilitas sepeda di dalam kota adalah Munich (Jerman), Helsinki (Finlandia) dan Tokyo (Jepang).
Bagaimana di Indonesia? Ini yang menarik. Di negara kita, mobil dan motor justru menjadi transportasi sekaligus bagian dari gaya hidup sehari-hari yang diburu. Jarak jauh atau jarak dekat, kendaraan bermotor menjadi tumpuan. Sepertinya tubuh tak ingin digerakkan sama sekali. Kalau pun bisa, di dalam rumah juga ingin naik motor.
Kemacetan Akibat Gaya Hidup
Dengan kendaraan bermotor pribadi jadi pilihan utama, akibatnya kepadatan dan kemacetan lalu lintas tak terelakkan. Di Surabaya, kemacetan sudah mulai tampak di jalur-jalur utama kota. Terutama saat jam pagi dan sore hari menjelang malam. Adanya gangguan kendaraan di salah satu jalur, maka laporan akan kemacetan dan antrean panjang tak terelakkan. Surabaya, juga kota-kota lain yang rawan kemacetan mungkin bisa bercermin melihat Oslo. Ibukota Norwegia ini juga sempat mengalami kemacetan, walau terletak di perbukitan. Langkah yang pertama dilakukan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan, bersamaan dengan itu membangun semua infrastruktur dan fasilitas bersepeda. Dengan usaha keras, akhirnya budaya bersepeda tumbuh pesat, dan tingkat kesehatan masyarakat juga meningkat. Klaim akibat sakit terus menurun drastis.
Di Surabaya, juga kota-kota besar di Indonesia lainnya, kesadaran masyarakat akan hidup sehat dan membudayakan bersepeda di dalam kota sebenarnya terus tumbuh. Perkembangan penggunaan sepeda di tanah air menunjukan peningkatan yang cukup menggembirakan. Selain ditandai dengan bermunculannya komunitas pesepeda di berbagai kota, maraknya kegiatan bersepeda juga mulai meningkat.
Ambigu di Surabaya
Bagaimana dengan pembangunan fasilitas dan infratrukturnya? Inilah yang menjadi masalah. Di Surabaya, jalur khusus sepeda sudah tersaji dengan apik. Mengisi bagian sisi kiri dan kanan jalan utama, lengkap dengan garis dan blok warna hijau dan jingga. Parkir khusus sepeda juga ada. Namun, kehadiran jalur khusus sepeda ini masih ambigu. Maksudnya, batas antara jalur sepeda dengan kendaraan yang lain masih tumpang tindih. Ada ketidakjelasan, kekaburan, hingga kadang-kadang menimbulkan keraguan.
Di sana tertulis jalur khusus sepeda, namun kenyataannya kendaraan lain bisa menggunakannya. Sepeda motor bebas masuk jalur ini. Mobil juga bisa memakai jalur ini. Bahkan mobil dan sepeda motor berhenti juga ada di jalur ini. Ketika ini terjadi, pesepeda akan keluar jalurnya dan mencari jalan di sekitarnya yang lowong. Sangat celaka jika jalur di samping-sampingnya juga dipenuhi kendaraan bermotor.
Setiap hari jalur sepeda yang berlokasi di jalan protokol ini dipenuhi kendaraan bermotor. Tak mengherankan kalau garis pembatas yang dicat putih dan badan jalan yang dicat kuning sudah mulai banyak yang memudar.
Masuknya kendaraan bermotor di jalur sepeda secara tiba-tiba, pasti akan sangat berbahaya. Tanpa adanya pembatas pasti, bukan tidak mungkin pesepeda bisa terserempet kendaraan bermotor. Kekaburan nama jalur khusus sepeda ini yang membuat para pesepeda di Surabaya kurang bisa memanfaatkan fasilitas ini dengan tenang.
Para pengendara mobil atau sepeda motor dengan bebas masuk ke jalur sepeda meski ada garis pembatasnya. Tidak hanya jalur sepeda yang termakan tapi juga trotoar. Banyak sepeda motor yang naik ke trotoar ketika lalu-lintas sedang merayap. Jalur sepeda ini memiliki rute di sepanjang sisi barat Jl. Raya Darmo, Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Basuki Rakhmat, Jl. Gubernur Suryo, Jl. Panglima Sudirman, masuk kembali ke jalur timur Jl Pemuda, Jl. Urip Sumoharjo dan Jl. Raya Darmo
Melihat kenyataan ini, tampaknya perlu diberikan separator (pembatas jalan) yang membatasi jalur khusus sepeda dengan jalur kendaraan yang lain. Namanya khusus, jadi ya khusus sepeda, tidak yang lain.
Jalur sepeda di Surabaya memang masih jauh dari kata aman. Juga belum nyaman. Di beberapa titik malah dipakai sebagai tempat berhenti sepeda motor. Tak ada pengamanan khusus. Jadi ketika pesepeda berjalan di jalur ini, dan waktu bersamaan sepeda motor dan mobil masuk jalur ini, maka mau tidak mau pesepeda harus minggir dulu.
Dengan kondisi sewaktu-waktu bisa diserobot kendaraan bermotor tentu jalur sepeda ini menjadi tak aman bagi pengendara sepeda. Mereka terancam terserempet sepeda motor atau mobil.
Jalur sepeda di Surabaya boleh dibilang mereka belum cukup serius dipatrikan. Tampaknya pembangunan jalur sepeda ini dilakukan tanpa perencanaan sejak awal. Ini tampak pada pengadaan jalan sepeda yang mengabaikan kapasitas jalan yang sangat terbatas dibanding tingkat kepadatannya. Karena keterbatasan lebar jalan jalur sepeda menjadi satu dengan tempat pemberhentian bus kota dan tempat berhenti mobil. Jalur sepeda hanya ditempelkan dari jalur yang sudah ada. Sepeda belum menjadi bagian yang menyatu dari sistem transportasi kota. –sa